Makan malam yang sangat sederhana yang Ratih masak untuk dirinya juga Edo. Tak ada makanan yang bisa dia beli selain hanya mie instan yang di dalamnya di tambah beberapa helai sayur juga telur saja.
Meski hanya makanan yang dibilang sangat sederhana tapi tetap membuat Ratih merasa sangat bersyukur setidaknya dia bisa makan, juga memberi cucunya itu makan. Dan senangnya lagi karena Edo tidak pernah mengeluh dengan apa yang dia dapat, dia selalu menerimanya.
Hidup mereka sangat susah jangankan untuk membeli daging atau lauk pauk sejenisnya, untuk membeli beras untuk makan sehari-hari saja Ratih tak mampu.
Tak memikirkan protein untuk memenuhi kebutuhan tubuh mereka, tak memikirkan nilai gizi dalam makanan yang mereka makan, yang terpenting bisa makan dan mengenyangkan itu sudah membuat Ratih senang. Sebenarnya dia ingin memberikan makanan yang bergizi dan juga tentunya berprotein untuk Edo, tapi bagaimana lagi kalau dia tidak sanggup untuk membelinya.
Tak ada harta yang dia punya, hanya ada beberapa ayam saja yang Ratih rawat di balik pintu belakang. Bukan hanya sebagai pengisi kegiatan tapi juga untuk tabungan jika sewaktu-waktu Ratih butuh uang dan itu bisa dia jual.
Ratih terus melihat Edo yang ada di hadapannya, yang tengah memakan mie buatannya.
Edo hanya terus makan, tapi itu dengan malas juga tak melihat Ratih sama sekali, dia terus menunduk. Ada rasa bersalah karena sempat berbicara dengan nada tinggi pada Neneknya. Menyesal, jelas saja Edo sangat menyesal.
"Beberapa kali kamu menyebutkan ingin pindah sekolah padaku. Jika kamu ingin, mari kita pindah," ucap Ratih tiba-tiba.
Meskipun Ratih sadar dia tidak memiliki banyak uang tapi demi kenyamanan Edo dalam belajar dia akan mengusahakannya, Dia sangat menginginkan Edo bisa belajar dengan baik dan bisa menjadi orang yang pintar.
Edo langsung menghentikan makannya, namun terus diam tak menjawab tapi dia menggeleng karena merasa tidak setuju dengan perkataan Ratih.
Edo tidak mau membuat neneknya semakin terbebani karena dirinya.
Edo beranjak, berbalik lalu berjalan menuju kamar dan meninggalkan Ratih juga makan malamnya.
Ratih hanya diam, menghela nafas panjang yang terasa berat melihat kepergian Edo dengan perasaan tak tega. Meski Edo tidak mengatakan tapi dia tau kalau dia menyimpan sesuatu, dan hal itu sangat menekan dirinya.
"Nenek tau kamu, Do." gumamnya dengan sangat lirih.
~~~\`\`\`
Terduduk lemas Edo di kamar.
"Aku harus bagaimana, apa yang harus aku lakukan?" gumamnya.
Edo menangis di depan meja belajar saat dia niatnya untuk mengerjakan tugas. Fokusnya hilang terganti dengan masalah yang dia alami sekarang.
Ingin dia pindah, tapi dia juga tau pindah membutuhkan biaya yang tidak sedikit, neneknya tak punya uang dan jelas tak akan mampu untuk membayarnya.
Bukan itu saja, tetapi jika dia pindah belum tentu dia akan mendapatkan teman yang baik, bisa jadi dia masih tetap mendapat pembullyan dari teman barunya. Bisa jadi itu lebih parah. Di manapun dia berada, orang lemah seperti dirinya tidak akan pernah luput dari pembullyan.
Tapi, jika mengingat perlakuan Alex dan semua temannya, juga mengingat perlakuan preman kecil yang lebih mengerikan yang selalu menindas di luar sekolah membuat Edo ingin menyerah.
'Apa lebih baik aku mengakhiri hidupku saja?' batin Edo. Seolah habis tak ada harapan.
Begitu suram hidup Edo, begitu menyedihkan dengan nasib yang sangat buruk.
Hatinya begitu tertekan karena apa yang selalu dia dapatkan setiap harinya. Begitu sedih, putus asa hingga berpikir lebih baik untuk mengakhiri hidupnya. Mungkin itu lebih baik.
Orang yang sedang putus asa dan merasa tak ada jalan lain pasti hanya kematian yang di pikirkan, dan itulah yang terjadi pada Edo sekarang. Hanya kematian yang terasa menjadi jalan pintas untuk mengakhiri penderitaannya.
