Entah sudah habis gelas ke berapa yang Anyelir pakai untuk menengguk ramuan teh kuno yang hanya bisa didapatkannya di kedai tua langganan almarhumah papanya. Yang dulunya Anyelir tak menyukai rasanya karena, terlampaui pahit. Akan tetapi, setelah kepergian sang papa, setiap hari di sela-sela kesibukannya, Anyelir akan menyempatkan datang ke sini. Sampai pemilik kedainya yang sudah masuk generasi ke empat, hapal di luar kepala jenis minuman yang dinginkan Anyelir.
"Kamu bisa berakhir beser kalau terus minum. Bisa juga pusing kalau kebanyakan."
Anyelir hanya menampilkan senyum segaris, setelahnya mengulangi kegiatan monotonnya tanpa peduli dengan pacar sewaan yang sudah dibayar lunas sejak satu hari yang lalu. Sejak Axton yang lagi-lagi berulah bermain api dengan staf perempuan yang dipergoki semalam di WC.
Meski tak melayangkan kemarahan langsung dan memang tidak mau melakukannya karena, bisa jadi mencoreng imagenya di depan Axton—suami yang tak lebih rivalnya sendiri, di belakang tentu saja Anyelir tak akan membiarkannya begitu saja. Langsung Anyelir sogok atasan staf perempuan itu untuk lekas memecatnya. Juga menyuruhnya untuk membantu memblokade nama staf itu di semua perusahaan.
Anggap saja sebagai hadiah perpisahan yang manis dari Anyelir. Kebaikan Anyelir juga yang sudah lebih dulu membebaskan staf itu dari jerat neraka Axton berkedok surga dunia. Cukup Anyelir yang menjadi korbannya, orang lain jangan.
"Ada yang ingin kamu ceritakan pada saya?" tanya pacar sewaan Anyelir. Raga namanya. Seorang office boy yang sekarang dengan mudahnya bisa Anyelir ubah layaknya pemilik sebuah perusahaan bergengsi.
Hanya dengan modal tampang yang tak kalah tampan dari Axton—lebihan Axton dikit, Anyelir lewat bantuan tukang salon profesional, bisa mengubah Raga dari pria yang biasa-biasa saja menjadi sangat luar biasa. Bahkan waktu pertama kali berjumpa lagi setelah beberapa hari tidak bertemu, Anyelir sampai pangling melihat penampilan Raga yang berubah drastis.
Bukan lagi Raga yang dekil, banjir keringat, beraroma sinar matahari. Sekarang menjadi Raga yang bersih dan rapi, segar, juga wangi yang menyenangkan. Setampan wajahnya yang andai saja Anyelir belum menikah, bisa aja terpesona dengan Raga.
Lalu Anyelir segera menggeleng. Harus selalu mengingat janji beserta sumpahnya. Apapun yang terjadi dengan rumah tangganya, tidak akan sampai berakhir di meja hijau. Anyelir cukup menikmati alur hidupnya. Tak perlu mengeluh, sudah terbiasa menjalani sedari belum mengerti apa-apa. Sebelum tahu maknanya kalau orang tuanya pun hanya menjalani pernikahan tak lebih sama seperti yang dilakoninya saat ini.
Penuh kepura-puraan. Hanya ingin mencapai titik kepuasan yaitu uang. Rela-rela saja mengorbankan kebahagian supaya tidak berakhir menjadi gelandangan.
"Kepala kamu pusing?" tanya Raga yang lancang menyentuh puncak kepala Anyelir. Yang sontak saja Anyelir tepis kasar, tak akan membiarkan orang lain menyentuhnya. Terkecuali Axton yang meski keduanya hanya menikah main-main, tetapi saja saling memberi kepuasan masing-masing.
"Ingat, kamu cuman pacar sewaan. Tidak lebih. Jadi tolong jaga sikap."
Raga mengangguk-angguk. Sadar kalaupun membantah tetap berakhir kalah dengan Anyelir yang selalu mendominasi.
Klien barunya ini pesonanya tak main-main lagi. Cantik, kaya, cerdas, segalanya dimiliki. Mungkin hanya satu yang kurang. Pasangan yang tidak terlalu melihat apa yang ada di dalam diri Anyelir. Masih sempat-sempatnya mencari batu kali di luar sana ketimbang memoles batu berharga yang dibaliknya terdapat berlian langka.
