Angin yang berhembus terkadang bagai nyanyian kerinduan, penuh harapan tapi dingin tanpa suara. Cuitan burung, laksana nada yang menebar aroma cinta, memecah sepi menyimpul damai. Lantas, siluet ketulusan menyembul diantara rintik salju yang sesekali berguguran, putih dan suci.
Musim dingin. Aku menyukai rintik salju yang turun seperti kristal, penuh keindahan. Hanya saja, hawa dingin ini aku sungguh tak menyukainya. Baju tebal dan berlapis pun, seakan tak banyak menolongku. Andai tubuh ini memiliki kemampuan ektra untuk merubah suhu, pasti akan menyenangkan jika bisa mengikuti suhu yang ada. Aku tidak perlu merasa kedinginan atau kepanasan. Ah, sayangnya ilmu-ilmu aneh sepertinya hanya dimiliki orang-orang kuno di cerita komik saja. Hemmm... Aku mulai berhayal lagi. Aku rindu aroma musim semi.
Sore ini, meski dingin, entah kenapa aku ingin pergi ke tepi telaga. Air telaga pasti sudah membeku. Bunga-bunga di tepiannya juga tidak ada yang mekar. Lalu apa yang akan ku lakukan di sini? Menunggu senja? Ah, tidak. Senja juga tidak akan datang seindah musim semi atau musim panas.
Entah apa yang aku tunggu, rasanya aku hanya ingin berada di sini. Duduk di tepi telaga. Melihat air yang membeku. Memandangi sisa-sisa salju yang turun. Ini sepi. Mendekapku dalam sendiri.
Kakek, cucumu sendirian. Aku rindu duduk dan bercerita bersama kakak di sini. Aku membayangkan masa-masa ketika Kakek masih hidup.
"Bolehkah saya ikut duduk di sini, Nona?"
Aku menoleh, melihat sesosok laki-laki yang berdiri tak jauh dari tempatku duduk. Entah sejak kapan dia datang
"Silahkan saja, Tuan. Ini tempat umum. Lagi pula, bangku kayu ini cukup panjang, tidak masalah jika Anda juga ingin duduk di sini."
Laki-laki itu duduk di ujung bangku, sementara aku di ujung yang lain. Aku meliriknya sekilas. Dia mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa foto.
"Salju yang dingin dapat membekukan banyak hal, tapi dilain sisi dapat menghangatkan hati yang jatuh cinta."
Apa dia bicara padaku? Tak ada orang lain di sini bukan? Atau dia sedang bicara sendiri?
"Apa Tuan bicara pada saya?"
"Tidak, Nona. Saya bicara pada air telaga yang membeku. Hahaha... Tentu saja saya bicara pada Anda, Nona. Di sini tidak ada orang lain selain kita, dan saya sepertinya masih waras hingga tidak akan bicara pada diri sendiri jika ada orang lain di dekat saya." Laki-laki itu tersenyum.
Cih, jadi menurut Anda saya gila karena saya suka bicara pada diri sendiri? Hatiku akan lebih banyak mengumpat dan mengutukimu Tuan, semoga Anda jatuh cinta pada orang yang "tak waras"!
"Sebuah hati yang membeku tak akan mudah tersentuh kehangatan, apa lagi cinta. Salju mungkin tidak memberi rasa hangat, tapi bisa saja membuatnya semakin mati rasa hingga tak akan bisa membedakan apa itu dingin dan hangat. Bukankah kata orang cinta hanya berbatas tipis dengan kebencian? Mungkin saja salju membuat hati Anda jatuh cinta, tapi bisa saja membuat orang lain tenggelam dalam rasa benci yang sunyi." Entah kenapa rangakaian kata-kata panjang itu meluncur dari mulutku, seakan tak melewati sensor di otakku.
"Cinta itu memang urusan hati, Nona, dan hati orang siapa yang tahu isinya? Benar begitu bukan?"
Aku diam. Pandanganku jauh ke tepi telaga. Tak tertarik lagi menanggapi kata-katanya.
"Oh, ya Nona... Bolehkan saya tahu nama...."
Kalimat laki-laki itu menggantung. Sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Setelah mengangkatnya, entah berita apa yang dia dengar, dia terburu-buru pergi. Aku melihatnya sekilas. Sepertinya laki-laki itu tidak asing. Mungkin aku pernah bertemu dengannya. Atau mungkin dia hanya mirip dengan seseorang yang pernah aku temui. Sudahlah, itu tidak penting. Aku tidak mengenalnya.
Eh, buku apa ini? Apa ini milik laki-laki tadi dan tertinggal?
Aku penasaran. Kuambil sebuah buku yang tergeletak di ujung bangku tempat kaki-laki tadi duduk. Sepertinya sebuah buku catatan. Aku ragu untuk membukanya. Tapi jika isinya adalah catatan penting, mungkin aku harus mengembalikannya. Kalau dibuka, mungkin juga aku bisa mengetahui alamat laki-laki tadi. Harusnya dia menuliskan data dirinya jika ini memang buku catatan penting.
Zianeta, kau terlalu banyak berpikir. Mau buka ya buka saja. Mau penting atau tidak bagaimana bisa tahu jika tidak dilihat? Setan dalam diriku mulai tidak sabar. Tanganku juga sudah gatal. Tidak peduli apa isinya, lebih baik memang segera kubuka saja.
Pada halaman pertama hanya tertulis nama Adam Nicollantonio Saif. Kurasa ini nama laki-laki itu. Aku membuka halaman selanjutnya. Sepertinya ini lebih mirip catatan harian. Ada tanggal yang tertera. Tapi semua kalimat yang dia tulis sangat puitis.
* * *
Pada binar matamu aku berkaca
bertanya tentang arti sebuah makna
menjelajah hidup yang bersajak-sajak
menelusuri kidung raya dalam hatimu
Betapa banyak ruang tercipta
kuketuk satu,
kutanyakan tempatku
di mana aku?
* * *
*Terjerat diri dalam rasa tiada muara yang membalut jiwa
Terlarut dalam asa seribu tanya yang mengoyak sukma
Sepi yang meruncing mengiris nadi
Sunyi yang mengepak memeluk hati
Derai gundah yang mencekam diri
Tiada arti hidup yang pupus
Mengejar angan yang putus
Terdiam diri di ujung sunyi
Memintal sutra merajut mimpi*.
\* \* \*
Beberapa halaman telah kubaca. Apa nada kesedihan dalam beberapa catatan ini. Aku kembali bertanya pada diriku. Apa benar ini milik laki-laki tadi? Tidak ada alamat dalam buku ini, hanya ada nama. Bagaimana mengembalikannya?
Lebih baik aku simpan dulu saja. Kalau buku ini penting baginya, dia pasti juga akan mencarinya ke sini. Aku sering ke telaga ini. Lain waktu mungkin akan bertemu lagi. Nanti bisa kukembalikan. Atau jika tidak begitu mungkin kapan-kapan aku bisa meminta Rain atau Lucas untuk mencari tahu tentang nama di buku ini. Hanya mencari data orang, ini tentu bukan hal yang sulit untuk mereka.
Aku melangkah pergi meninggalkan tepi telaga yang dingin. Pulang ke rumah, mencari kehangatan sambil terus membaca buku yang baru kudapatkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Kustri
calon suami
2020-11-09
0
Berdo'a saja
yg menolong mu itu kok lupa sih
2020-11-07
0
ciber ara
gak sabar baca teross sampai ending
2020-10-22
0