Jodoh Untuk Papa

Jodoh Untuk Papa

Bab 1. Kehidupan Artika dan Sang Ayah.

Sebuah mobil hitam tampak memasuki gerbang sekolah yang kini terlihat ramai. Mobil tersebut berhenti tak jauh dari lorong sekolah menuju pintu masuk gedung.

Tika, gadis berusia 16 tahun itu tampak mencibir, kala matanya menangkap wajah-wajah horor dari para gadis yang dia kenal.

"Kamu nggak turun? Kita sudah sampai," ujar Ari, ayahnya.

Tika melipat kedua tangannya di dada lalu menatap sang ayah tajam. "Besok nggak perlu mengantarku sampai sini deh, Pa!" katanya ketus.

"Loh, kenapa?" tanya Ari dengan wajah bingung.

"Ck, lihat tuh!" Tika mengalihkan pandangannya pada sekumpulan gadis-gadis yang berdiri tepat di ujung lorong dengan wajah sumringah. Mata mereka semua tertuju pada mobil mereka. "Tingkah mereka memalukan sekali tahu! Lagi pula Papa harusnya jangan bersikap ramah pada mereka!" sambungnya kesal.

Ari tertawa kecil. "Ya, ya, Papa akan pikirkan. Sekarang turun dari mobil dan belajar lah yang benar, ya?" Pria itu mengelus rambut hitam sang putri lalu mengecup dahinya lembut.

Tika mengeluh keras-keras. Namun, dia tetap menuruti sang ayah.

Begitu melihat Tika turun, keenam orang gadis tersebut langsung menghampirinya dengan langkah genit.

"Tik, ayahmu nggak ikut turun?" tanya salah seorang gadis cantik bermata sipit, Novi.

"Nggak!" jawab Tika ketus. "Kalian ini pagi-pagi selalu saja berulah. Nggak malu godain om-om?" sambungnya.

Keenam gadis tersebut tertawa kecil. "Kalau om-omnya itu ayahmu, tentu saja nggak masalah!" sahut Marta, yang langsung diikuti oleh kelima temannya yang lain.

"Dih!" cibir Tika. Tak tahan melihat kelakuan teman-temannya itu, Tika memutuskan mengajak mereka ke kelas. Namun, baru saja mereka berbalik, suara klakson mobil terdengar.

Ternyata sang ayah yang baru saja memutar mobilnya, bergerak melewati mereka sembari membuka kaca jendela.

"Pagi, Om!" sapa gadis-gadis itu serentak.

"Pagi!" jawab Ari. "Saya titip Tika ya, Anak-anak," kata pria itu kemudian.

Mendengar suara Ari yang dalam dan menenangkan, gadis-gadis itu langsung berteriak sambil mengangguk.

"Hahaha, tenang saja Om, Tika aman bersama kami!"

Ari tertawa lalu pamit pergi. Sementara para gadis itu heboh. Sebenarnya tak hanya teman-teman Tika saja yang menaruh perhatian pada Ari, melainkan anak-anak serta guru-guru lain meski tidak sebrutal mereka.

Maklum saja, Ari merupakan pria kaya raya yang sudah hidup menduda selama hampir lima tahun. Sang istri yang juga ibu dari Tika meninggal dunia setelah melahirkan anak kedua mereka. Malang tak dapat ditolak, adik Tika yang baru berusia 15 jam pun akhirnya pergi menyusul sang ibu.

Ari yang terpukul memilih fokus merawat dan membesarkan Tika seorang diri. Hingga kini dia tak pernah berniat untuk menikah lagi.

"Om kalau mau dititip ke kami juga tidak apa-apa." Bisik Winny, gadis bermata coklat, sambil menggigiti ujung jarinya yang lentik.

Mendengar hal itu, Tika langsung menggeplak kepala Winny.

"Hei, sakit tahu!" seru Winny tidak terima.

"Kalau mau jadi penggoda om-om, nggak perlu ayahku juga yang jadi mangsanya!" ketus Tika. Beruntung sang ayah telah pergi, jadi beliau tidak akan mendengar kata-kata kurang didikan temannya yang satu itu.

Keenam gadis itu pun mengelilingi Tika sembari memicingkan mata, sebelum kemudian merangkul gadis itu beramai-ramai. Tika sontak berteriak keras.

Sepanjang perjalanan ada saja seseorang yang menanyakan soal ayahnya. Bahkan beberapa orang guru pun terang-terangan menitip salam melalui dirinya.

