Biarkan Aku Bahagia

Biarkan Aku Bahagia

Sayang

Dalam sorot lampu yang tidak begitu terang, diatas ranjang besar yang begitu nyaman, dalam balutan selimut tebal itu ada dua tubuh yang menyatu.

Rintihan, *******, tangisan, terdengar seolah menyempurnakan malam ditengah guyuran hujan deras.

"Hentikan," ucap Nabilla lemah.

"Sabarlah, sebentar lagi ini akan berakhir."

Hentakan itu dirasa semakin menyakitinya, ini sudah terlalu lama, Nabilla tidak tahan lagi dengan keadaan ini.

Nafas keduanya tertahan, saat Nabilla mendengar erangan dari mulut Axel, hingga pergerakan itu terhenti dan tubuh Axel yang menimpa tubuhnya.

"Ini menyenangkan, kamu begitu hebat."

Nabilla memejamkan matanya, suara Axel terdengar menakutkan oleh telinganya.

Berulang kali Axel menciumi wajahnya, apa yang telah dilakukannya, bisa sekali Nabilla memberikan tubuhnya seperti itu.

 -----

"Nabilla, bangun Sayang."

Nabilla terusik dari tidurnya, ia melihat sekitar, ruangan itu dikenalinya.

"Billa."

Nabilla duduk, ia melihat jam di meja sampingnya, jam 7 pagi.

"Nabilla, kamu belum bangun?"

"Aku sudah bangun, aku akan keluar 10 menit lagi."

Tak ada jawaban, Nabilla menggacak rambutnya, gerah sekali pagi ini.

Ia lantas turun dan berjalan ke kamar mandi, kegiatan rutin pagi hari membersihkan tubuh, adalah hal yang senang dilakukan Nabilla.

Wanita berusia 22 tahun itu sangat menyukai air, ia selalu berlama-lama jika sedang berurusan dengan air.

"Mana Nabilla?"

"Dia baru saja bangun, katanya 10 menit akan turun."

"Bohong sekali dia."

Di ruang makan, Wika dan Hendra tampak berbincang, mereka adalah orang tua Nabilla.

Selang beberapa saat, Nabilla akhirnya turun, ia tersenyum menyapa kedua orang tuanya.

"Benar ya 10 menit," ucap Hendra.

Nabilla mengangguk pasti, setelah memeluk keduanya bergantian, Nabilla lantas duduk dan langsung mengisi piring makannnya.

"Apakah kamu lapar sekali?" tanya Wika.

"Aku tidak makan sejak kemarin, pastilah aku lapar sekali."

Ketiganya tersenyum bersamaan, baguslah Nabilla masih suka makan, wanita itu sangat takut dengan berat badan berlebihan sehingga selalu saja menunda makan.

"Nabilla, Mama sama Papa mau pergi ke luar Kota, kamu mau ikut?" tanya Hendra.

"Tidak, mana bisa seperti itu, bagaimana dengan pekerjaan ku nanti."

"Seharusnya Papa tidak perlu pertanyakan itu, jawabannya sudah bisa ditebak."

Hendra tersenyum dan mengangguk, mungkin saja Hendra mengharap jawaban lain kali ini.

Tapi ya sudahlah, Nabilla memang selalu saja memikirkan pekerjaannya, bahkan meski ia adalah pemimpin perusahaan yang bisa saja memberikan perintah pada yang lain.

"Berapa lama kalian pergi?"

"Kali ini kita akan lama pergi, makanya kami ajak kamu juga."

"Baiklah, bersenang-senanglah Papa sama Mama, jangan fikirkan aku disini, aku sudah biasa ditinggalkan sendirian."

"Apa kami harus siapkan pembantu?"

"Tidak perlu, aku bisa sendiri."

"Baiklah, tentu saja Mama percaya kalau kamu anak yang mandiri."

Nabilla tersenyum, ia menarik turunkan alisnya penuh kebanggaan.

Nabilla bukan orang yang manja, dia selalu bisa melakukan semuanya sendiri, bertanggung jawab atas langkahnya sendiri.

"Bagaimana kabar Axel, kenapa beberapa hari ini dia tidak terlihat datang?" tanya Hendra.

Pertanyaan Hendra seketika menghentikan kegiatan makan Nabilla, ekspresinya berubah muram.

Wika yang menyadari itu cukup heran, karena biasanya Nabilla selalu antusias jika membahas tentang Axel.

"Kalian sedang bertengkar?" tanya Wika.

Nabilla menoleh, ia hanya menjawab dengan senyuman saja.

"Tidak masalah, itu hal biasa, kalian akan semakin saling mengenal satu sama lain setelah kalian berhasil melewati permasalahannya."

Nabilla mengangguk, ia meneguk minumannya, selera makannya seketika hilang karena ucapan Wika.

"Hari ini kalian akan bertemu?" tanya Hendra.

"Tidak, aku sedang tidak ingin keluar rumah."

"Baiklah, manfaatkan waktu libur mu untuk istirahat."

Nabilla tersenyum, dan kembali menikmati makanannya, bisakah mereka berhenti berbicara saja saat ini.

Bukankah mereka juga sedang makan, jadi lebih baik fokus saja pada makanannya sendiri.

"Oh iya, lupa mau tanya, bagaimana keadaan Kantor?"

"Baik-baik saja, aku sedang mencari orang untuk ganti Dira."

"Kenapa Dira?" tanya Wika.

"Dia disuruh berhenti kerja sama Suaminya, katanya sedang hamil gitu."

"Oh pantas saja."

Nabilla mengangguk, sebenarnya itu tidak bisa untuk diterimanya, tapi mau bagaimana lagi sekarang Dira sudah memiliki kehidupan sendiri.

Semoga saja Nabilla bisa dapat pengganti yang sama seperti Dira, jujur dan memang bertanggung jawab.

"Kamu harus hati-hati, jangan asal terima, tanggung jawabnya besar kalau bagian keuangan," ucap Hendra.

"Itulah, dari kemarin aku tidak dapatkan yang pas."

"Masih dibuka lowongannya."

"Sampai lusa."

Hendra mengangguk, perusahaan yang diberikan pada Nabilla memang sudah dilepaskan sepenuhnya oleh Hendra.

Semua hal tentang perusahaan itu, sudah sepenuhnya tanggung jawab Nabilla, dan selama ini Hendra tidak pernah merasa kecewa dengan hasil kerja Nabilla.

"Nabilla, kamu sudah bicarakan soal pernikahan dengan Axel?" tanya Wika.

"Apa sih Mama, malas ah bahas kayak gitu."

"Tapi kamu harus mulai memikirkannya sekarang, mau sampai kapan kamu sendirian seperti ini, tidak selamanya kami akan ada bersama mu."

"Sudah, diam saja lebih baik Mama makan jangan banyak bicara, itu bukan bahasan penting untuk saat ini."

Wika melirik Hendra, lelaki itu hanya bisa menggeleng melihat dan mendengar respon Nabilla tentang pernikahan.

Mereka sudah menginginkan Nabilla agar segera menikah, lagi pula bukankah sudah pas untuk Nabilla menikah diusianya yang sekarang.

"Oh iya, Mama bukannya mau bawa anaknya Bu Fani kesini, kapan?"

Wika justru mengernyit, kenapa tiba-tiba Nabilla bertanya tentang itu, padahal sudah lama Wika tidak pernah membahasnya lagi.

Merasa tidak ada jawaban, Nabilla menoleh dan diam menatap Wika, apa pertanyaannya salah, tapi itu yang terlintas difikirannya.

"Kenapa, Mama pernah bilang itu kan?"

"Tapi itu dulu, tidak ada lagi bahasan tentang itu, mungkin sudah batal rencanya."

"Kenapa?"

"Gak tahu, katanya anaknya gak mau, dia mau bekerja disana saja."

Nabilla mengangguk, baiklah itu cukup bisa untuk dimengerti, lagi pula itu hanya agar ada topik pembicaraan saja.

Sekedar mengalihkan perhatian mereka dari Axel dan segala gosip pernikahan, Nabilla teramat malas jika harus membahas itu.

"Habis ini kamu mau kemana?" tanya Hendra.

"Mau tidur lagi," jawab Nabilla seraya nyengir tak bersalah.

"Keluarlah dulu, cari dulu angin segar."

"Iya, nanti aku akan ke halaman belakang."

Hendra mengangkat kedua alisnya, bukan itu jawaban yang diinginkannya, jika hanya ke halaman belakang saja tidak ada yang aneh.

Hendra meneguk minumannya, makanannya telah habis saat ini, dan perutnya pun sudah kenyang.

"Papa ke atas dulu."

"Iya," sahut Wika.

Nabilla mengangguk saja, ia masih harus menghabiskan makanannya sekarang.

Wika tampak senang melihat makan Nabilla yang memang lahap, jika saja selalu seperti ini, mungkin Nabilla akan sedikit lebih gemuk.

Tapi Nabilla terlalu mencintai bodynya yang sekarang, dan Wika juga mendukungnya, karena itu memang pas untuk putrinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!