Bab 3. Jodoh untuk Papa.

Ari tiba-tiba menyemburkan makanan dari mulutnya setelah mendengar penuturan sang putri. "Tika!" seru pria itu dengan wajah jengkel.

Bagaimana tidak, sang putri yang memilih datang ke kantor sepulang sekolah untuk menemaninya, dengan gamblang malah membahas soal jodoh di sesi makan sore mereka.

Ari jelas terkejut, sebab Tika sejak dulu tidak pernah membahas hal yang berkaitan dengan itu. Ya, Ari tahu dan mengerti akan kekesalan Tika yang selalu menjadi korban dari wanita-wanita di luaran sana. Namun, bukan berarti gadis itu bisa seenak jidat menjodohkan dirinya, apa lagi dengan seorang guru muda yang usianya terpaut lima belas tahun dari pria itu.

"Tak ada yang salah dengan ucapanku, kan? Serius, Pa, aku sangat ikhlas kalau Papa mau menikah lagi," ujar Tika yang kembali membuka suaranya.

Ari terdiam. Makanan yang sebelumnya terasa nikmat kini mulai terasa hambar di lidah pria berusia 45 tahun itu.

"Pa, ini bukan hanya tentang aku yang tidak ingin direpotkan oleh para wanita pemuja Papa, tetapi juga tentang masa depan Papa. Aku tahu, Mama tidak akan pernah tergantikan di hati kita ... namun, hidup harus terus berjalan. Papa butuh pendamping dan aku sudah merestuinya," kata gadis itu panjang lebar.

Helaan napas keluar dari mulut Ari. "Papa akan mulai memikirkannya, tapi biarkan Papa sendiri yang mencari. Toh, Papa memiliki banyak kenalan, jadi kamu tidak perlu repot-repot menjodohkan Papa!" Tegas Ari kemudian.

Tika yang semula tersenyum sumringah sontak memajukan bibirnya beberapa milimeter. Gadis itu tahu benar seperti apa wanita-wanita yang ada di sekitar Ari. Bagi Tika, pergaulan di kalangan atas justru jauh lebih buruk. Hal itu membuat Tika enggan banyak mengenal orang di sekitar Ari. Itu lah mengapa dia melarang Ari banyak berinteraksi dengan mereka bila di luar kantor.

Tika sudah bisa membayangkan seperti apa wanita yang akan Ari pacari nanti. Wajahnya mungkin tampak cantik, tetapi dengan dandanan yang luar biasa mewah hingga membuat siapa pun yang melihatnya jadi sakit mata. Belum lagi gaya berpakaiannya dan gaya berjalan wanita itu.

Tika refleks menggelengkan kepala, merasa merinding sendiri. "Aku tidak mau Papa dekat dengan wanita-wanita sosialita kenalan Papa!" serunya tegas.

"Loh, kenapa? Mereka baik-baik kok!" kata Ari.

Tika mencibir. "Mereka baik karena bisnis dan status Papa!" jawabnya ketus.

Lagi-lagi Ari hanya bisa menghela napas. Benar kata orang-orang sekitarnya, bahwa mengurus anak remaja diusia pubertas adalah hal yang sangat menguras tenaga. Ari lebih baik dihadapkan dengan klien-klien paling menyebalkan dari pada harus berbicara dengan putrinya soal ini.

"Pa, a—"

"Pembicaraannya cukup sampai di sini, Nak! Sekarang habiskan makananmu dan kita pulang."

Tika bungkam. Dalam hati dia bersumpah akan menjambak siapa pun wanita yang menjadi pendamping sang ayah bila dari kalangannya.

Pokoknya aku harus mengenalkan Bu Anissa dengan Papa, entah bagaimana pun caranya! Batin gadis itu.

...**********...

Setelah melewati beberapa pelajaran hari ini dengan perasaan jenuh, akhirnya senyum Tika melebar kala guru yang ditunggu-tunggunya datang. Siapa lagi kalau bukan Bu Anissa, guru bahasa indonesia yang menjadi incarannya.

Seperti biasa, Bu Anissa tampil sederhana tetapi elegan dengan seragam batiknya. Rambut panjangnya terkuncir rapi menggunakan sebuah ikat rambut berbulu yang sangat cantik. Suaranya terdengar merdu saat menyapa, apa lagi saat memanggil nama murid satu persatu termasuk dirinya.

"Artika Celia Wiguna." Bu Anissa kembali memanggil nama Tika. Namun, gadis itu masih saja termangu sembari menatap wajah cantik sang ibu guru.

"Artika," panggil Bu Anissa sekali lagi.

Sebuah hantaman buku yang dilayangkan Vira tepat mengenai bahunya, membuat Tika langsung tersadar dan mengaduh kesakitan.

"Apaan sih!" seru Tika marah.

"Bu Anissa manggil tuh! Absensi!" seru Vira ketus.

Tika terkejut lalu menjawab kehadirannya. Gadis itu hanya bisa meringis kala Bu Anissa mengancam akan memberi alfa bila dia tak kunjung menjawab.

"Maaf, deh, Bu," ucap Tika malu.

Bu Anissa menggelengkan kepala sebelum kemudian melanjutkan absensinya hingga selesai.

Tak seperti biasanya pada pelajaran Bu Anissa kali ini Tika dengan penuh semangat selalu rajin menghampiri meja beliau untuk menanyakan beberapa hal tentang pelajaran. Hal tersebut tentu membuat seisi kelas keheranan.

Tika memang termasuk siswi aktif. Nilainya pun tidak terlalu buruk dan selalu mendapat sepuluh besar. Namun, rasanya kali ini ada yang berbeda dari diri gadis itu. Tika kelewat bersemangat. Tampaknya sudah belasan kali dia datang ke meja Bu Anissa hanya untuk menanyakan hal sepele.

"Kamu ngapain sih, Tik?" tanya Marta yang jengkel melihat kelakuan Tika.

"Ck, mau ngetest ingatan calon ibu tiri! Jangan sampai beliau lupa sama aku, gtu!" jawab Tika santai.

"Dih, yang ada Bu Anissa ilfil sama kamu. Kalau pun ingat ya karena tingkahmu yang cari-cari perhatian itu!" celetuk Yuli.

Mendengar hal tersebut, Tika langsung menutup mulutnya dengan mata terbelalak. "Beneran?" tanya gadis itu.

Mereka menganggukkan kepala.

Tika tercengang selama beberala saat sebelum kemudian tersenyum santai."Biarin ahh!" serunya seraya menjulurkan lidah ke arah Marta dan Yuli yang duduk tetap di sebelahnya.

...**********...

Wajah Tika mendadak tertekuk, tatkala mendapati sang ayah tengah dikerubungi oleh beberapa orang ibu-ibu yang merupakan penghuni sekolah, seperti guru dan karyawan. Satu dua orang pemilik kantin pun tampak hadir di sana.

Mereka semua terlihat sangat bahagia berbincang dengan sang ayah. Bahkan tawa pun keluar dari sekumpulan orang-orang itu.

Tika tentu saja tidak senang melihatnya. Namun, tidak dengan sang ayah. Beliau tampak selalu ramah menanggapi wanita-wanita tersebut, meski tahu niatan mereka Jika dilihat secara kasat mata, Ari tak ubahnya seorang pria playboy yang gemar berdekatan dengan lawan jenis, padahal aslinya dia hanya mencoba untuk ramah agar tidak menyakiti hati mereka.

"Tika!" Melihat kedatangan Tika, Ari bergegas memanggil. Pria itu lalu terlihat berbincang singkat pada mereka seraya membungkukkan badannya sekilas, sebelum akhirnya menghampiri Tika.

"Papa udah dari tadi sampai?" tanya Tika.

"Lima belas menit." Jawab Ari.

"Jangan ramah-ramah sama mereka apa, Pa!" seru Tika.

"Mereka siapa?" tanya Ari yang tidak mengerti.

"Ck, sama wanita-wanita yang mendekati Papa tadi!" sahut Tika ketus.

"Oh ... ya tidak mungkin, Nak. Papa tidak enak. Lagi pula mereka hanya mengajak Papa berbincang saja, tidak lebih."

Tika mengerucutkan bibirnya. "Di mata Papa mungkin iya, tetapi tidak di mataku yang peka ini. Jelas-jelas mereka ada maksud terselubung ke Papa!"

"Ya sudah, ya sudah, sekarang ayo kita makan siang, Papa hari ini pulang cepat," ujarnya demi mengalihkan pembicaraan.

"Kalau begitu, jangan langsung pulang ya Pa!" kata Tika.

"Oke!"

Terpopuler

Comments

Bundanya Pandu Pharamadina

Bundanya Pandu Pharamadina

marathon
mbak Author
👍❤🙏

2023-10-23

1

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

Hwaiting Kk
RY Benci Pakpol Mampir

2023-05-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!