Pagi buta. Matahari masih bersembunyi dalam peraduannya di ujung timur. Mataku masih malas terbuka, tetapi telingaku menangkap bunyi ponsel yang mengusik ketenangan mimpi. Memaksaku mengumpulkan kesadaran, meraih ponsel dan menerima panggilan.
"Akhirnya kau angkat juga teleponku! Apa kau tahu, sudah berapa kali aku berusaha menghubungimu?" Rain mengoceh menumpahkan kekesalan.
"Hai, Tuan Muda! Anda sudah mengganggu tidur saya di pagi buta. Bagaimana Anda malah memarahi saya? Bukankah seharusnya saya yang marah?"
"Haish... Kemarin kita sudah sepakat untuk berteman, tapi kau tidak menjawab panggilanku dan tidak membalas pesanku, apa itu yang disebut teman?"
"Dasar kekanakan! Kau juga sudah sepakat memanggilku kakak, jadi seperti ini sikapmu pada seorang kakak?"
"Sudah, sudah. Tidak perlu diperpanjang lagi. Apa kau sudah mengecek email yang kukirim?"
"Iya, aku sudah melihat dan membaca penawaranmu tadi malam."
"Lalu kenapa kau tidak membalasnya? Apa kau sudah setuju dengan semua isinya? Jika sudah setuju, Paman Gao akan mengantarnya ke tempatmu pagi ini dan kau bisa menandatanganinya."
"Tidak, ada hal yang ingin kubicarakan langsung sebelum kutandatangani kontraknya."
"Tapi aku sudah meninggalkan Hokkaido, tidak bisa jika harus bertemu hari ini."
"Besok aku berencana pulang ke Yamanashi, aku rasa tidak masalah jika sebelum pulang aku mampir dulu ke Chiba lalu ke Yokohama. Biar aku lihat dulu lokasinya, setelah aku tentukan lokasi yang sesuai, baru kita bicarakan kontraknya."
"Baiklah, akan kuberi tahu paman Gao untuk menemanimu melihat lokasi. Apa kau sudah memesan tiket untuk besok?"
"Belum, rencananya baru nanti akan kupesan."
"Kalau begitu biar Paman Gao sekalian yang memesan untukmu. Biar diatur untuk penerbangan pertama. Kalian ke Chiba dulu, aku juga akan atur jadwal agar sore kita bisa bertemu di Yokohama."
"Baiklah, terserah kau saja."
"Oke, sampai ketemu besok." Rain menutup teleponnya.
Anak ini mengganggu saja. Masih sepagi ini, sudah membicarakan pekerjaan. Sepertinya dia akan merepotkan ke depannya, tetapi akan memberi banyak keuntungan juga. Apa kau sependapat dengan pemikiranku? Aku melihat cermin dan berbicara dengan bayanganku sendiri.
Sudahlah, pikirkan saja besok. Sekarang karena sudah bangun lebih baik aku berkeliling kebun dan menikmati udara pagi sebentar. Setelah itu aku akan segera bersiap menemui Cing. Aku sudah berjanji mengajaknya jalan-jalan hari ini.
* * *
Hokkaido, pulau ini menyimpan banyak kenangan dimasa kecil sebelum akhirya kakek membawaku pindah ke Prefektur Yamanashi. Tempat ini adalah tempat yang selalu kurindukan, sebuah kampung halaman dan juga tempat ayah dan ibu dimakamkan.
"Kak Zi, aku sudah menunggumu..." Cing anak kecil yang kegirangan saat melihat kedatanganku.
"Sepertinya kau sudah tidak sabar untuk jalan-jalan."
"Tentu saja, aku sampai sulit tidur semalam karena membanyangkan tempat indah yang akan kita kunjugi." Cing tersenyum ceria. Ekspresinya terlihat sangat polos.
"Memang kau tahu aku akan mengajakmu ke mana?"
"Hehehe... Aku tidak tahu, Kak. Tapi pasti ke tempat yang indah kan?"
"Tentu saja... Ayo cepat naik dan pakai sabuk pengamanmu, kita berangkat sekarang. Hari ini kita harus menyenangkan diri. Anggap saja ini perayaan untuk pertemuan dan persaudaraan kita?"
"Tentu saja. Ini memang pantas dirayakan." Cing sudah memasang sabuk pengaman. Aku mulai memacu mobil.
"Tadi malam Kak Zi menginap di mana?"
"Oh, aku pergi ke kebun bunga peninggalan keluargaku. Di sana ada rumah kecil yang juga ditempati oleh penjaga kebun. Jika di Hokkaido aku lebih suka menginap di rumah itu."
"Heemm... Lain kali Kak Zi juga harus mengajakku ke sana." Cing bicara sambil melihat pemandangan di tepi jalan.
"Tentu saja. Jika ada kesempatan lagi aku akan mengajakmu. Tapi besok aku harus kembali Yamanashi, apa kau mau ikut atau masih ingin di sini?"
"Sepertinya aku masih ingin keliling Hokkaido, besok lusa aku juga harus pulang Kak."
"Baiklah, besok aku akan menyuruh orang untuk menemanimu berkeliling."
"Terima kasih, Kak Zi. Maaf, aku merepotkan."
