Matahari bersinar dengan terik. Seakan-akan sang raja siang ingin membakar semua yang ada di bumi yang sedang ia naungi.
Disebuah rumah mewah yang memiliki dua lantai. Terlihat seorang gadis tengah sibuk berkutat di dapur rumahnya. Mencoba menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan juga seseorang yang saat ini tinggal satu atap dengannya.
Sebenarnya sudah tidak bisa dikatakan sebagai sarapan. Karena jam dinding sudah menunjuk angka 08.00. Yang artinya waktu sarapan telah lewat lebih dari satu jam.
Dan jangan salahkan gadis itu yang terlambat menyiapkan sarapan. Tetapi salahkan kebiasaan buruknya yang tidak bisa bangun pagi. Mungkin karena dia seorang pengangguran, makanya Luna bisa bangun seenak jidatnya.
"Yakk!! Kenapa gosong lagi, gosong lagi!!" pekik Luna dengan nada meninggi.
Luna menatap nanar beberapa telur mata sapi yang tampak tidak layak itu. Semua telur mata sapi yang dia masak gagal total, buruk dan tidak bisa dimakan. Karena semua telur yang dimasak oleh Luna gosong dan menghitam.
Sebenarnya niat Luna sangatlah baik, dia ingin menyiapkan sarapan untuk tamunya meskipun waktu sarapan sudah lewat lebih dari satu jam. Tapi setidaknya dia sudah berbaik hati mau menyiapkan sarapan meskipun endingnya harus gagal total. Dan jika sudah seperti ini, maka telur-telur itu tidak bisa dimakan lagi.
Derap langkah kaki seseorang yang datang menyita perhatiannya. Lantas Gadis itu menoleh dan mendapati Zian berjalan menuju meja makan. Luna memperhatikan pemuda itu yang sedang menuang air putih ke dalam gelas kosong diatas meja lalu meminumnya.
Kemudian Luna beranjak dari dapur dan menghampiri pemuda itu. "Apa kau sudah lapar? Maaf, aku bangun kesiangan jadi tidak sempat menyiapkan sarapan." ucap Luna penuh Sesal.
Dia tidak memberitahu Zian tentang kegagalannya dalam membuat telur mata sapi. Luna tidak ingin jika harga dirinya sebagai wanita akan tercoreng karena tidak bisa memasak.
"Kebetulan aku masih belum lapar. Dan aku tidak biasa sarapan pagi, jadi kau tidak perlu repot-repot menyiapkan sarapan untukku." Ucap Zian dengan nada datar.
Luna memperhatikan pemuda di depannya ini dengan seksama. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tak bisa Luna pungkiri jika Zian memiliki paras yang tampan namun juga terlihat cantik diwaktu bersamaan. Meskipun penampilannya sedikit mengerikan, namun hal itu tak mampu mengurangi sedikit pun ketampanan yang dia miliki.
"Tapi tetap saja kau harus mengisi perutmu. Aku akan memesan dari luar saja, setelah ini kita sarapan sama-sama." Ucap Luna lalu beranjak dari hadapan Zian.
"Tunggu!!" seru Zian. Dan langkah Luna terhenti oleh seruan itu. Luna menoleh dan menatap Zian yang menghampirinya dengan bingung. "Aku membutuhkan pakaian untuk ganti. Bisakah kau keluar dan belikan aku beberapa helai pakaian? Gunakan kartu ini," pinta Zian.
Kemudian Zian menyerahkan sebuah Black Platinum Card pada Luna. Sebuah kartu tanpa limit. Kartu yang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang berasal dari keluarga terpandang dengan kasta tinggi. Hingga dalam hatinya Luna bertanya-tanya siapa Zian sebenarnya.
Luna menerima card itu lalu menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Kalau begitu berikan nomor ponselmu, aku akan menghubungimu saat tiba di boutique nanti. Kau bisa memilihnya sendiri untuk pakaian yang kau inginkan, karena aku tidak mengerti seleramu sama sekali." Zian menyerahkan ponselnya pada Luna. Mereka saling bertukar nomor ponsel.
Dan selepas kepergian Luna. Di rumah itu hanya menyisakan Zian seorang diri. Bisa saja dia pergi sendiri untuk membelinya atau meninggalkan kediaman gadis itu dan kembali ke rumahnya. Tetapi Zian masih memiliki rasa terimakasih. Dan sebejat-bejatnya dia, setidaknya Zian masih memiliki hati nurani.
Zian terlihat sibuk dengan ponselnya. Dia berusaha menghubungi teman-temannya. Zian tidak ingin membuat mereka cemas dan kalang kabut mencari keberadaannya. Karena mereka semua tau jika dirinya tidak mungkin pulang ke rumah rumahnya.
"Lalu kau dimana sekarang?" tanya seseorang yang Zian hubungi.
"Saat ini aku sedang berada di rumah kenalanku. Dan aku akan kembali beberapa hari lagi. Sebaiknya tolak saja jika ada orang yang datang memberi kita misi, tunggu sampai aku kembali." Ucap Zian.
"Baiklah, aku mengerti." jawab orang itu.
Kemudian Zian memutusakan sambungan telfonnya begitu saja. Pemuda itu bangkit dari sofa ruang keluarga dan melenggang menuju kamar tamu yang dia tempati dari semalam hingga beberapa hari ke depan. Sampai kondisinya pulih kembali.
.
.
Luna memasuki sebuah boutique yang hanya menyediakan pakaian khusus pria. Semua model ada di boutique ini. Mulai dari yang formal sampai serampangan pun ada. Luna terlihat mondar-mandir ke sana-sini, dia benar-benar bingung menentukan pakaian untuk Zian.
"Untuk pakaian Informal disebelah mana, ya?" Luna bertanya pada penjaga toko. Dan wanita itu pun segera mengarahkan Luna menuju deretan pakaian Informal. "Terimakasih." gadis itu membungkuk ramah.
Ponsel Luna tiba-tiba berdering menandakan ada panggilan masuk. Nomor asing, tapi dia tau siapa yang menghubunginya. Dan Luna pun segera menerima panggilan tersebut.
"Aku sudah ada di boutique. Kau pilihlah sendiri pakaian mana yang kau inginkan." Ucapnya.
Dan setelah tiga puluh menit. Akhirnya Luna pun mendapatkan pakaian untuk Zian, dan dia sendiri yang memilihnya. Setelah membayar dan menerima semua barang miliknya. Luna melenggang pergi meninggalkan boutique tersebut.
.
.
Kabar tentang menghilangnya Zian telah sampai ke telinga pria ini. Dia sangat gembira saat mendengar kabar tersebut. Bagaimana tidak, itu artinya dia tidak memiliki saingan berat lagi. Apalagi dari informasi yang dia dapatkan.
Dan sebelum menghilang, Zian sedang dalam keadaan terluka parah. Dan take menutup kemungkinan jika dia sudah mati pada saat ini.
"Bos, tidakkah kau merayakannya? Ini adalah kabar yang sangat menggembirakan dan layak untuk dirayakan. Jadi kenapa kau tidak membuat pesta perayaan untuk mengenang rival abadi mu itu?" ucap seorang laki-laki bertubuh gempal pada bosnya.
"Benar sekali, Bos. Disini kita semua memang perlu membuat perayaan besar-besaran supaya di alam sana dia menangis darah karena rival abadinya membuat perayaan kematiannya!!" sahut si kurus.
Dua anak buah pria itu 'Andrew' memberikan saran yang menurutnya sangat luar biasa. Dan Andrew pun menyetujui usul dari anak buahnya tersebut.
"Ide kalian sangat luar biasa. Kalau begitu kenapa kalian hanya diam saja. Ayo kita berpesta dan membuat perayaan besar-besaran untuk rival abadi kita tercinta!!" serunya dan disambut gembira oleh anak buahnya.
"PESTA!!!" seru kedua anak buah Andrew dengan gembira.
Tanpa mereka sadari jika orang yang meraka rayakan kematiannya ternyata masih hidup dan bernapas hingga detik ini. Ya, Zian memang masih hidup dan belum mati.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
lily@
woowww like it.. 😎😎
2023-04-27
1
Puspa Trimulyani
😏😏😏😏🤧
2023-04-27
2