Imperfect Love

Imperfect Love

Chapter 1

2008

Pukul 07.15 pagi, seorang gadis berlari tergopoh-gopoh melewati lorong sekolah yang sudah tampak sepi. Tentu saja, jam masuk sekolah adalah pukul 07.00 dan ia untuk kesekian kalinya kembali terlambat.

Untung saja hari ini Pak Salim, satpam sekolah yang terkenal killer itu tidak masuk, dan digantikan oleh Pak Windu, satpam baru yang masih bisa diajak kompromi untuk membukakan gerbang sekolah bagi siswa yang terlambat.

Dengan nafas yang memburu, Sena sampai di dalam kelas XII IPA 1 yang ternyata masih belum ada guru. Ia menarik nafas lega dan berjalan gontai menuju bangkunya.

Teman-teman kelas yang melihat kedatangan Sena tampak sudah paham dengan kebiasaan gadis berambut sebahu itu sebagi ratunya terlambat. Tidak ada hari tanpa kata “terlambat” bagi Sena. Mendapatkan “ceramah pagi” dari pak Salim, mendapatkan hukuman dari guru piket, sampai pengurangan poin kedisiplinan merupakan makanan setiap pagi Sena, dan hal itu sama sekali tidak membuatnya kapok.

“Hah… Untung aja Bu Hafsah belum masuk,” ucapnya seraya meletakkan tas di meja dan duduk di bangkunya sambil kembali mengatur nafas yang terasa hampir habis setelah “maraton” pagi.

Resta yang merupakan teman sebangkunya hanya bisa memandang takjub pada sahabatnya itu. Sena, dengan segala kecuekannya dan sikapnya yang asal dan ceplas-ceplos merupakan paket combo langka yang dimiliki oleh seorang gadis.

Tifani yang duduk tepat di depan bangku Sena dan Resta segera memutar duduknya, menghadap kedua sahabatnya itu sambil tertawa cekikikan melihat Sena yang tengah berkipas ria menggunakan buku tulisnya.

“Olahraga lagi non? Haha…” Ledek Tifani yang melihat Sena tampak kepanasan.

“Brisik lo, gue lagi kepanasan nih, jangan sampai buku ini mendarat di muka lo!” Sungutnya galak pada Tifani yang masih mentertawakan kelakuannya.

Resta yang dari tadi hanya memperhatikan tingkah laku ajaib sahabat sebangkunya itu akhirnya angkat bicara juga. “Lo tuh ya tiap hari kerjaannya telat melulu, sekarang alasannya apa lagi?” Tanya Resta menelisik.

Sena membetulkan arah duduknya yang kini menghadap ke arah Resta, “gue abis begadang nonton pertandingan Real Madrid lawan Barca, gilaa seru banget sumpah,” jawab Sena dengan menggebu-gebu mengingat kembali pertandingan sepak bola favoritnya semalam.

Resta dan Tifani yang mendengar jawaban itu langsung menepuk jidat mereka secara bersamaan. Betapa tidak habis pikirnya mereka berdua memiliki sahabat seperti Sena yang terlambat datang ke sekolah hanya karena samalam begadang menonton acara pertandingan sepak bola.

“Gila banget lo ya, bisa banget lo begadang demi nonton acara bola,” sungut Resta sambil menoyor kepala sahabatnya itu. Sebenarnya Resta ingin sekali membenturkan kepala gadis disampingnya itu, mungkin saja ada saraf di otaknya yang sedikit salah tempat.

“Otak dia kan udah konslet Res, haha….” Timpal Tifani yang tawanya semakin terbahak.

“Lo semua sih cupu pada gak ngerti sepak bola,” bela Sena pada dirinya sendiri.

“Eh… Fan, si Una lagi apa sih sibuk banget dari tadi gue liatin. Nulis apaan tuh bocah?” Tanya Sena penasaran setelah menyadari jika Una, salah satu sahabatnya yang duduk sebangku dengan Tifani tidak ikut bergabung dengan obrolan mereka sejak tadi. Una tampak sibuk menulis sesuatu, sampai-sampai gadis itu tetap bergeming di mejanya tanpa terpengaruh dengan obrolan sahabat-sahabatnya.

Tifani melirik Una sekilas, “dia lagi nyalin tugas Biologi soalnya buku tugasnya ketinggalan di rumah. Lo udah ngerjain belum? Jangan-jangan gara-gara keasikan mantengin Lionel Messi lo lupa lagi belum ngerjain tugas Biologi.”

“Sorry guys…. Biar sering telat masuk sekolah, gue bukan tipe orang yang mengabaikan tugas Negara,” jawab Sena menyombongkan diri dan ditanggapi kedua sahabatnya dengan tawa bersamaan, “gendeng banget sih nih bocah,” celetuk Tifani disela-sela tawanya.

Suasana kelas XII IPA 1 masih ramai bak “pasar tumpah” sampai akhirnya seorang guru wanita paruh baya masuk kedalam kelas sambil membawa setumpukan kertas berwarna putih di tangannya. Kelas mendadak sunyi saat Bu Hafsah, guru Matematika mereka itu masuk. Beberapa siswa mulai cemas dengan apa yang akan dilakukan Bu Hafsah dengan kertas-kertas itu.

“Selamat pagi anak-anak. Maafkan ibu karena terlambat masuk kelas. Sebelum pelajaran dimulai ada hal yang ingin ibu sampaikan terkait hasil rapat yang tadi diadakan oleh bapak kepala sekolah,” jelas Bu Hafsah kepada para siswa yang tampak serius mendengarkan.

“Jadi mulai minggu depan, bagi siapapun yang datang terlambat ke sekolah sampai tiga kali dalam satu bulan tanpa ada alasan yang jelas dan kuat, maka poin kedisiplinan akan dikurangi 100%, itu artinya bersiaplah untuk mendapatkan hukuman skorsing selama tiga hari. Dan tidak hanya itu, nilai semua mata pelajaran kalian juga akan mendapatkan pengurangan 15%. Jadi ibu harap mulai besok dan seterusnya berusahalah untuk disiplin,” pungkas Bu Hafsah yang bagai sambaran petir di siang bolong bagi para siswa, terutama Sena yang memang selalu rajin terlambat.

Kasak-kusuk itu kini mulai terdengar nyaring dan membuat keriuhan di dalam kelas. Sebagian ada yang biasa saja, dan sebagian lagi mulai tampak panik. Begitupun Sena yang dibuat kalang kabut mendengarkan pengumuman itu.

“Sial banget sih kenapa pake ada peraturan kejam kayak gitu,” rutuk Sena kesal dengan nada suara yang pelan setengah berbisik kepada Resta.

“Makannya mulai besok lo jangan sampe telat. Pasang tuh alarm deket telinga lo, kalau perlu pasang lima alarm sekaligus biar lo bangun,” Resta berusaha menasehati dan memberikan solusi pada sahabatnya yang mulai uring-uringan.

Kegaduhan semakin menjadi, Bu Hafsah hanya diam memperhatikan kegaduhan itu sampai para siswa yang merasa tengah diperhatikan oleh tatapan tajam Bu Hafsah menghentikan kegaduhan mereka dengan sendirinya. Kelas kembali sunyi, semua siswa kembali diam. Cara Bu Hafsah mengkondisikan kelas memang selalu ampuh, tidak perlu dengan marah-marah atau gebrak-gebruk meja dan papan tulis kelas. Beliau hanya perlu diam dengan sorotan tajamnya dan dengan sendirinya anak-anak itu akan menghentikan kegaduhannya.

“Sudah ributnya?!” Tanya Bu Hafsah saat kelas kembali sunyi.

Tidak ada siswa yang berani menjawab pertanyaan itu, karena memang sebenarnya itu hanyalah sebuah pertanyaan retoris. Kali ini Bu Hafsah kembali kemejanya, mengambil setumpukan kertas putih yang dibawanya tadi. Para siswa kembali tegang saat Bu Hafsah mulai mengambil kertas tersebut.

“Baiklah, sekarang kita mulai pelajaran. Masukan semua buku Matematika kalian kedalam tas. Kita ulangan harian dimensi tiga hari ini.”

Semua tanda tanya yang sejak tadi memenuhi kepala para siswa terjawab sudah. Prasangka buruk itu akhirnya menjadi kenyataan. Suara riuh kembali membahana di kelas XII IPA 1 itu. Wajah mereka penuh kepanikan. Bu Hafsah tidak memperdulikan kepanikan para siswa, beliau tetap membagikan kertas ujian tersebut.

