Mata kian membulat dari semua berandalan yang masih setia berdiri. Melihat bos mereka yang sudah jatuh setelah terbang begitu tinggi lalu melihat ke arah Edo, jelas kemarahan akan semakin besar.
Mereka tidak terima bos nya di perlakuan seperti itu, jelas saja, mereka sangat percaya dan menghormati bosnya meski sekarang kalah.
"Kamu! Berani-beraninya kamu melakukan itu pada bos kami," ucapan dan tatapannya sama-sama begitu bengis pada Edo yang terlihat santai dan tak ada rasa takut sama sekali. Edo hanya memicing kecil saja ke arah mereka yang terlihat begitu tak menyukainya.
"Rasakan ini!" teriaknya. Berlari dengan cepat. Kakinya mengayun dengan begitu lincah dan ingin menendang Edo setelah sampai di hadapannya.
Wajahnya begitu geram dengan kemerahan, kakinya sudah terangkat hingga melayang tepat di hadapan Edo untuk menendangnya.
Tapi tidak! Kecepatannya tak bisa di bandingkan dengan kecepatan Edo saat menangkap kakinya. Begitu pesat, bahkan pergerakan tangannya seakan tak di sadari oleh berandalan tersebut.
Cek!
Sekali bergerak tangan Edo sudah berhasil memegangi pergelangan kakinya, meski dia sangat cekatan tapi dia tetap tenang.
"Arghh!" teriak Edo. Menarik dan mengangkat kaki berandalan tersebut lalu berhasil melemparkannya. Membuat tubuhnya melayang dan membumbung tinggi.
Akk!!
Berandalan itu terbang seperti burung terkena badai, terus berputar-putar. Sama persis dengan bosnya yang terbang tinggi karena satu gerakan dari Edo. Begitu juga dengan dia yang langsung mendarat tak jauh dari bosnya berada.
Brukk!
Seakan runtuh tulang belulangnya saat mendarat di tanah dengan begitu keras. Bukan hanya punggung saja, tapi seluruh tubuhnya terasa remuk.
Tak hanya satu berandalan itu yang berniat melawan, mereka semua jelas tak terima bos dan juga temannya di perlakuan seperti itu.
"Kurang ajar!" suaranya melengking keras, begitu jelas sampai pada telinga Edo yang tetap tenang bahkan tengah menepuk- nepuk kedua telapak tangannya yang terasa kotor setelah menggenggam pergelangan kaki berandalan yang sudah dia buat meringis kesakitan dan tak kuat untuk berdiri.
"Rasakan ini!" Bukan hanya satu, tapi beberapa berandalan yang tersisa semuanya serempak berlari untuk membalas yang sudah Edo lakukan.
Mereka berlari, berniat melumpuhkan Edo dengan cara mengeroyoknya, pasti mereka akan menang dengan cara seperti itu, itulah keyakinan mereka.
Tapi tidak! Keyakinan hanya tinggal keyakinan setelah mereka semua di kalahkan satu persatu oleh Edo dengan satu gerakan. Semua langsung terkapar di tanah, bahkan ada juga yang sampai keluar dari kandang tersebut saking jauhnya Edo melemparkannya.
Semua meringis kesakitan, tak mampu lagi untuk melawan. Jangankan untuk melawan, berdiri saja susah.
"Kabur kabur!" Arahan di berikan oleh bos mereka, meski terlihat kesakitan namun mereka akhirnya bisa berdiri, kabur dari hadapan Edo yang tetap tenang dan bersikap seolah tak terjadi apapun barusan.
Sungguh miris saat melihat tubuhnya yang gemuk tergeletak di lantai. Keadaannya sangat buruk yang tak sadarkan diri akibat ulah dari para berandalan yang telah menyiksa dirinya tanpa ada rasa kemanusiaan.
"Hem," Edo hanya menggeleng saja, menghampiri tubuh gendutnya dan bergegas membawanya masuk. Begitu ringan dia melakukan, memikulnya seperti karung beras yang penuh. Hingga sampai di dalam kamar.
Sempurna. Itulah yang patut di sematkan pada tubuhnya yang tersadar sekarang, dia memiliki banyak kelebihan yang tidak di miliki oleh tubuhnya yang gendut. Bahkan dia begitu mudah membawa tubuhnya itu masuk, terasa begitu ringan padahal jika di lihat perbandingannya juga sangat jauh. Tapi ternyata kekuatannya melebihi dari tubuh yang gempal, bulat dan juga sangat menjijikkan itu.