"Saya juga tidak suka ditatap seperti itu."
Anyelir bersedekap tangan, melayangkan kilah tajam pada Raga. Tatapan yang biasanya dapat membungkam lawan dalam sekejap, sepetinya tidak terlalu berpengaruh pada Raga yang sudah lama melakoni pekerjaannya.
"Kamu harus ingat, saya bisa memutuskan kerja sama ini sewaktu-waktu. Sesuka hati saya. Jadi pahamilah, jangan lagi tatap saya seperti itu."
"Kamu takut jatuh cinta?"
Anyelir terhenyak, tak menyangka akan mendapat pertanyaan terlalu menggelikan seperti itu.
Terkekeh, Anyelir menyesap sedikit teh herbalnya.
"Sekelas suami saya saja, saya tidak bisa menaruh hati padanya. Apalagi cuman kamu. Jangan mimpi."
Raga menyunggingkan senyum manis. Di sudut bibirnya sebelah kiri, timbul lesung pipit—kecil sekali yang baru kelihatan ketika tersenyum lebar atau tertawa.
"Karena kamu belum mengenal baik saya makanya bisa bicara seperti itu." Raga memajukan wajahnya, menyangga sebelah pipinya dengan lipatan tangan yang bertumpu di atas meja. "Coba kalau kita mulai hubungan ini lebih serius. Maksud saya ... pacaran sungguhan biar suamimu cemburu betulan. Dengan begitu, kamu dapat dua jackpot. Tentu yang pertama bisa mengenal saya lebih dalam. Kedua, bisa membuat suamimu terbakar api cemburu dan balik mohon-mohon maaf kepadamu. Tapi waktu itu tiba, saya harap kamu tak lagi memiliki perasaan padanya karena, di dalam hati kamu sudah terpatri nama saya."
Anyelir menatap intens Raga. Yang ditatap bukannya takut, justru senyum-senyum sendiri. Memandangi Anyelir tak kalah intens.
Sepertinya Anyelir cukup mengenal Raga sampai sini. Setelahnya bisa meminta bantuan asistennya untuk mencarikan pria yang sekalian saja sepadan dengannya. Tak perlu repot-repot make over, bisa jadi lebih profesional juga.
"Saya suka kamu."
"Tapi saya tidak," tandas Anyelir tegas. Beranjak berdiri, meraih tenang tas jinjingnya yang ditaruh di kursi sebelah. Kembali memakai kaca mata hitamnya yang sebelumnya ditaruh di atas meja. "Bonus kamu akan segera asisten saya transfer. Terima kasih atas bantuannya, hubungan ini cukup sampai di sini. Jangan pernah lagi menampakkan diri di depan saya. Jangan coba berani juga mengakui saya pernah ada hubungan dengan kamu. Kalau itu sampai terjadi, kamu pasti paham resikonya."
"Kalau saya menolak bagaimana?"
Raga mendorong kursinya ke belakang, ikutan berdiri. Lagi sedikit memajukan tubuhnya dengan kedua tangan bertumpu di atas meja.
"Saya orangnya cukup gigih dalam mencapai sesuatu. Saya juga tidak peduli dengan arus kuat dari luar. Saya juga cukup percaya diri. Dan sekarang, saya sangat percaya diri kalau bisa mencuri hati kamu dan mendapatkan kamu seutuhnya."
Anyelir tersenyum simpul. Ikutan menirukan gaya Raga. Balas memandangi santai dari balik kacamata hitamnya.
"Yakin bisa?" Seakan Anyelir sedang memberi kesempatan pada Raga. "Mau mencoba taruhan?" tanyanya gamang. Seperti tidak serius.
Memang tidak serius. Siapa juga yang ingin bermain-main di saat hubungannya dengan Axton saja tak pernah lepas dari yang namanya masalah. Setiap hari ada saja. Contohnya seperti tadi pagi yang sampai membuat Anyelir menonaktifkan ponselnya.Jengkel dengan Axton yang setelah kepergiannya dari rumah, tak henti-hentinya menghubungi Anyelir.