“Sudah dapat semua kertas ujiannya? Baiklah sekarang mulai kerjakan waktunya satu jam,” perintah Bu Hafsah segera dilaksanakan oleh para siswa yang masih mengerutkan keningnya tanda masih kebingungan dengan apa yang akan mereka lakukan dengan soal-soal Matematika itu.

...***...

“Gila banget ulangan Matematika tadi, gue sama sekali gak ngerti jawab apaan coba,” cerocos Una sambil mengaduk-aduk jus alpukat miliknya.

Ujian Matematika di jam pertama tadi benar-benar mempengaruhi suasa hati para siswa XII IPA 1. Bahkan pelajaran di jam ke dua, yaitu Bahasa Indonesia yang memiliki guru menyenangkanpun menjadi tidak menarik. Pikiran mereka sudah terkontaminasi dengan soal-soal Matematika milik Bu Hafsah yang bagaikan mimpi buruk di pagi hari.

“Gak lo doang yang frustasi, anak-anak lain juga kejang-kejang ngeliat tuh soal,” timpal Tifani yang masih asik makan coklat sebagi

“obat penenang” yang ampuh untuknya.

“Tau tuh guru, bisa gak sih kalau kasih ujian bilang-bilang kek, biar kita ada persiapan. Kalau kayak gini gimana nilai Matematika kita bisa bagus. Ancur lagi ini sih nilai Matermatika gue,” kali ini Resta yang mengomel sambil menelungkupkan tangannya di atas meja. Gadis blasteran Indo-Belgia itu sama sekali tidak berminat untuk makan apapun di jam istirahat gara-gara ujian Matematika dadakan tadi.

Diantara ketiga anak itu hanya Sena yang tampak tidak terlalu khawatir dengan ujian Matematika. Dia jauh lebih mengkhawatirkan pengumuman dari Bu Hafsah mengenai sanksi keterlambatan masuk sekolah.

“Eh lo semua kenapa malah mikirin ujian Matematika sih, yang udah berlalu gak usah dipikirin lagi. It’s a good decision to take the past is in the past, you know,” ucap Sena kepada ketiga sahabatnya yang masih tampak murung gara-gara syok terapi dari Bu Hafsah.

“Ada hal yang lebih mengancam dibandingkan ujian Matematika tadi. Lo gak ngerasa terintimidasi dengan kebijakan sekolah yang men-skorsing siswanya yang terlambat masuk sekolah. Pake ada acara potong-potongan nilai segala lagi. Gila kan? Mereka seenaknya aja motong-motong nilai kita kayak diskon baju lebaran. Kebijakan macam apa coba itu,” omel Sena panjang lebar.

“Makannya lo jangan kebo dong kalo tidur,” cetus Resta yang masih dengan mood buruknya.

“Tau nih, gue heran banget bisa ya ada orang yang konsisten telat tiap pagi. Gak ada kapok-kapoknya kena omel satpam galak sampe dihukum tiap hari,” tambah Tifani sambil menatap Sena yang tetap asik dengan batagornya.

“Guwe, buwkan Kebwo, guwe cuma gak bisa bangun pagi,” kelak Sena dengan mulut penuh batagor.

Dengan gerakan kompak ketiga sahabatnya secara bersamaan menjitak kepala Sena gemas, “aww…. Gila lo pada, sakit tau!!!” Teriak Sena terkejut saat tiga jitakan mendarat di kepalanya tanpa ampun.

Saat keributan masih berlangsung diantara ke empat sahabat itu, seseorang berjalan melewati meja mereka. Sena yang memang sejak tadi hendak mencari orang tersebut segera berteriak memanggil orang itu, tanpa memperdulikan kini mulutnya tengah penuh dengan batagor.

“Twaa… woy!!” Pekik Sena memanggil seseorang yang membuat sosok itu menghentikan langkahnya dan berbalik memastikan jika yang terdengar itu memang namanya tadi.

Ketiga sahabatnya yang lain secara kompak melihat ke arah sosok yang Sena panggil dengan wajah menganga. Arthaditya Mahesa, ketua OSIS yang akan lengser sebentar lagi, sekaligus laki-laki yang masuk dalam jajaran the most wanted man di sekolah karena kepintarannya dan juga wajah tampan blasteran perpaduan Timur Tengah dan Eropa yang menurut kasak kusuk menurun dari ibunya, berhidung mancung, dan memiliki mata tajam membuat Artha menjadi kegilaan para perempuan di sekolah.

Tapi sayangnya itu tidak berlaku bagi Sena. Gadis bar-bar itu tidak pernah menunjukkan sikap manis layaknya perempuan, bahkan dihadapan laki-laki setampan Artha sekalipun. Terbukti bagaimana tadi Sena memanggil laki-laki itu dengan nada premannya yang membuat syok ketiga sahabatnya saat melihat sosok Artha lah yang dipanggil gadis itu.

“Lo panggil gue?” Tanya Artha memastikan.

Sena mengangguk, suaranya tercekat akibat kunyahan batagor yang penuh dimulutnya. Ia segera menyambar gelas es teh manisnya dan meneguknya pelan, melonggarkan tenggorokannya.

“Kenapa?” Tanya Artha yang kini sudah berada di depan meja Sena dan ketiga sahabatnya.

“Ta gue mau ngomong penting. Lo udah denger kan pengumuman baru dari sekolah tentang sanksi keterlambatan?” Tanya Sena membuka percakapan mereka. Artha mengangguk.

“Lo kan ketua OSIS, gak bisa gitu usul sama kepala sekolah buat ganti peraturannya. Jangan pake skorsing sama pengurangan nilai gitu dong. Itu terlalu kejam dan berlebihan. Gue rela deh hukumannya diganti jadi lari-lari keliling lapangan 10 kali. Usul dong Ta,” ucap Sena seenaknya dengan wajah yang terlihat serius.

Ketiga sahabatnya yang mendengar usulan bodoh Sena tersebut langsung memasang wajah emosi.

“Gila lo, udah niat aja buat kesiangan tiap hari, sampe minta hukumannya diganti jadi lari segala,” murka Tifani tidak percaya dengan permintaan Sena barusan.

Artha masih diam belum memberikan respon apa-apa selain tertawa kecil saat mendengar permintaan Sena yang tidak lain adalah sekretarisnya di OSIS.

“Lo kan tahu gue gak bisa bangun pagi, segala cara udah gue coba tapi tetep gak bisa. Makannya Ta gue minta tolong,” Sena masih bertahan pada pendiriannya untuk meminta Artha mengusulkan usulnya tersebut kepada pihak sekolah.

“Gue rasa peraturan tersebut sudah sangat pas diterapkan di sekolah. Jadi gak perlu ada yang harus dipertimbangkan lagi. Lagi pula usulan keberatan pada sebuah peraturan tidak bisa hanya dari satu orang, dan sayangnya sejauh ini tidak ada siswa lain yang mengajukan keberatan tentang peraturan tersebut, kecuali lo,” jelas Artha yang seolah menghempaskan harapan Sena begitu saja.

Mendengar hal tersebut kini wajah Sena tampak memberengut, gadis itu memasang wajah kesal saat menatap Artha.

“Well, kalau gak ada hal lain gue pergi. Dan lo Sen, belajar disiplin mulai sekarang, jangan manja,” seloroh Artha kalem tapi berhasil membuat hati Sena memanas mendengar ucapan menohok Artha tersebut.

“Brisik lo! Pergi sana!!!” Geram Sena dengan intonasi suara yang tinggi membuat orang-orang yang tengah berada di kantin tersebut sontak menatap ke arahnya.

Artha hanya tersenyum simpul mendengar gadis itu meneriakinya dengan nada yang penuh amarah. Ia sudah sangat memahami tabiat Sena yang mudah meledak-ledak jika ada hal yang membuatnya tidak suka.

Laki-laki itu kemudian berlalu meninggalkan meja keempat gadis itu.

Sena kini masih diliputi perasaan emosi akibat ucapan Artha yang mengatainya manja.

“Sialan gue dikatain manja sama tuh kampret satu,” sungutnya kesal.

Ketiga sahabatnya hanya bisa saling tatap dan menggelengkan kepala mereka tanda mereka sudah tidak tahu lagi harus menghadapi sahabat ajaibnya itu seperti apa. Jika ada pilihan dapat melambaikan tangan ke kamera, mungkin ketiganya sudah sejak tadi ingin melakukan hal tersebut saat menghadapi kelabilan Sena.

...***...

Terpopuler

Comments

fantasiku49

fantasiku49

keren

2023-09-10

0

Mawar_Jingga

Mawar_Jingga

halo kak salam kenal🤗
mampir dan ikuti "sepotong sayap patah" like di komen di tunggu 🤍

2023-08-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!