Sampah Sepertiku Mempunyai Body Goals Yang Baru
Daftar bolos ada di depan mata Ratih dari kepala sekolah. Matanya membulat tidak percaya, tapi itulah kenyataannya. Seketika Ratih menoleh, memandangi cucunya yang terus diam menunduk takut.
"Kenapa kamu tidak pernah masuk, apakah kamu memiliki masalah?" tanya perempuan tua itu dengan suara beratnya namun dia usahakan untuk lembut.
Edo yang di tanya hanya diam, menunduk takut di hadapan neneknya juga kepala sekolah di ruangannya.
Tubuhnya gemetar, bibirnya seolah terkunci dan tak mampu mengatakan apapun meski sang nenek Ratih sudah bertanya berkali-kali.
Ada apa dengan cucuku?
Hanya itulah yang ada di benak Ratih saat ini. Cucunya tidak masuk sekolah, bolos beberapa hari hingga membuat dia di panggil oleh pihak sekolah.
Jika di tanya, Ratih juga tidak tau apa alasannya karena Edo juga tidak pernah mengatakan apapun, dia selalu diam dan tidak bercerita. Ratih juga awalnya tidak percaya, Edo selalu berangkat dari rumah, tapi dia tidak sampai ke sekolah, lalu dia pergi ke mana?
Semenjak kecelakaan mobil yang membuat kedua orang tuanya meninggal Edo hanya tinggal bersama dengan Ratih. Dia selalu melimpahi kasih sayang, tak mau sampai Edo kekurangan.
"Edo, katakan sama nenek," Ratih kian kesal namun dia masih berusaha untuk bersabar. Tapi Edo tetaplah diam.
Kedua tangannya terus menyatu dan memijat satu sama lain, mempertandakan bahwa dia sangat takut. Tapi Edo juga lebih takut lagi jika bercerita.
"Edo, jawab pertanyaan nenekmu. Kenapa kamu selalu diam seperti ini? Kalau ada masalah cerita, siapa tau bapak bisa bantu," ujar kepala sekolah. Pak Sasongko.
Edo hanya menggeleng, itupun tetap tak mau mengangkat wajahnya. Dia terlalu takut untuk bercerita.
Pembullyan dari teman-temannya di sekolah, bagaimana perlakuan mereka yang buruk, itulah yang Edo ingat saat ini. Hanya karena tubuhnya yang gemuk dan lemah.
Edo selalu saja di intimidasi oleh mereka, tak jarang juga di pukul hingga dia semakin lemah dan takut tapi dia tidak pernah berani melawan. Dia tidak memiliki keberanian itu.
Karena terlalu sering mendapatkan perlakuan buruk itulah yang membuat Edo menjadi takut dan malas datang ke sekolah. Dia takut akan mendapatkan perlakuan yang sama atau mungkin malah lebih parah dari sebelumnya.
"Mengingat Edo anak yang pintar, dan juga berbagai prestasi yang dia punya, saya akan beri satu kesempatan untuknya. Saya harap Edo mau berubah dan akan selalu datang ke sekolah," ujar Pak Sasongko setelah keputusan yang sudah dia pikirkan matang-matang.
Ratih menoleh, tentu dia merasa sangat bersyukur karena ketakutan akan cucunya yang di keluarkan tidak terjadi.
"Terima kasih, Pak. Saya selaku wali dari Edo meminta maaf karena Edo. Saya akan berusaha untuk terus membuat dia berangkat dan lebih rajin lagi." ucap Ratih. Lega rasanya.
"Sama-sama, Bu. Tolong kerja samanya untuk membuat Edo mengerti."
"Pasti, Pak."
Apapun yang mereka katakan tetap tak membuat Edo berbicara, dia tetap diam tanpa mengatakan apapun.
~~~\`\`
"Hey gendut, sini loh!"
Tubuh Edo kembali gemetar takut, berjalan penuh keraguan padahal dia baru saja mau memasuki gedung sekolah tapi sudah di hadang oleh anak-anak nakal yang selalu menindasnya.
"Lelet amat sih, dasar lemah! Sini cepat!" ucapnya lagi. Ketua anak nakal yang di belakangnya ada beberapa anak buahnya.
Tatapan mereka begitu tajam, terlihat begitu garang dengan menatap Edo yang terus berjalan meski dengan sangat pelan.
"Hey sobat, kenapa kamu tidak pernah masuk. Kamu menghindari kami?!" tanyanya. Tangannya langsung merangkul Edo tapi dengan aura wajah dingin menakutkan. Sementara yang lain hanya tertawa sinis ketika Alex ketua mereka merangkul sok akrab, padahal itu adalah sebuah penekanan yang luar biasa.
"Sa-saya," Edo begitu takut. Dia menunduk. Bayangan akan perlakuan buruk mereka terus saja berputar bagai kaset di ingatannya.
"Mana uang yang aku minta!" Tangannya terangkat, menengadah di depan wajah Edo yang masih ada di rangkulannya.
"Sa-saya tidak ada uang," Jawaban Edo terdengar gagap, dia juga tak berani memperlihatkan wajahnya pada Alex. Pasti sekarang wajahnya begitu garang karena Edo yang tak memiliki uang yang dia minta.
Bukan hanya di bully, di sakiti, dan juga di hina, tapi Edo juga selalu di mintai uang jajannya oleh mereka.
Seperti kemarin saat Alex kalah judi, dia meminta uang pada Edo. Dia mengancam, memaki bahkan juga memukulinya saat Edo tak bisa memberikan. Itu sebabnya Edo tak berangkat sekolah, dia terus bersembunyi di suatu tempat karena takut.
