Maaf, I Love U Istri Orang
Di penghujung tahun, ketika musim dingin membentang dalam detak waktu, aku selalu berkunjung ke Hokkaido. Menikmati keindahan mankai dan tentu saja berkunjung ke makam ibu.
Siang itu, kubawakan buket bunga mawar saat pergi ke makam ibu. Mawar warna putih, merah, dan ungu. Tiga warna mawar kesukaan ibu, begitu yang dikatakan kakek padaku ketika aku mulai bisa memahami bahwa aku telah ditinggalkan ibu semenjak aku terlahir ke dunia ini. Di taman belakang rumah, memang ketiga warna mawar itu yang paling banyak tumbuh. Karena itu, aku percaya pada apa yang dikatakan kakek. Lagi pula, tidak ada alasan bagi kakek untuk berbohong padaku.
Aku sedikit terkejut ketika kulihat seseorang berada di depan makam ibuku. Seorang gadis berambut panjang. Dia terlihat termenung memandangi makam ibuku. Sementara itu, di atas pusara ibu tergeletak setangkai mawar putih dan seikat bunga sakura. Kurasa dia yang menaruhnya.
"Oh, maaf..." katanya seraya berdiri ketika menyadari keberadaanku.
Melihatku yang keheranan, diapun lantas tersenyum dan berujar, "Kau pasti Kak Zianeta 'kan? Bagaimana kabarmu?"
"Siapa kamu? Dan bagaimana kamu tahu namaku?"
"Siapa lagi yang akan berkunjung ke makam ini dan membawakan buket mawar yang cantik jika bukan anaknya?" Senyumnya kembali merekah. Senyum yang tampak tidak asing bagiku.
Aku mengernyitkan keningku. Tampaknya dia tahu benar jika mawar adalah bunga kesukaan ibuku.
"Sepertinya Kak Zi lupa padaku. Kita memang sudah sangat lama tidak bertemu. Sudah sepuluh tahun jika aku tidak salah ingat. Sepuluh tahun yang lalu, saat itu sakura juga sedang bermekaran seperti hari ini. Kau dan kakekmu juga datang ke sini membawa buket mawar bukan?"
Aku mendengarkan ucapannya sambil meletakkan buket mawar di atas pusara ibu. Kupandangi nisannya, sementara ingatanku mencoba merangkai memori sepuluh tahun silam. Samar-samar, dan semakin jelas aku mengingat kenangan itu. Sepuluh tahun yang lalu, aku bertemu seorang gadis kecil dengan senyum cantiknya di sini. Dia dan kedua orang tuanya datang ke sini. Kata kakek, orang tuanya adalah teman baik ayah dari kecil.
Waktu itu, ditangannya tergenggam beberapa bunga sakura. Kemudian dari mulut mungilnya dia mulai berkata-kata pada makam ibuku.
"Bibi, ini bunga kesukaanku. Kata ayah, bunga ini juga bunga kesukaan suamimu. Ini aku bawakan untukmu, anggap ini dari suamimu, Bibi. Cantik 'kan? Bunga ini secantik Bibi. Kelak jika aku sudah besar, aku juga ingin seperti bibi dan bunga sakura yang cantik."
Mendengar perkataannya, kakek dan kedua orang tuanya tertawa. Gadis kecil itu pun tersenyum.
"Cing, bagaimana kamu tahu jika anak kakek secantik bunga sakura? Kau kan belum pernah bertemu dengannya?" tanya kakek.
"Aku punya fotonya Kek. Ayah dan ibu memajang foto bibi dan paman di ruang keluarga kami. Ayah sering cerita, paman adalah sahabat terbaik ayah, dan bibi adalah sahabat terbaik ibu," katanya dengan penuh semangat. "Apa ini cucu Kakek?" tanyanya kemudian saat perhatiannya tiba-tiba tertuju padaku.
"Hahaha.... Cing, kau memang anak yang cerdas dan cantik. Kelak kau pasti akan secantik bunga sakura. Ini memang cucu Kakek. Seperti orang tua kalian, pasti nanti kalian juga bisa berteman dekat."
Gadis kecil itu memandangku kemudian tersenyum, "Aku Lu Cing Er. Kakak bisa memanggilku Cing."
Dia mengulurkan tangan padaku. Aku memandangnya. Aku memang terlihat lebih tua darinya. Pantas jika dia memanggilku kakak. Sejenak kemudian aku menjabat tangannya.
"Zianeta Rose," jawabku singkat.
Begitulah pertemuan kami sepuluh tahun yang lalu.
\*
Hari semakin siang. Aku dan Cing memutuskan pergi makan siang bersama selepas berkunjung dari makam ibu. Kami berbincang banyak hal.
Aku katakan padanya bahwa kakek sudah meninggal 3 tahun yang lalu. Cing kemudian juga bercerita tentang maksud kedatangannya ke Jepang. Katanya hanya ingin berlibur menikmati bunga sakura yang bermekaran sebelum dia meneruskan studinya di Perancis.
"Aku ingin menjadi seorang desainer, Kak?" ucapnya.
"Itu bagus. Dunia fashion tidak akan pernah mati dan terus berkembang. Wujudkan mimpi-mimpimu meski harus bersusah payah agar tidak menyesal kelak".
"Tentu saja. Bagaimana dengan Kak Zi?"
"Aku sedang menyelesaikan studiku, tinggal satu semester lagi. Aku harap aku bisa menyesuaikannya tepat waktu."
"Kak Zi pasti bisa. Aku percaya itu."
"Paman dan bibi tidak ikut berlibur?"
"Tidak, Kak. Mereka sibuk dengan bisnis mereka. Tapi aku beruntung, ayah tidak pernah memaksaku terjun ke dunia bisnis sepertinya. Dia memberiku kebebasan untuk melakukan semua yang aku sukai."
"Kata kakek, ayahmu memang seorang yang sangat baik dan pengertian. Ayahku sangat suka berteman dengan ayahmu. Oh ya, kamu tinggal di mana?"
"Aku menginap di hotel dekat sini, Kak."
"Kenapa menginap di hotel? Tinggal di rumahku saja. Atau karena kamu suka bunga sakura, kamu tinggal di kastil punya keluargaku saja. Kata Kakek, ayah juga sangat menyukai bunga sakura. Lalu dia membangun kastil membuat taman sakura di dalamnya. Hingga ketika meninggal, ayah juga ingin dimakamkan di taman itu." Aku hanya mampu mengenang kata-kata Kakek. Ibu meninggal saat melahirkanku sementara ayah meninggal tiga tahun kemudian dalam sebuah kecelakaan.
"Aku turut berduka atas kematian paman."
"Terima kasih Cing. Umur adalah rahasia Tuhan, kita tak pernah tahu sampai berapa umur seseorang. Juga tidak akan bisa menolak datangnya kematian... Sudahlah, jadi bagaimana? Kamu mau tinggal di kastil atau di rumahku saja? Percayalah, bunga sakura di kastil ayah sangat bangus. Aku juga suka melihat bunga sakura bermekaran di sana."
"Baiklah, Kak Zi. Aku akan tinggal di sana saja. Sekalian aku berkunjung ke makam paman."
"Oke. Aku akan mengantarmu nanti dan menemanimu jalan-jalan?"
"Terima kasih, Kak. Maaf, aku merepotkan."
"Tidak. Kau tidak perlu sungkan seperti itu. Orang tua kita bersahabat baik, jadi kita juga bisa seperti itu kan? Anggap saja aku kakakmu sendiri," aku tersenyum pada Cing. Sepertinya dia anak yang menyenangkan.
"Baiklah. Aku senang sekali jika punya kakak sepertimu. Jika ada waktu Kak Zi juga harus pergi ke Cina. Ayah dan Ibu pasti akan sangat senang."
"Iya, tentu saja." Kami tersenyum bersama sambil menghabiskan makan siang kami.
Begitulah pertemuanku kembali dengan Cing. Kami menjadi sangat akrab dalam sekejap. Senang rasanya punya teman sepertinya. Tampaknya, kami akan benar-benar seperti saudara...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Acheuom Rahmawatie
menariikk.. tadinya mau ikutan give away
eehha ku oleng gara2 judul😀😂😀😂
2021-10-19
0
Lee Jung So
🙏🙏🙏🙏 makasih dah saling dukung
#agen penangkap roh
2021-01-05
0
Kustri
baru mampir...
soalnya udh tamat heheee
2020-11-08
1