"Seandainya aku adalah seorang pelatih kebugaran? Tinggi, kuat bahkan pelatih taekwondo pasti aku bisa menghentikan pembullyan yang selalu mereka lakukan. Aku bisa melumpuhkan mereka, bisa menjatuhkan mereka dalam sekali gerakan." gumamnya lagi yang mulai berbelok dari angan sebelumnya.
Angan-angan yang tau pasti tidak akan pernah terjadi. Tapi, hanya dengan berangan saja bisa membuat Edo lebih baik. Setidaknya dia bisa menyampingkan pikirkan tentang penindasan di sekolah meski hanya sebentar saja.
Hatinya terasa senang, mampu menghadirkan senyum meski tak seberapa. Edo bisa merasakan kesempurnaan itu meski itu hanya berada dalam angan saja.
~•~
Edo menggeliat, matanya mulai terbuka dan ternyata itu masih tengah malam. Perlahan Edo turun, berjalan dengan malas menuju ke kamar mandi.
Rasa lelahnya akan hidup membuat dia juga lemas sekarang saat kembali membuka mata, tak ada semangat untuk hidup.
"Astaga!" Edo begitu terkejut saat menatap pantulan dirinya di depan cermin di kamar mandi. Ada yang berbeda, bahkan sangat berbeda dari biasanya.
Wajahnya berubah menjadi tampan, tubuhnya juga menjadi tinggi juga tentunya dengan berotot.
"Apa yang terjadi?" gumamnya menatap dirinya dengan sangat bingung. Bagaimana bisa, tadi saat dia tidur dia masih seperti biasa, tapi kenapa sekarang berubah menjadi sangat berbeda?
Edo sangat percaya dan sadar itu dirinya, tapi tubuh yang sekarang ada di hadapannya bukanlah tubuhnya sendiri. Lalu tubuh siapa?
Edo sangat bingung, terus dia menatap dirinya dalam cermin juga terus mengenali siapa yang ada di hadapannya yang jelas itu bukan dirinya. Dia terlalu sempurna untuk dirinya yang gemuk dan juga sangatlah jelek.
"Apa aku pergi ke kamar nenek untuk memberitahunya?" tanyanya pada diri sendiri. Langsung dia membalik.
Ingin Edo melangkah tapi baru satu langkah dia kembali memutar ke arah cermin Dia sangat ragu untuk mengatakan kepada neneknya. Dia takut saja jika neneknya akan bertingkah yang tidak tidak.
"Bagaimana kalau sampai nenek di sangka gila?" gumamnya lagi. Terus Edo menimang-nimang keputusan apa yang akan diambil saat ini. Yang jelas dia sangat bingung dengan perubahan dirinya yang menjadi sangat sempurna.
"Apakah aku hanya mimpi?" gumamnya lagi. Kembali Edo bercermin, memperlihatkan kedua pipi dengan bergantian begitu juga dengan semua yang ada pada wajahnya yang sangat berbeda dari sebelumnya.
Dengan sangat ragu dan juga terus berpikir Edo kembali ke kamarnya sendiri. Tapi begitu dia ingin kembali tidur dia menyentuh ada orang yang juga tidur di atas ranjangnya, jelas Edo langsung terperanjat dia sangat takut.
"Dia siapa?" Kembali Edo bertanya-tanya, sebenarnya siapa yang tidur di atas ranjangnya. Dan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, keduanya membuat dia begitu bingung.
Edo putuskan untuk menyalakan lampu untuk melihat siapa yang ada di atas tempat tidurnya saat ini, yang sama sekali tidak bergerak. Apakah dia tidur atau mati?
Klek!
Betapa terkejutnya Edo saat melihat siapa yang ada di atas ranjang, ternyata itu adalah tubuhnya sendiri. Tubuhnya yang gemuk dan menjijikan itu tertidur di atas ranjang dengan begitu lelapnya.
"Apa yang terjadi?" Edo semakin bingung dengan apa yang terjadi kepada dirinya. Kenapa bisa dia berada dalam dua tubuh yang berbeda.
"Ini siapa?" ucapnya dengan menunjuk dirinya sendiri yang tersadar sekarang.
~••~
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Miya<
Lookism?
2023-08-09
4
🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ
siapa dia
2023-05-01
2
Putri Minwa
itu mungkin karena Edo terlalu banyak berhalusinasi kali
2023-05-01
2