Mental Ku Oke

"Mami mau langsung tidur?" tanya Raffa.

"Iya, Mami lelah sekali, besok saja kamu rapikan ini dan sekarang kamu juga istirahat."

"Siap."

Renata mengusap pundak Raffa, mencium kepalanya sayang, hingga mereka berpisah menuju kamar masing-masing.

Langkah Raffa terhenti di depan kamar Axel, ia mendengar keributan kecil di sana, ada suara wanita menangis juga.

Raffa melihat jam di pergelangan tangannya, sudah larut malam dan masih ada perempuan di kamar Axel.

"Gak, jangan selalu seperti ini."

"Kenapa kamu jadi pembangkang sekarang, diamlah."

"Gak, aku gak mau."

Brakk ....

Keduanya menoleh saat pintu itu terbuka sedikit kasar, Axel segera menjauhi Nabilla, ia mengernyit melihat sosok Raffa di sana.

Kedatangan Raffa berhasil membuat Nabilla bebas dari ancaman Axel, Nabilla segera berlalu ke kamar mandi.

"Hey, kau sudah kembali," ucap Axel menghampiri.

Raffa hanya mengangguk singkat dan kembali melirik pintu kamar mandi itu, benar, wanita itu memang yang sempat dilihatnya di tempat makan tadi.

"Apa kabar Adik ku?"

Axel memeluk sekilas Raffa, tidak ada respon untuk itu sedikit pun juga.

"Bagaimana keadaan mu, kau sudah membaik sekarang, Dokter mu sudah mengizinkan kau pulang rupanya."

Raffa hanya diam saja menatap Axel, dua lelaki itu memanglah saudara kandung, kakak beradik yang berhubungan buruk sejak mereka dewasa.

Terlebih saat kepergian Gladis, sosok Axel adalah musuh terbesar di hidup Raffa yang begitu sulit untuk dihilangkannya.

"Semoga kau tetap bahagia setelah ini," ucap Raffa tenang seraya menepuk pundak Axel.

"Kau bukan apa-apa," sahut Axel menepis tangan Raffa.

"Semoga saja."

Keduanya menoleh saat pintu kamar mandi terbuka, wanita itu tampak rapi kembali setelah tadi cukup berantakan.

Axel segera mendorong pintu kamarnya, tapi Raffa menahannya dengan kuat, keduanya kembali bertahan dalam tatapan satu sama lain.

"Jangan menganggu ku," ucap Axel dingin.

"Itu akan selalu ku lakukan," sahut Raffa tak kalah dingin.

"Baiklah, kita keluar saja sekarang."

Raffa menarik Axel hingga keluar kamar, ia menutup pintunya kasar dan kembali menarik Axel keluar rumah.

"Kurang ajar sekali kau ini."

Raffa sedikit mendorongnya, ia menepukan tangannya berulang kali seperti membersihkan debu.

"Mau apa membawa ku kesini?"

"Untuk memperingatkan mu jika aku telah kembali, aku telah menjadi versi terbaru yang bahkan kau sendiri tidak akan mengenalinya."

"Jelas saja, kau adalah pasien Rumah Sakit Kejiwaan, bagaimana bisa aku mengenali mu?"

Raffa tersenyum seraya mengangguk santai, baiklah itu anggapan buruk, tapi Raffa tidak perduli sama sekali.

Raffa merasa sehat sekarang, dan waktu kemarin pun ia tidak gila, hanya saja memang mentalnya sedang down karena kepergian Gladis.

"Move on," ucap Axel.

"Tentu saja, aku akan melakukan hal yang sama seperti kau dulu."

"Kau berani melakukannya."

"Dia tidak akan selamanya jadi milik mu, kau harus siap-siap untuk terjatuh."

Axel mengangguk, ia bertepuk tangan untuk ucapan Raffa, sayangnya itu hanya lelucon baginya.

"Aku mau pulang."

Keduanya menoleh, Raffa menantap wajah cantik itu, raut wajah soft dan sorot mata yang begitu tenang.

"Nabilla," panggil Axel.

"Aku mau pulang."

"Kita belum selesai."

"Kamu memang seharusnya pulang, ini sudah larut malam," ucap Raffa.

Nabilla menoleh, kini gantian Nabilla yang menatap Raffa, entah siapa lelaki itu karena Nabilla tidak pernah melihatnya sebelum malam ini.

Raffa mengangguk perlahan, senyumanya sedikit terlihat, dan itu membuat Nabilla berpaling cepat.

"Bahkan dia menolak mu dengan cepat," ucap Axel menarik Nabilla ke sisinya.

"Tidak masalah, dia belum mengenal ku, ini baru dimulai."

Nabilla sedikit mengernyit mendengar kalimat Raffa, apa maksudnya, siapa sebenarnya lelaki itu.

Raffa menghembuskan nafasnya sekaligus, lelah sekali ia saat ini, rasanya tidak ada waktu lagi untuk bersama mereka berdua.

"Pergilah, pulang ke rumah mu segera," ucap Raffa.

"Dia akan tetap bersama ku, sebaiknya kau yang pergi."

Raffa mengangguk, ia kembali menatap Nabilla beberapa saat, tekadnya sudah bulat sejak awal.

Axel yang terbukti belum berubah sampai saat ini, tidak akan Raffa biarkan menghancurkan hidup seorang wanita lagi.

"Berhenti menatapnya, dan kamu tidak perlu hiraukan itu, dia lelaki kurang waras," ucap Axel.

"Aku tahu kamu wanita pintar, buktikan sendiri ucapan lelaki mu itu tentang ku, selamat malam dan jaga dirimu baik-baik."

Raffa berlalu begitu saja, Nabilla melirik Axel yang tampak begitu kesal karena lelaki tadi.

Kenapa lelaki itu masuk rumah Axel, apa mereka tinggal bersama, atau mungkin mereka adalah saudara.

"Kamu menyukainya?" tanya Axel.

"Siapa dia, kenapa dia malah masuk ke rumah mu?"

"Aku sudah katakan, dia adalah lelaki kurang waras."

Nabilla mengernyit, benarkah seperti itu, tapi sejak tadi lelaki itu bisa berbicara dengan benar, tanpa gangguan apa pun.

Axel menarik Nabilla memasuki mobilnya, Nabilla sempat menolak untuk itu, Nabilla ingin pulang sendiri saja.

"Masuk."

"Aku gak mau."

"Kamu masih membantah."

"Aku mau pulang sendiri, aku bisa pulang sendiri."

Axel berdecak, ia lantas mendorong Nabilla agar memasuki mobil, setelahnya ia pun masuk.

Mobil melaju meninggalkan rumah, mereka tak sadar jika di balik gordeng sana ada Raffa yang melihatnya.

"Bagus sekali tingkah lakunya, dia akan mengulangi kesalahan yang sama kali ini."

Raffa menggeleng, ia menutup gordengnya dan berbaring di tempat tidurnya.

Kembalinya Raffa adalah untuk memberbaiki keadaan, sejauh ini Raffa masih berharap hubungannya dengan Axel akan membaik.

"Itu akan terjadi jika dia mau berubah, berhenti bersikap semena-mena, apa lagi merendahkan perempuan."

Raffa diam menatap langit-langit kamarnya, ia teringat wajah Nabilla, dan harus diakuinya kalau Axel memang pandai memikat wanita cantik.

Tapi sayang, Axel tidak bisa menjaganya dengan baik, bagaimana bisa Nabilla bertahan selama tujuh bulan lamanya dengan lelaki seperti Axel.

"Apa dia menderita, atau bahkan bahagia, tapi tadi dia menangis."

Raffa tersenyum singkat, tidak perlu banyak berfikir, semua sudah jelas jawabannya.

Nabilla dan Axel adalah kesalahan, dan Raffa akan membuktikannya sesegera mungkin, mereka akan terpisah jika Axel tak mampu berubah.

"Axel, aku mau putus."

Axel seketika menginjak remnya, nyaris saja keduanya terbentur karena hal itu.

"Apa kamu gila?" tanya Nabilla.

"Kontrol bicara mu."

"Aku sudah fikirkan ini, dan aku gak mau lagi dengan hubungan ini."

Axel mengangguk, berani sekali Nabilla berkata seperti itu, apa wanita itu tidak berfikir akan seperti apa nasibnya setelah lepas dari Axel.

"Jadi kamu siap dicemooh semua lelaki, kamu lupa apa yang sudah kita lakukan, kamu sudah kehilangan masa depan mu, apa masih ada lelaki yang mau dengan mu, barang bekas."

Nabilla diam, kalimat Axel begitu melukai hatinya, lelaki itu memang tidak punya perasaan sama sekali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!