Jerat Cinta Gangster Tampan
Malam ini langit berselimut awan tebal. Kelam, gelap dan tak berbintang. Sang Dewi malam pun tak tampak sama sekali, bersembunyi di balik megah yang kelam. Udara malam berhembus, membawa hawa dingin yang membekukan.
Ditengah malam yang dingin dan kelam. Terlihat seorang pemuda sedang menatap datar beberapa pemuda lainnya yang sedang terkapar kesakitan diatas aspal yang dingin dan berair. Hujan baru saja meninggalkan kota.
"Kali ini kalian aku biarkan tetap hidup. Tapi tidak ada lain kali lagi jika kalian masih berani mencari masalah dengan, Black Phoenix. Camkan itu," ucap pemuda tersebut pada pemuda-pemuda lain yang terkulai kesakitan.
Pemuda itu kembali ke motornya diikuti teman-temannya lalu meninggalkan arena balap liar yang seketika berubah menjadi arena perkelahian. Dan perkelahian terjadi setelah kubu lawan tak terima timnya di kalahkan.
Salah satu dari tujuh orang yang terkapar itu mengepalkan tangannya. "Kali ini kau hanya beruntung saja, Zian Lu. Tunggu saja, aku akan membalasmu," laki-laki itu mengepalkan tangannya.
.
.
Zian menghentikan motor besarnya diikuti oleh teman-temannya. Mereka mendekati motor pemuda itu dan menatapnya dengan cemas.
"Zian, kau terlihat pucat. Kau tidak apa-apa apalagi terluka parah bukan?" salah satu teman pemuda itu 'Zian' bertanya memastikan. Dia menatapnya dengan cemas.
Pemuda itu menganggukkan kepala. "Aku tidak apa-apa dan aku baik-baik saja." Ucapnya berdusta.
Jelas sekali dia tidak baik-baik saja. Selain luka pada pelipis dan tulang pipinya. Sebenarnya Zian juga mengalami luka tusuk diperutnya, yang tersamarkan oleh pakaian hitamnya.
"Kalian duluan saja, aku masih ada urusan." Ucap Zian.
"Tapi, Zian~" salah satu teman Zian berseru pelan. Namun ucapannya di potong oleh pemuda itu.
"Aku duluan." Dan motor besar milik Zian pun melesat jauh meninggalkan teman-temannya.
Zian tak ingin mendapatkan semakin banyak pertanyaan dari teman-temannya. Mereka tidak boleh ada yang tau jika dirinya sedang terluka parah. Zian tak ingin mereka semakin mencemaskannya, terlebih-lebih jika dia sampai merepotkan mereka bertiga. Selama dia masih bisa menahan rasa sakitnya. Semua akan baik-baik saja.
.
.
"Iya, Ma. Aku tau. Besok siang aku usahakan untuk pulang dan mengunjungi kalian. Sudah dulu, ya. Aku tutup dulu telfonnya. Aku masih dijalan." Gadis itu 'Luna' memutuskan sambungan telfonnya begitu saja.
Dan Luna berani bersumpah jika saat ini ibunya sedang marah-marah tidak jelas diseberang sana sambil menghujani dirinya dengan berbagai sumpah serapah. Tetapi Luna tak peduli dan tak mau ambil pusing.
"Motor siapa itu?" Luna menghentikan langkahnya saat melihat sebuah motor sport terparkir di depan pagar rumahnya. Motor itu terlihat tak bertuan karena batang hidung si pemilik tak ia temukan.
Merasa penasaran. Luna pun memutuskan untuk menghampiri motor tersebut sambil mencari siapa pemiliknya. Tapi lagi-lagi Luna tak menemukan siapa pun disekitar motor itu. Tak mau ambil pusing, Luna meninggalkan motor tersebut namun tiba-tiba....
"KYYYAA, MAYATT!!"
Dia berteriak sekencang-kencangnya saat tanpa sengaja melihat seorang pemuda terkapar tak sadarkan diri tidak jauh dari motor itu. Pantas saja Luna tak menemukan keberadaannya, karena orang itu terkapar di tanah.
Ragu-ragu Luna mendekati pemuda itu untuk memastikan apakah dia benar-benar sudah mati atau masih hidup. "Dia bernafas. Jadi dia bukan mayatt?" ucapnya setengah bergumam. Luna mensejajarkan posisinya dengan pria itu lalu memanggilnya sambil menepuk-nepuk pipinya. "Hei, bangun. Kau bisa mendengarvku?" seru Luna memastikan.
Namun tak ada jawaban. Pemuda itu juga tak bereaksi sama sekali. Luna tak melihat seperti apa rupanya, karena suasana yang gelap di tambah lagi darah yang menutupi sebagian wajahnya.
"Bisa-bisa aku terkena masalah jika dia mati disini." Ucap Luna lalu membawanya masuk ke dalam rumahnya.
Luna tidak bisa membawanya pergi ke rumah sakit karena jaraknya yang terlalu jauh. Ditambah lagi dengan langit mendung yang menandakan jika hujan akan segara turun. Dia bisa memanggil dokter pribadinya untuk menangani pemuda ini.
.
.
"Dokter Kim, bagaimana keadaannya? Dia masih hidup dan belum mati, kan?" Luna menghampiri seorang dokter muda yang baru saja keluar dari kamar tamu.
Bukannya sebuah jawaban. Malah jitakan yang dia dapatkan. "Dasar kau ini, kenapa lidahmu licin sekali saat bicara?! Dan berhenti memanggilku, Dokter Kim. Aku ini Pamanmu!! Dan bisa-bisanya kau memanggilku dengan sebutan gelar bukan, Paman!!" dokter itu melayangkan protesnya pada Luna.
Luna mendengus berat. "Jelas saja karena Paman itu seorang Dokter, bukan dosen!!" jawab Luna menimpali. "Sekarang beritahu aku bagaimana kondisinya, dia masih hidup atau sudah mati?" Luna bertanya sekali lagi.
"Apa pemuda itu kekasihmu? Dia sangat tampan meskipun penampilannya mengerikan." Bukannya sebuah jawaban, dia malah balik bertanya dan ngoceh semaunya.
"Dia bukan kekasihku, dan aku tidak mengenalnya! Aku menemukannya dalam keadaan terkapar dan nyaris mati di depan pagar." Jelas Luna.
"Jadi kau tidak mengenal pemuda itu?" Luna menganggukkan kepalanya. "Lalu kenapa kau menolongnya dan membawanya masuk ke rumah ini? Sedangkan kau tidak mengenal siapa dia dan dari mana asalnya. Bagaimana jika dia bukan pemuda baik-baik, kenapa kau mau ambil resiko sebesar ini?" dokter itu bertanya.
Luna mengangkat bahunya. "Daripada dia mati kehabisan darah di depan pagar rumahku. Itu lebih beresiko lagi. Gampang. Jika dia berani macam-macam, tinggal memukulnya menggunakan palu lalu melemparnya keluar dari rumah ini. Beres kan." ujar Luna panjang lebar.
"Aku sudah tidak tau lagi dengan jalan pikiranmu. Tapi semoga saja dia tau terimakasih dan tidak macam-macam padamu. Ya sudah, Paman pulang dulu. Hati-hati di rumah. Kalau dia sudah sadar dan berani macam-macam segara hubungi pihak yang berwajib." tutur dokter muda itu menasehati. Luna menganggukkan kepalanya.
Setelah mengantarkan dokter itu sampai depan pintu. Luna pun kembali ke dalam, dia pergi ke kamar tamu untuk melihat bagaimana kondisi pemuda itu.
"Kau sudah sadar." Dan teguran itu mengalihkan perhatian si pemuda yang tak lain dan tak bukan adalah Zian. "Aku, Luna. Saat ini kau berada di rumahku. Tadi aku menemukanmu terkapar di depan pagar dalam keadaan tak sadarkan diri. Bagaimana keadaanmu sekarang?" Luna menghampiri Zian yang sedang menatapnya datar.
Zian mengangkat bahunya. "Seperti yang kau lihat, aku sudah lebih baik." Jawabnya. "Aahh," Zian meringis kesakitan sambil memegangi perutnya yang terasa nyeri. Dia mencoba untuk bangkit dari posisinya saat ini.
"Jangan banyak bergerak dulu. Kau mengalami luka tusuk. Dan jika kau terlalu banyak gerak, jahitannya bisa terbuka kembali dan itu akan sangat beresiko." Seru Luna sambil menahan Zian yang hendak bangkit dari posisinya.
Zian menyentak pelan tangan Luna dari lengannya. "Aku harus pergi sekarang. Jadi lepaskan aku dan jangan menghalangiku!!"
Luna menggelengkan kepalanya. "Tidak!! Kau tidak boleh pergi dan harus tetap disini sampai kondisimu benar-benar sudah membaik. Karena jika kau memaksakan diri, bisa-bisa luka jahitnya malah terbuka lagi dan itu akan sangat berbahaya untuk dirimu sendiri. Jadi sebaiknya kau menurut daripada kau aku suntik mati!" ancam Luna bersungguh-sungguh.
Zian menatap gadis itu dan menghela napas. Sepertinya dia sangat keras kepala. Tapi memang benar apa yang Luna katakan, mungkin dirinya memang harus tetap tinggal daripada mengambil resiko besar.
"Baiklah, aku akan tetap disini untuk sementara waktu. Maaf, karena harus merepotkan mu!!" sesal Zian
Luna menggeleng. "Bukan masalah, kau istirahatlah. Aku keluar dulu." Ucapnya dan pergi berlalu.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Feni Mahda
mantap sekali dan ceritanya menyenangkan😊
2023-07-19
0
abdan syakura
Assalamu'alaikum Kak
Mau lahh mampir...🤝💪
2023-05-21
1
Puspa Trimulyani
calon jodoh 🤭🤭
2023-04-27
1