Cekatan, kesadaran penuh, dan kekuatannya sungguh tak dapat dibandingkan dengan tubuh yang gemuk. Kekuatannya dalam bertarung tak dapat di ragukan lagi, dia bisa melumpuhkan musuh dengan mudah. Sungguh, Edo begitu bersyukur, tubuhnya yang sempurna itu sama persis dengan apa yang dia minta pada sang Tuhan.
Seketika Edo berlutut, lalu bersujud sebagai ungkapan terima kasihnya pada Sang Tuhan dengan semua yang sudah dia dapatkan, meski dia masih suka bingung, kenapa bisa jadi seperti itu?
~~~~~••
Melihat neneknya yang terlihat begitu lelah, baru kembali dari pekerjaannya. Edo buru-buru mengganti tubuhnya ke tubuh yang gendut. Dia harus bergerak cepat, tak boleh neneknya tau apa yang dia rahasiakan saat ini. Dia juga harus secepatnya membersihkan dirinya yang kotor.
Ratih terduduk di kursi kayu yang sudah lapuk, menyandarkan punggungnya sekedar untuk mengusir lelah setelah seharian bekerja. Bukan pekerjaan yang dapat di banggakan, pekerjaan yang hanya memungut sampah saja.
Tubuh Edo yang lemah, membuat dia tak bisa melakukan apapun apalagi untuk bekerja. Membantu neneknya itu juga tidak mungkin karena dia merasa sangat jijik jika harus berhadapan dengan sampah-sampah yang jelas sangat bau dan menjijikkan.
Karena pekerjaan neneknya itu jugalah yang membuat Edo menjadi sering di bully oleh teman-temannya, bahkan dengan begitu songongnya mereka juga sering menertawakan Edo, juga neneknya yang hanya keluarga miskin dengan pekerjaan yang mereka rasa sangat hina.
"Kasihan nenek, nenek pasti sangat lelah setelah bekerja," gumam Edo. Mengintip kecil dari pintu kamar yang terbuka sedikit.
Melihat itu hati Edo begitu terenyuh, dia sangat kasihan.
"Nenek sudah berjuang banyak, masak aku hanya diam saja," Edo membuka pintu lebar, keluar lalu menutup pintunya lagi. Berjalan mendekati Ratih yang terlihat memejamkan mata meski Edo yakin beliau tidak tidur.
Melihat keadaan Ratih, Edo berinisiatif untuk membereskan rumah, setidaknya dia bisa membantu Ratih dengan itu dan bisa meringankan pekerjaannya.
"Do, apa yang kamu lakukan?" Suara yang di hasilkan dari pergerakan Edo yang tengah memulai beres-beres membuat Ratih membuka mata, duduk dengan tegak lalu melihat cucunya.
"Ini, Nek. Edo mau bantu beres-beres. Nenek istirahat saja kalau lelah," ucapnya. Edo tersenyum manis, dan kembali melanjutkan apa yang sudah dia mulai.
"Tidak usah, biarkan nenek saja yang melakukannya," Ratih beranjak, menghampiri Edo dan mengambil kemoceng yang sudah dia bawa.
"Tapi, Nek. Nenek pasti sangat lelah kan? Biar Edo bantu, Nek."
"Tidak, biar nenek saja. Lebih baik kamu belajar yang baik." Dengan lemah lembut Ratih berbicara.
Tak di biarkan Edo mengerjakan pekerjaan rumah oleh Ratih, dia selalu melarangnya dan terus saja meminta Edo belajar dan belajar.
"Tapi, Nek?"
"Sudah, belajarlah."
Luluh sudah hati Edo kalau neneknya sudah seperti itu, dia tak akan berani menentangnya. Satu-satunya jalan hanyalah menurutinya dan berusaha membuat neneknya bangga dengan keberhasilan.
~~~~~~••
Hanya selalu makanan sederhana yang akan menjadi makan malam untuk Edo dan neneknya. Hanya mie rebus, itupun sudah terasa nikmat dan bisa menjadi pengganjal perut untuk menemani mereka.
Ratih tersenyum sejenak saat menatap Edo, meski dengan segala kekurangannya tapi dia tetap bersyukur. Dia juga senang karena bisa selalu memberi makan Edo dan dia yang tak pernah mengeluh dengan semua pemberiannya. Dia selalu menerima dengan senang.
"Nek, Edo ingin pindah sekolah," ucap Edo. Seketika membuat Ratih menatapnya kembali dengan lekat.
~~~~~~••~~~~~~
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Inyoman Raka
edo smp atU sma,
2023-08-26
2
____₥ʉ₦₳___
Mau pindah kemana do, semoga dapat teman-teman yang baik lah
2023-04-29
5
____₥ʉ₦₳___
Edo tampan dah beraksi, yok hajar mereka semua aku bantu doa dari sini 😎😎😎
2023-04-29
6