"DOR!" Vira dan yang lainnya tiba-tiba menepuk punggung Tika yang sedang melamun. Bel jam istirahat sudah berbunyi tetapi Tika yang biasanya paling heboh kini tampak membisu di mejanya.
Tika berteriak lalu memandangi keenam temannya dengan wajah sangar. "Bisa kalem sedikit nggak?"
"Nggak!" jawab mereka kompak. Tika langsung mencibir.
"Kamu sendiri ngapain bengong-bengong sendirian? Biasanya juga langsung lari ke kantin macam orang kesetanan!" seru Nadia, gadis yang suka sekali mengikat rambutnya bak ekor kuda.
"Pusing!" jawab Tika singkat.
"Pusing kenapa?" Kali ini Marta bersuara.
"Mikirin wanita-wanita yang ngejar papa. Kira-kira gimana ya caranya biar para wanita itu berhenti nitip salam ke aku?" gumam Tika dengan raut wajah serius.
"Loh, tumben? Bukannya kamu nggak terlalu keberatan? Apa lagi kalau ada imbalannya seperti yang dilakukan Kak Anne tadi pagi,"ujar Marta.
Tika menghela napasnya. "Jenuh ahh, aku jadi nggak sempat mikirin diri sendiri ... percintaan maksudnya! Sebagai gadis belasan tahun yang sedang mengalami masa-masa muda, aku juga butuh kisah cinta sendiri!" kata Tika sedikit berteriak.
"Ya sudah, terima aja cintanya si Bastian sana! Nggak kasihan apa dia udah nguber-nguber kamu dari kelas satu!" Novi beringsut duduk di sebelah Tika dan menepuk-nepuk pundaknya.
"Ih, nggak mau lah sama yang pecicilan begitu! Aku maunya sama yang dingin dan pendiem kayak ...." Mata Tika tiba-tiba tertuju pada punggung seorang remaja yang duduk jauh dari tempatnya. Remaja itu bernama Devan, sang ketua basket yang jadi incaran gadis-gadis di sekolah.
Sebenarnya Tika tidak terlalu menaruh perasaan padanya, hanya sekadar mengagumi saja. Dapat syukur, tidak dapat ya sudah.
Sementara remaja bernama Bastian yang sempat disinggung oleh Novi, adalah teman sekelas Tika saat masih duduk di kelas satu. Bastian adalah pria berisik yang tidak pernah kehabisan energi. Tampaknya Bastian juga tidak memiliki urat malu karena dia sering memperlihatkan kekonyolannya yang akut.
Kendati demikian Tika tak pernah menjauhi Bastian. Justru terkadang Bastian bisa menjadi teman yang sangat dibutuhkan.
Melihat arah pandang Tika, keenam gadis itu mencibir.
"Jadi, apa solusimu?" tanya Yuli yang kembali membahas soal ayah Tika.
"Bantuin dong!" seru Tika.
Ketujuh gadis itu pun terdiam. Mereka sibuk memikirkan alasan yang paling masuk akal agar bisa menjauhkan wanita-wanita itu. Namun, disaat bersamaan seorang remaja dengan suara menggelegar masuk ke dalam kelas. Siapa lagi kalau bukan Bastian.
"HAI, GADIS-GADIS MANIS, TERUTAMA ARTIKA CELIA WIBOWO!"
"Berisik banget sih, Bas!" tegur Novi ketus.
"Jangan sembarangan ganti-ganti nama belakang orang dong!" seru Tika tak kalah ketus.
Bastian tertawa kecil. "Kalian tumben banget pada bengong nggak jelas di kelas, biasanya juga udah menguasai separuh bangku kantin." Pria muda itu mengambil salah satu kursi dan menyeretnya hingga ke sisi lain Tika. "Ada apaan, sih? Ada apa Tik?" tanyanya penasaran.
"Biasa, soal papa," jawab Tika lesu.
"Papamu kenapa memangnya?" tanya Bastian lagi.
"Sama cewek-cewek!" jawab Tika cepat.
"Cewek-ceweknya kenapa? Omong-omong papamu punya banyak cewek?" Bastian tanpa merasa bersalah kembali bertanya. Hal itu lantas membuat Tika dan yang lainnya mendengkus keras-keras.
"Ya Tuhaaan! Capek banget ngomong sama kamu tahu!"
"Ya maaf, aku, kan nggak ngerti." Bastian meringis, sembari menatap takut-takut para gadis yang tampak ingin menjambak rambutnya. Kendati begitu, Tika tetap menceritakan apa yang menjadi kegundahannya.
Mendengar cerita Tika, Bastian sontak mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bilang saja papamu sudah punya pacar!" celetuknya cepat.
Tika terkesiap. "Benar juga!" katanya.
"Tapi harus pakai bukti. Nggak mungkin mereka percaya begitu saja tanpa melihat langsung!" seru Novi yang langsung disetujui oleh teman-teman lainnya.
Tika langsung mengeluh. "Benar juga. Lantas cari di mana ya? Sebenarnya sih, nggak perlu dicari karena pasti banyak yang mau sama papa, tapi aku nggak mau yang sembarangan."
"Memangnya kamu mau yang seperti apa, Tik?" tanya Bastian.
Tika mengelus-elus dagunya sambil berpikir. "Yang jelas cantik, baik, ramah, ngomongnya lembut, pinter, terus ...."
Perkataan Tika sontak terhenti ketika seorang guru wanita masuk ke dalam ruang kelas sembari membawa setumpuk buku.
Dia lah Bu Anissa, guru muda berusia 30 tahun yang menjadi idola para siswa karena kecantikan dan keramahannya. Selama mengajar hampir dua tahun di sekolah ini, beliau sama sekali belum pernah memarahi anak didiknya. Jangankan marah, menaikan nada bicara saja tidak.
Bu Anissa bahkan tak segan memberi hadiah kepada anak-anak kelasnya yang mendapat ranking.
"Bella, tolong bagikan buku teman-temanmu ya?" Suara Bu Anissa yang lembut mengalun indah ke seluruh penjuru kelas.
"Baik, Bu," jawab Bella, sang ketua kelas.
Tika tersenyum sumringah. Matanya tak lepas memandangi sosok Bu Anissa yang kini berjalan keluar kelas.
"Tik!" Novi menepuk keras bahu gadis itu. "Kok melamun?" tanyanya.
"Aku udah nemuin kriteri yang cocok!" seru Tika tiba-tiba.
"Hah? Siapa?" Keenam gadis dan juga Bastian segera mendekatkan diri pada Tika.
Tika menahan kepala Bastian yang hendak mengambil kesempatan. "Jangan mulai deh!" kata gadis itu, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan mereka dengan wajah sumringah.
"Bu Anissa."
Mendengar jawaban tersebut, mereka semua terdiam selama beberapa saat.
"APA?"
...**********...
"Hari ini bukan papa yang jemput, Tan?" ujar Tika ketika baru masuk ke dalam mobil.
"Pak Ari sedang ada pertemuan penting dengan klien. Kamu mau ikut Tante ke kantor?" tanya Vanessa yang memang sering dimintai tolong menjemput Tika bila Ari sedang sibuk.
"Emm, nggak deh, aku ngantuk!" jawab Tika. "Oh iya, Tan, aku mau tanya deh!" sambung gadis itu tiba-tiba.
"Tanya apa?" kata Vanessa tanpa mengalihkan pandangannya pada Tika, sebab wanita itu fokus menjalankan mobilnya untuk keluar dari wilayah sekolah.
"Tante kok bisa nikah sama suami Tante? Memangnya Tante nggak punya perasaan sama papa?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Vanessa sontak menginjak pedal rem kuat-kuat karena terkejut. Beruntung mereka sudah memakai seat belt dengan aman.
"Tan, ih, bahaya tahu!" pekik Tika.
"Kamu ngagetin Tante, sih!" sahut Vanessa kesal. Wanita itu pun sempat meminta maaf pada siswa siswi pejalan kaki yang terkejut dengan tindakannya.
"Ngapain Tante kaget?"
Vanessa melirik sepintas Tika yang duduk di sebelahnya. "Ya kaget lah, tahu-tahu kamu menanyakan hal aneh begitu!"
Tika mengangkat bahunya. "Ya kali aja gitu. Pasalnya, guru-guru, staf, bahkan siswi sekolah saja banyak yang naksir papa, masa Tante nggak!"
Tika kemudian beringsut mendekati Vanessa lalu bersandar di pundaknya. "Memang papa kurang menarik di mata Tante?" tanya gadis itu.
"Tidak!" jawabnya tegas. "Kamu ngapain tiba-tiba bahas papamu?" tanya Vanessa.
Tika menegakkan kepalanya. "Nggak apa-apa sih, cuma nanya aja."
Vanessa sontak menggelengkan kepalanya, heran dengan sikap gadis itu yang tiba-tiba membahas ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments