Kebahagiaan terlihat jelas di wajah cantik itu. Luna, dia terlihat begitu menikmati pekerjaan yang dia tekuni saat ini. Meskipun hanya satu hari saja dia bekerja, tetapi Luna merasa sangat gembira. karena impiannya untuk bekerja akhirnya bisa dia wujudkan.
"Luna, sebaiknya kau istirahat dulu. Dari pagi kau belum istirahat sama sekali. Pasti kau lelah. Jadi kemarilah dan duduk sebentar untuk minum teh dan makan cemilan," seru Nenek pemilik toko bunga yang segera dibalas anggukan oleh Luna.
"Oke, Nenek. Aku datang," seru Luna dengan ceria.
Luna meletakkan guntingnya lalu menghampiri wanita tua itu. Nenek Maria adalah seorang janda, dia berpisah dengan suaminya sejak 30 tahun yang lalu. Dia memiliki satu putri dan satu orang cucu. Toko bunga miliknya adalah peninggalan orang tuanya. Dan toko bunga miliknya telah berdiri lebih dari setengah abad.
"Cicipi kuenya. Kue ini Nenek sendiri yang membuatnya," ucap Nenek Maria.
"Sangat lembut dan harum. Rasanya juga tidak terlalu manis, aku menyukainya." Ujar Luna.
"Benarkah? Baguslah jika kau menyukainya. Makan lagi, kebetulan Nenek membuatnya lumayan banyak. Jadi kau tidak perlu cemas punya akan habis," terang Nenek Maria.
Luna teringat sesuatu. "Oya, Nek. Boleh tidak jika aku tetap bekerja disini? Kau tidak perlu membayarku, aku akan bekerja secara suka rela. Kebetulan di rumah aku juga tidak memiliki pekerjaan. Ingin bergabung di perusahaan, tapi Papa dan Mama tidak mengijinkannya. Jadi boleh tidak jika aku bekerja disini dengan Nenek dan Starla? Boleh ya, Nek." Mohon Luna.
Nenek Maria mendengus geli. Dia geli sendiri melihat tatapan Luna saat memohon padanya, sehingga nenek Maria tidak sampai hati untuk menolaknya. Dan akhirnya diapun menyetujui Luna bekerja di toko bunga miliknya.
"Baiklah, Luna. Mulai besok kau boleh ikut kerja disini bersama, Nenek dan Starla." ucap nenek Maria dan membuat senyum di bibir Luna mengembang seketika.
Dengan refleks Luna memeluk Nenek. "Aku tau Nenek tidak mungkin bisa menolak ku. Terimakasih, Nek. Kau memang yang terbaik."
.
.
Zian menghentikan motor besarnya ketika beberapa motor besar menghadang dan memblokir jalan. Zian menatap orang-orang itu dan mendecih sinis. "Apa kalian tidak bosan masalah denganku?" Zian menatap orang-orang itu bergantian.
"Kami tidak akan bosan sebelum bisa membunuhmu!!" balas salah satu dari ketujuh orang itu.
"Benar-benar tidak pernah kapok," ucap Zian menimpali.
"Maju dan habisi dia!!" seru ketua geng itu memerintahkan anak buahnya untuk menyerang Zian.
Zian turun dari atas motor besarnya dan mundur beberapa langkah kebelakang. Pemuda itu mengangkat kedua lengannya di depan wajah untuk menghindari dua pukulan yang mengarah padanya. Zian yang hanya sendirian dikeroyok sedikitnya tujuh orang. Meskipun dikeroyok dan sedikit terpojok, tetapi tak ada rasa gentar sedikit pun yang terlihat dari pancaran matanya yang tajam.
Serangan demi serangan mengarah pada Zian secara bertubi-tubi. Sejauh ini Zian belum memberikan serangan yang berarti, apalagi serangan balasan. Zian menangis setiap serangan yang mengarah ke beberapa titik vitalnya, ulu hati salah satunya.
"Sekarang giliranku!!" ucap Zian dengan suara rendah namun terdengar berbahaya.
Zian mulai serius. Dan ketika seorang Ketua dari geng 'Black Phoenix' sudah mulai serius. Maka lawan sedang dalam keadaan yang tak baik-baik saja.
Dengan brutal Zian menyerang orang-orang itu tanpa ampun. Menumbangkan satu persatu lawan yang terus bergerak kearahnya. Zian yang hanya dengan tangan kosong dan sendirian mematahkan serangan mereka yang berkelompok dan bersenjata.
Lima diantaranya terkapar di tanah sambil berguling kesakitan. Zian benar-benar memberikan serangan telak pada lawan-lawannya. "Sial!! Kali ini kau boleh saja menang, Zian Lu. Tapi ingat, ini belum berakhir. Ayo pergi," mereka lantas pergi dan meninggalkan Zian sendirian.
Keringat dingin membanjiri kening Zian. Dia mulai merasakan sakit di bagian perutnya. Cairan merah tampak merembes keluar, membuat t-shirt putih yang dia kenakan menjadi merah di bagian perutnya.
"ZIAN!!" nyaris saja tubuh itu ambruk karena hampir hilang kesadaran. Sampai sebuah suara muncul dan seseorang menahan tubuhnya. "Ada apa denganmu?" tanya orang itu sambil menahan tubuh Zian.
"Luna," gumam Zian. Kemudian Luna membantu pemuda itu untuk berdiri tegak.
Terlihat Luna melepas syal tipis yang membelit lehernya lalu menekankan pada perut kiri Zian yang mengeluarkan darah. "Kau mengalami pendarahan lagi, bagaimana bisa? Dan kenapa kau bisa ada disini? Bukankah aku memintamu untuk tetap di rumah dan beristirahat." ujar Luna sembari mengunci manik hitam milik Zian.
"Aku keluar untuk membeli sesuatu." ucapnya menimpali.
"Sebaiknya kita pulang. Motormu tinggalkan saja disini. Hubungi keluarga atau temanmu dan minta mereka untuk mengurusnya. Tunggu sebentar, aku cari taksi dulu." Ujar Luna lalu meninggalkan Zian begitu saja.
Melihat kondisi Zian saat ini. Jadi tidak mungkin Luna membiarkannya mengendarai motor besarnya. Jadi Luna pun menyarankan supaya Zian pulang dengan taksi saja.
.
.
Luna membantu Zian untuk duduk di sofa ruang keluarga. Kemudian dia pergi ke dapur untuk mengambil air hangat serta kotak P3K. Ada kemungkinan jika luka jahit diperutnya kembali terbuka, itulah yang membuat perut Zian mengalami pendarahan lagi.
Tak lama berselang. Luna kembali dan menghampiri Zian. "Lepaskan jaket mu, aku harus melihat lukanya." Luna meminta Zian untuk melepaskan jaket kulitnya. Menyusahkan T-shirt putih polos lengan terbuka. "Ini jahitannya terlepas. Bertahan sebentar, aku akan menghubungi Pamanku terlebih dulu. Lukanya perlu dijahit lagi." Ucap Luna.
Zian menggeleng. "Tidak perlu. Kau bersihkan saja darahnya lalu tutup lukanya dengan perban. Aku sudah muak melihat jarum," ucapnya.
"Tapi lukanya~" Luna menggantung ucapannya.
"Tidak apa-apa. Lagipula aku sudah terbiasa terluka seperti ini." Ucapnya.
Luna menganggukkan kepalanya. Meskipun dia sempat ragu, tapi Luna tetap melakukannya. Tak hanya membersihkan luka dan daerah di perutnya. Tetapi juga luka di pelipis, tulang pipi kiri dan lengan atasnya.
Sepanjang Luna mengobati luka-lukanya. Tak sedikitpun Zian mengalihkan pandangannya dari Luna. Dia menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan, tatapannya begitu dalam dan begitu makna. Sungguh Zian merasa sangat terharu, karena baru kali ini ada orang yang begitu peduli padanya. Terlebih lagi dia adalah orang asing.
"Luna," panggil Zian dan mengalihkan perhatian Luna. Gadis itu mengangkat wajahnya dan membalas tatapan pemuda di depannya. "Terimakasih, aku banyak berhutang budi padamu. Jika suatu saat kau menemui kesulitan, jangan pernah ragu untuk datang padaku. Aku pasti akan membantumu." ucap Zian sambil mengunci manik indah itu.
Luna tak memberikan tanggapan apa-apa. Gadis itu terus menatap ke dalam manik hitam milik Zian. Luna merasakan getaran aneh ketika menatap manik hitam dan dingin itu. Gugup terlihat jelas di kedua mata Hazel-nya.
Gadis itu menganggukkan kepalanya. "Ya, baiklah. Suatu saat nanti aku saat aku membutuhkan pertolongan. Aku pasti akan pergi mencari mu, dan kau harus menepati janjimu!!"
"Ya, aku berjanji."
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments