Sudah satu minggu berlalu sejak pernikahan kedua ayahnya dengan seorang wanita yang bahkan Sena tidak tahu siapa namanya dan bagaimana wujudnya. Dan sejak saat itu ayahnya belum pulang ke rumah. Namun, di hari minggu pagi ini ternyata ayahnya pulang.
Davina tampak biasa saja melihat kedatangan suaminya. Wanita itu tetap memperlakukan Vandi sebagai mana biasanya. Begitupula dengan Vandi, perlakuan pria itu tetap sama seperti biasanya.
“Pagi sayang,” sapa Vandi kala melihat putri kesayangannya itu.
Sena tidak merespon sapaan Vandi, gadis itu segera mengambil duduk di kursi samping ibunya. Biasanya Sena akan duduk di kursi meja makan yang saling berhadapan dengan ibunya. Hanya saja kali ini ia enggan duduk berdekatan dengan ayahnya. Kalau perlu Sena justru tidak ingin ada interaksi apapun antara dirinya dan Vandi.
Acara sarapan pagi berjalan dengan tenang, tidak seperti pagi-pagi sebelumnya yang selalu diwarnai dengan tawa dan canda antara dirinya dan kedua orang tuanya. Bahkan suasana meja makan selalu menyenangkan kala ayahnya mulai membuat lelucon-lelucon yang membuat Sena tidak dapat menahan tawanya. Tapi semua itu hanyalah bagian dari masa lalu yang mungkin tidak akan pernah terjadi lagi dimasa-masa mendatang. Sena menyadari, segalanya telah berubah. Pagi itu semuanya terasa sepi dan sunyi, tidak ada percakapan, apalagi candaan. Hanya sesekali ia mendengar orang tuanya saling berbicara dan Sena enggan untuk bergabung. Ia memilih untuk segera menghabiskan makanannya dan segera pergi ke kamarnya kembali.
“Sena udah selesai, Sena langsung ke kamar,” gadis itu telah berdiri dan pergi meninggalkan meja makan.
Davina dan Vandi saling melempar pandangan melihat putrinya kini sudah meninggalkan meja makan. Vandi tahu semua itu karena dirinya. Sena tengah menghindari dirinya.
“Sena butuh waktu untuk bisa menerima semua ini, mas,” jelas Davina saat melihat pandangan Vandi yang pilu menatap kepergian putrinya tadi.
“Aku tahu, aku juga tidak akan memaksa Sena untuk bisa menerima keputusanku. Aku akan menerima semua kebencian dan kemarahannya. Aku sudah gagal menjadi ayah yang baik untuknya, Vina. Bahkan aku juga sudah gagal untuk menjadi suami yang baik untukmu, maafkan aku,” lirih ucapan Vandi terasa menyayat hati Davina. Pria itu menggenggam tangan istrinya begitu erat, begitu pula dengan Davina.
...*** ...
Pintu kamar Sena tiba-tiba dibuka oleh seseorang. Ia yang tengah membaca buku di tempat tidur itu segera melihat siapa yang datang. Vandi terlihat mucul dari balik pintu, mendekat ke arah putrinya yang kembali memalingkan wajahnya untuk fokus pada buku yang sedang dibaca.
“Papa bisa bicara sebentar?” Tanya Vandi saat dirinya kini telah duduk di tempat tidur putrinya.
Sena tidak menjawab, gadis itu menulikan pendengarannya atas apa yang tadi ayahnya ucapkan.
Vandi paham setelah tidak ada jawaban apapun dari putrinya, “papa tahu Sena marah sama papa. Papa minta maaf karena sudah membuat Sena kecewa. Tapi Sena harus tahu, sayang. Papa sangat mencintai dan menyayangi Sena dan juga mama. Sayang dan cinta papa untuk kalian tidak akan berubah,” kata-kata Vandi begitu penuh penyesalan, meski ia sendiri tahu jika kata maafnya tidak akan pernah bisa menebus semua kesalahannya kepada keluarganya tersebut.
Sena menutup bukunya kasar, “papa bilang, papa sayang sama Sena dan mama, tapi kelakuan papa itu gak sama sekali menunjukkan ucapan papa tadi, papa sadar?!” Cerca Sena yang kini mulai tersulut emosi mendengar kata-kata ayahnya tadi.
“Papa tahu?!!! Papa gak cuma menghancurkan perasaan mama, tapi juga perasaan Sena. Papa udah berhasil meruntuhkan semua kepercayaan Sena sama papa. Kalau aja papa bisa lihat hati Sena, mungkin sekarang papa tahu hati Sena sehancur apa, dan semua itu gara-gara papa, GARA-GARA PAPA, PAPA HARUS TAHU ITU!!! SENA BENCI PAPA!!!” Sena kalap, gadis itu berteriak emosional di hadapan ayahnya sebelum akhirnya ia berlari keluar kamar.
Davina yang mendengar teriakan sang putri bergegas menuju kamar Sena.