'Kalau tidak punya uang, cari uang nenekmu!' kata Alex saat itu.
Bagaimana mungkin Edo berani untuk mencari uang nenek, dia juga tau kalau neneknya tak ada uang. Itu sebabnya Edo terus menghindar.
"Kemarin tidak ada, sekarang tidak ada lagi! Kamu tuh becus nggak sih cari uang nenek mu!" Ucapan Alex sudah mulai meninggi, kian tumbuh amarahnya karena keinginannya tak di berikan.
"Sa-saya benar-benar tidak ada uang." Edo semakin ketakutan. Wajah Alex kian garang dan kini sudah melepaskan tangannya dari Edo dengan kasar juga dengan dorongan.
Tatapan tajam dari Alex dan teman-temannya membuat Edo kian gelisah, dia terus menunduk takut di hadapan mereka semua.
Bugh bugh bugh!
Dan ternyata benar, kegelisahan Edo menjadi kenyataan saat anak buah Alex memukulinya atas perintah Alex dengan bahasa isyarat matanya.
"Jangan, jangan pukul saya, jangan!"
"Dasar lemah! Badan saja yang besar tapi tidak berguna sama sekali!" umpat salah satunya dan kembali memukuli Edo. Dika.
"Ampun, jangan pukul saya. Aw! Aw!" Merintih juga sesekali mendesis karena sakit. Edo juga sudah menangis karena dia benar-benar merasakan sakit saat mereka terus memukulinya.
Terus Edo memohon untuk tidak di pukul, memohon ampun meski dia tidak bersalah tapi tetap saja mereka melakukannya.
"Jangan, akk akk!" Teriak Edo. Semakin mereka senang dan tertawa bahagia saat melihat Edo yang kesakitan akibat ulah mereka.
Tawa mereka terus menggelegar bersamaan dengan aksi yang menyakiti Edo.
"Hey! Apa yang kalian lakukan!" Seru seseorang dengan suara lantang dan juga terdengar menggelegar.
Mereka semua berbalik badan dengan cepat, melihat Ratih yang berjalan kian dekat.
Alex sedikit takut, wajah neneknya itu ternyata begitu mengerikan dari apa yang dia pikirkan sebelumnya.
"Ki-kita hanya bermain game kok, Nek," ucap Alex gagap. Berdiri dengan tubuh yang sedikit gemetar tegang.
"Bohong! Katakan dengan jujur, apa yang kalian lakukan padanya!" Suara Ratih kian melengking tajam membuat Alex dan teman-temannya takut. Jelas saja.
"Be-benar, Nek. Kami tidak melakukan apapun, kita hanya bermain saja, iya kan?" Tanya Alex pada Edo. Pura-pura merangkul hangat hanya untuk menyembunyikan kelakuannya.
"Bohong! Kalian harus ikut saya ke kepala sekolah sekarang juga."
"Tidak tidak! Jangan nek. Kami sungguh hanya bermain saja. Iya kan?" Alex kian mendekat pada Edo.
"Katakan iya, atau kamu akan menyesal," Bisik Alex pada Edo.
"Cepat, ikut saya ke kepala sekolah. Kalian harus mendapatkan hukuman!" Tegas Ratih.
"Be-beneran, Nek. Kami hanya bermain saja." Jawab Edo gugup.
"Nenek lebih baik minta maaf pada mereka. Jangan buat Edo malu, Nek." Edo tetap gugup. Bagaimana bisa dia malah meminta Ratih untuk meminta maaf.
"Edo!" Ratih begitu geram, tentu dia juga sangat kecewa dengan Edo yang lebih menutupi kesalahan mereka bahkan meminta dia juga minta maaf.
"Nek, Edo mohon." Ucapnya dengan wajah memelas. Edo hanya takut kalau sampai Alex dan teman-temannya akan berbuat sesuatu padanya juga pada neneknya. Sungguh, orang lemah seperti dirinya hanya selalu ada rasa takut.
Semakin kesal Ratih saat ini pada Edo.
"Nenek, minta maaf pada mereka!" suara Edo sedikit berteriak. Dia kesal karena Ratih masih tak percaya.
Ucapan Edo jelas membuat Ratih terkejut, cucunya berani bicara dengan nada tinggi padanya. "Nenek minta maaf," Dengan terpaksa Ratih minta maaf, juga dengan wajah penuh kekecewaan.
Mereka semua terlihat bahagia karena Edo patuh. Dengan hati yang berseru Alex merangkul Edo untuk semakin meyakinkan Ratih kalau mereka tidak ada apa-apa. Dengan kecewa Ratih pergi dari sana.
Hembusan nafas lega keluar dari mereka semua, tangan Alex juga cepat dilepaskan dari Edo.
"Jangan pikir urusan kita beres, loh harus mengerjakan tugas kami. Ingat! Setelah istirahat harus sudah selesai, awas kalau belum." Ancam Alex.
Tak lagi mereka memukul Edo, tapi ya itu, tugas mereka harus beres oleh Edo. Nasib nasib.
~~~\`\`
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ
edo ada maksud lain Kenapa ia berbohong
2023-05-01
2
Putri Minwa
semangat
2023-05-01
2
тαуσηg
mungkin ada sebab nya dan ada alasannya kenapa Edo bisa bolos, bukan karena nakal mungkin ada alasan tersendiri... nyimak dulu
2023-05-01
2