Naasnya, Raga justru menganggap serius. Mengangguk mantap, melempar senyum manis pada Anyelir yang langsung menegakkan tubuhnya lagi. Menghindari dari virus biaya yang makin terdeteksi kuat dari Raga.
"Kalau saya berhasil menaklukan hati kamu, ceraikan Axton. Menikah dengan saya."
"Just kidding, right?"
"Tidak, saya tidak sedang bercanda. Saya serius." Berdiri tegak, Raga mengulurkan tangan kanannya pada Anyelir. Senyuman manis belum pudar dari tampangnya yang tampak berkilau ketika terkena sorot matahari. "Bagaimana? Jadi tidak? Kalau tidak jadi, tidak apa-apa—"
"Waktu saya terlalu berharga untuk dibuat bermain-main," sela Anyelir tegas. Biasanya sudah sanggup membuat lawannya mati kutu, tapi tidak dengan Raga yang justru terkekeh renyah. Mangut-mangut, menarik tangannya menjauh.
"Mau saya antar?" tawar Raga seolah-olah habis tidak terjadi apa-apa. Senyum manis di wajahnya pun masih terpatri awet.
"Tidak perlu. Saya bawa mobil sendiri. Saya duluan."
Setelah basa-basi berpamitan pada Raga yang sebelumnya tidak masuk dalam list pembicaraan pertemuannya, Anyelir sudah bersiap langsung pergi. Tubuhnya pun sudah menyerong dan bersiap berputar. Hanya saja, ketika mendengar jawaban Raga yang kelewat akrab, tubuh Anyelir membeku. Seperti otomatis berhenti.
"Hati-hati. Semoga harimu menyenangkan."
Raga mengangkat sebelah alisnya, memandangi makin minat Anyelir yang sudah seperti patung.
"Ada yang ketinggalan?" tanya Raga seraya mulai meneliti area meja. mencari-cari benda milik Anyelir yang mungkin saya memang ada yang ketinggalan.
Anyelir menggeleng, melirik sekilas Raga yang sudah menatapnya saja. Lalu, tanpa lagi bersikap mendadak bodoh, Anyelir bergegas hengkang. Melangkah pelan sembari merenungi perkataan basa-basi Raga yang dampaknya luar biasa untuk dirinya.
Untuk apa Raga terlalu bersikap baik pada Anyelir. Bukankah Anyelir sudah menolaknya mentah-mentah. Harusnya Raga sadar diri dan mundur saja. Atau bersikap tak acuh seperti yang Anyelir harapkan. Tidak perlu sampai mendoakan hari baik untuk Anyelir. Yang kalau boleh jujur, baru pertama kali Anyelir dapatkan selama tiga puluh tahun hidup di bumi.
Saking seriusnya merenung, Anyelir tidak sadar jika jalan yang ditempuh tak lagi lurus. Alhasil, langkahnya mendadak terhenti ketika menabrak beton pembatas jalan.
Anyelir meringis, jari-jari kakinya ngilu setelah terantuk lumayan keras. Dengan keadaan sebelah kaki sakit, Anyelir tetap memaksa berjalan. Berbelok menuju tepi jalan. Melambai-lambaikan tangan pada taksi yang lewat. Lekas masuk dan pergi.
Tanpa disadari Anyelir, semua kegiatannya itu dipantau oleh Raga yang sejak tadi berjalan diam-diam di belakangnya. Agak menjaga jarak saja supaya tidak ketahuan.
"Cukup menarik," gumam Raga berbelok berlawanan arah dari Anyelir. Menghampiri seorang pria berjas rapi yang langsung membungkuk begitu Raga sampai di hadapannya. Selanjutnya menggiring Raga untuk mengikutinya ke parkiran mobil, membantu membukakan pintu mobil dan sekali lagi membungkuk menyambut Raga masuk mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
YuWie
org kaya yg menyamar jadi OB..nemu dimn si Anye. Nah kapokmu kspan Axton, dpt saingan sepadan kamu y
2024-06-16
0
Samsia Chia Bahir
Righman niihhh si raga 😆😆😆😆😆
2023-11-01
0
yhoenietha_njus🌴
waaahhh...kejutan apa lagi ini
2023-10-26
0