"Kenapa kau masih sungkan, jika kau menggapku kakak maka kau tidak perlu sungkan padaku. Rumahku akan menjadi rumahmu juga dan kau bisa berkunjung setiap waktu. Nanti aku juga akan memberitahumu alamatku di Yamanashi. Suatu saat kamu harus ke sana."
"Tentu saja, aku pasti akan datang. Tapi sekarang kita akan ke mana, Kak?"
"Sayang sekali ini akhir tahun, jika kau datang diakhir musim semi aku akan mengajakmu melihat hamparan bungan phlox yang bermekaran atau melihat festival bunga matahari saat musim panas. Tapi karena ini musim dingin, maka kita pergi ke danau saja..." Aku tersenyum melihat Cing.
"Danau? Tapi apa air danau tidak membeku?" Cing tampak heran.
"Kita lihat saja nanti," aku kembali tersenyum yang membuat Cing semakin penasaran.
Akhirnya setelah sekian lama menempuh perjalanan, kami sampai juga di lokasi tujuan.
"Selamat datang di Danau Toya." Ucapku pada Cing begitu berada di tepi danau.
Cing terpukau oleh keindahan danau ini. Danau Toya memang indah. Selain itu air danau ini tidak akan membeku meski dimusim dingin.
"Kak, ini sangat indah."
"Kau suka?"
Cing mengangguk.
"Kalau begitu kau harus bersiap-siap untuk sesuatu yang lebih indah lagi."
"Ada yang lebih indah dari ini?"
"Ikut aku." Aku menarik tangan Cing.
Aku mengajak Cing menaiki kereta gantung. Kami menuju puncak Gunung Usu.
"Kak, ini sangat cantik, suasana alam yang indah. Apa lagi ini tidak begitu ramai pengunjung, mungkin karena sekarang musim dingin, jadi bisa mengambil foto sesuka hati tanpa terganggu pengunjung lain...hehehe... Tapi suatu saat nanti Kak Zi harus mengajakku lagi ke sini saat musim panas atau musim semi, pasti akan terlihat berbeda suasananya," kata Cing begitu sampai di puncak.
Aku tersenyum. Dari sini kami bisa melihat keindahan Danau Toya secara keseluruhan. Meski udara dingin dan aku tidak menyukainya, tapi tidak apa-apa, demi menemani Cing dan membuatnya bahagia. Cing terlihat sangat menikmati suasana dan ingin mengambil beberapa foto lagi.
"Sepertinya akan lebih bagus jika fotonya diambilkan dari sana, Kak."
"Baiklah, aku akan ke sana untuk memotretkan. Buatlah pose yang bagus di sini."
"Terima kasih, Kak."
Aku mengambilkan beberapa foto dengan berbagai gaya dan ekspresi yang dilakukan Cing. Melihat Cing bahagia aku juga merasa bahagia. Aku berharap bisa bersabat baik dengan Cing seperti cerita kakek tentang persahabatan orang tua kami dulu.
"Kak, ayo ke sini. Di sini juga indah."
"Iya, sebentar." Aku kurang hati-hati saat berjalan dan terpeleset. Aku hampir terjatuh tapi seseorang menolongku.
"Nona tidak apa-apa?"
"Terima kasih, Tuan. Saya baik-baik saja."
"Kak, sini. Cepatlah..." Cing memanggilku lagi.
"Permisi, Tuan. Sekali lagi terima kasih untuk bantuan Anda." Aku segera menuju tempat Cing.
"Kak, ayo ke sebelah sana... Sepertinya akan dapat foto lebih bagus di sana." Cing menarik tanganku dengan semangat.
Kami mengambil banyak foto hingga lelah dan akhirnya memutuskan untuk pulang. Kami bersenang-senang hari ini. Lain waktu, kami harus membuat agenda yang terenca dengan baik agar bisa lebih menyenangkan diri dan menghabiskan wantu bersama. Memiliki sahabat dekat itu memang membahagiakan.
* * *
Flash back
Seorang wanita terpeleset karena kurang hati-hati saat berjalan. Dia hampir jatuh tapi aku menolongnya.
"Nona tidak apa-apa?"
"Terima kasih, Tuan. Saya baik-baik saja."
"Kak, sini. Cepatlah..." Seseorang memanggilnya.
"Permisi, Tuan. Sekali lagi terima kasih untuk bantuan Anda." Dia terburu-buru meninggalkanku.
"Tunggu, Nona. Apa saya bisa tahu nama Anda?" tanyaku lirih dan dia tidak mendengarnya.
"Tuan Adam, apa perlu saya menghampiri mereka dan menanyakannya?"
"Tidak perlu, Bryan. Suatu saat nanti aku pasti bertemu lagi dengannya."
Aku diam-diam mengambil fotonya dari kejauhan. Dia terlihat sangat cantik, seperti bunga yang merekah diantara hamparan salju, sangat menawan hati yang memandang...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Kustri
lanjutkan..
2020-11-08
0
Berdo'a saja
siapa laki" itu
2020-11-07
0
🍾⃝Tᴀͩɴᷞᴊͧᴜᷡɴͣɢ🇵🇸💖
Like and komen
2020-09-25
0