"Barter ya, Bu," ujar Tika pada Bu Agnes, guru bahasa inggris mereka.

"Barter apa?" tanya Bu Agnes.

"Sama nilai ujian saya dong!" jawab Tika seraya menaik turunkan alisnya.

Wanita berusia 40 tahunan yang menyandang status single parent itu lantas memukul kepala Tika pelan menggunakan bukunya. "Dalam mimpimu!"

Tika refleks mengaduh seraya memegang kepalanya yang baru saja dipukul sang guru. Sambil bersungut-sungut, dia pun pergi meninggalkan Bu Agnes.

"Maunya gratisan gitu? Enak aja!" gumam Tika. Tak lama kemudian, seorang wanita yang tak lain adalah petugas TU datang menghampiri Tika sambil memberikan sebatang cokelat untuk gadis itu.

"Ini apa Kak Anne?" tanya Tika.

"Aku kebetulan memiliki kelebihan cokelat di rumah dan tiba-tiba langsung kepikiran kamu, Tik," jawab Anne.

Tika sumringah. "Terima kasih loh, Kak," katanya.

"Sama-sama. Emm, jangan lupa sampaikan salamku pada papamu ya, Tik? Kamu masih simpan fotoku, kan?" tanya Anne lagi.

"Beres! Ada nih, nanti aku kasih lihat papa deh!"

Anne mengacungkan ibu jarinya lalu pergi meninggalkan Tika dan teman-temannya.

Melihat Tika tersenyum-senyum sendiri karena sebatang cokelat, para gadis pun mencibir.

"Dih, demi sebatang cokelat, kamu mau menyampaikan salam Kak Anne? Yang benar saja!" cetus Yuli.

"Tahu nih! Bilangnya nggak suka orang-orang di sekolah menaruh perhatian pada ayahmu, tapi apa nyatanya? Kemarin bahkan kamu menukar salam dengan nilai dengan Bu Anita!" Kali ini Nadia yang buka suara.

"Hehehe, ada hal-hal tertentu yang bisa aku manfaatkan!" Tika tersenyum lebar yang langsung mendapat cemoohan teman-temannya. Mereka kompak meninggalkan Tika menuju kelasnya.

...**********...

"Pagi, Pak," sapa Vanessa, sekretaris Ari yang baru saja selesai membersihkan ruang kerjanya.

"Pagi!" Jawab Ari. Pria itu berjalan menuju meja kerjanya. Tak lupa Vanessa membantu Ari membuka jas dan menggantungkannya di standing hanger.

"Jam sembilan nanti, Bapak ada pertemuan dengan perwakilan PT. Wijaya Kusuma ya, Pak?" kata Vanessa memberitahu.

"Loh, pakai perwakilan?" tanya Ari.

"Iya, Pak. Tadi sekretaris Tuan Axel memberitahu kalau beliau tidak bisa hadir karena ada urusan penting ke luar kota." Jawab Vanessa memberi penjelasan.

"Ya sudah tidak apa-apa. Tolong ambilkan berkas kemarin saja, saya akan memeriksanya kembali," pinta Ari.

"Baik, Pak!" Vanessa bergegas keluar dari ruangan Ari menuju mejanya.

Sementara itu, Ari menyeruput kopi panas yang tergeletak di atas meja. Setiap pagi Vanessa memang selalu rajin membersihkan ruangan dan menyiapkan kopi untuknya. Belum lagi kinerjanya yang sangat baik dan cekatan. Oleh sebab itu, Ari tidak mengizinkan wanita itu resign saat dia dipinang kekasihnya setahun lalu, apa lagi Vanessa sudah bekerja hampir lima tahun bekerja di sini.

Mata Ari kemudian tertuju pada sebuah bingkai foto yang tertata apik di mejanya. Itu adalah foto keluarga yang diambil tepat beberapa hari sebelum Aruna, mendiang sang istri, melahirkan.

Mata pria itu menatap teduh foto tersebut. Tangannya terulur guna mengelus lembut wajah dan perut Aruna.

"Aku merindukan kalian," bisik Ari lirih. Meski lima tahun telah berlalu, perasaan pria itu masih tetap sama. Walau hidup dalam kehampaan, Ari tidak pernah berniat untuk menggantikan posisi Aruna di hatinya.

Terpopuler

Comments

Bundanya Pandu Pharamadina

Bundanya Pandu Pharamadina

like
favorit
👍❤

2023-10-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!