“Sena mau kemana sayang, Sena….“ Panggil Davina saat hendak menahan putrinya yang tiba-tiba ke luar kamar sambil berlari dan terisak. Namun upayanya gagal, Sena dengan sigap menepis tangan ibunya yang hendak meraihnya dan berlari ke luar rumah.
Vandi keluar dari kamar Sena dengan raut wajah muram. Davina yang mengerti dengan situasi tersebut hanya bisa menahan isakannya yang kini sudah hampir membuncah. Memang sulit, keadaan yang harus dilalui oleh ia dan Vandi akan sangat sulit kedepannya. Ada hati lain yang harus diyakinkan dan mereka tahu itu tidaklah mudah.
“Maafkan aku, ma, aku yang salah, aku yang bodoh. Aku minta maaf,” entah untuk berapa kali ucapan maaf itu akan terus terlontar dari mulutnya. Penyesalannya sungguh tak terperih. Vandi memeluk tubuh Davina dan wanita itu kini menangis dalam pelukan suaminya.
Langkah Sena tak tentu arah, ia sendiri bingung harus pergi kemana. Pikirannya kacau. Saat ini ia hanya ingin pergi dari rumah, mencoba menenangkan diri dari perasaan kalutnya. Mungkin selama 18 tahun ia hidup di dunia ini, hari ini adalah pertama kalinya ia bertengkar hebat dengan ayahnya sendiri. Sakit sekali rasanya.
Langkahnya yang gontai memilih untuk duduk di kursi panjang taman dekat rumahnya. Bersyukurlah karena taman komplek rumahnya selalu terlihat sepi. Sena terduduk lemas. Ia membenamkam wajahnya di kedua telapak tangannya dan menangis terisak. Ia tidak peduli lagi jika ini adalah tempat umum yang mungkin bisa saja ada orang yang akan melihatnya tengah menangis tidak karuan seperti itu dan menilainya sebagai orang yang aneh. Tapi sekali lagi ia sudah tidak peduli. Rasa sakit yang ia rasakan begitu tak tertahankan.
“Apa kau butuh sapu tangan?”
Sena tidak menggubris teguran itu. Ia masih terisak dalam tangisnya. Ia bahkan tidak membuka telapak tangannya untuk melihat siapa gerangan yang datang. Sampai akhirnya suara itu lenyap dan kini ia merasakan seseorang ikut duduk di sampingnya. Sena yang merasa terusik akhirnya melihat ke arah seseorang yang kini telah duduk sedikit agak jauh darinya. Mata keduanya kini saling beradu pandang.
“Ambillah.”
Sapu tangan yang disodorkan oleh laki-laki itu tergantung beberapa saat di udara. Sena tampak merasa tidak nyaman dengan kedatangan laki-laki itu, terlebih dalam kondisinya saat ini yang tengah menangis. Ia tidak suka orang asing.
“Gue gak butuh,” Sena menyeka air mata dengan punggung tangannya hingga terlihat basah. Laki-laki itu hanya tersenyum menyaksikan tingkah gadis di hadapannya.
“Aku pikir ini bukan tempat yang baik untuk menangis, betul kan?”
Sena terdiam mendengar ucapan laki-laki itu. Ia tidak menggubris. Dan laki-laki asing itu tidak merasa keberatan jika ucapannya diabaikan oleh gadis di sampingnya tersebut. Ia paham jika gadis itu tentu tidak nyaman dengan keberadaannya. Tapi beberapa menit yang lalu, kehadiran gadis itu di taman ternyata membuat hatinya tertarik untuk mendekat. Seharusnya ia bisa mengajak gadis itu berkenalan dengan cara yang lebih layak. Namun, tidak disangka jika gadis berambut panjang sebahu itu datang ke taman tersebut untuk menangis. Sungguh tidak terduga.
Sena bangkit dari tempat duduknya untuk segera pergi. Kini ia merasa sangat terganggu dan juga takut. Takut jika laki-laki yang duduk didekatnya adalah orang yang akan berniat jahat padanya. Meskipun seandainya laki-laki tersebut akan berniat macam-macam dengan dirinya, percayalah Sena akan siap untuk melawan. Jangan salah, ia tidak hanya dikenal sebagai ratu telat di sekolah, tapi juga si ratu taekwondo. Sena telah berlatih taekwondo sejak usianya genap 10 tahun. Jika hanya menghadapi satu orang lawan, dirinya mungkin akan sanggup. Tapi bagaimana jika orang tersebut memiliki beberapa kawanan. Mengerikan, begitulah fikirannya kini berkecamuk. Ia tidak ingin mengambil resiko apapun. Sebaiknya ia memang segera pergi dari tempat itu.
Tanpa mengucapkan apa-apa, Sena segera berlari dari taman tersebut. Bahkan laki-laki itu tidak sempat mencegahnya. Laki-laki itu hanya bisa pasrah melihat gadis itu berlari meninggalkan taman tanpa sempat ia tanyai namanya.
“Gadis yang menarik,” gumamnya perlahan dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
...*** ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments