Abrar sengaja mengajakku untuk membeli hadiah untuk keponakannya di pesta ulang tahun nanti. Dia membukakan pintu mobil seperti biasanya aku diperlakukan seperti seseorang yang spesial setiap jalan dengan dia. "Kira-kira hari ini kita bakalan kasih apa ya. Menurut kamu barang yang cocok untuk kita kasih ke dia apa?"
"Emang dia sukanya apa? Biasanya sih kalau anak kecil sukanya Barbie atau boneka-bonekaan tapi bisa juga kayak masak-masakan gitu."
"Gimana kalau misalkan kita kasih masak-masakan aja kayaknya dia suka deh yang berbau alat masak gitu." Sahutnya yang langsung saja melontarkan idenya kepadaku.
Kami pun langsung saja membeli ke toko mainan yang berjualan alat-alat masak untuk anak kecil sebagai hadiah hari ini. Tercetuklah ucapan dari Abrar. "Nanti kalau misalkan kita menikah bakalan kayak gini juga nggak sih repot sama anak-anak?"
"Emang kita berdua bakalan berjodoh?"
Abrar menatapku begitu tajam sekali seolah-olah tidak suka dengan apa yang aku ucapkan kali ini. "Kok kamu ngomongnya kayak gitu sih ucapan itu adalah sebuah do'a jangan ngomong kayak gitu kalau misalkan diijabah sama Allah kayak gimana do'a kamu ucapan kamu?" Aku pun terdiam dengan ucapan Abrar, bener juga kalau misalkan aku terus-terusan meyakini kalau misalnya Abrar bukan jodohku maka suatu saat akan terkabul dengan ucapan aku itu menjadi bumerang sendiri untuk kedepannya aku dan Abrar.
"Makanya kamu jangan ngomong kayak gitu lagi dong do'ain yang baik-baik semoga kita tuh berjodoh."' Abrar merupakan laki-laki yang sangat peka sekali dengan apa yang aku ekspresikan walaupun aku sama sekali tak mengatakan kepadanya.
Lanjut.
Sampailah kami di toko mainan yang menyediakan mainan apapun dari laki-laki atau mainan perempuan. Abrar langsung saja menuju ke area alat-alat masak mainan yang akan diberikan nantinya. Mainan-mainan yang ada di sini adalah berwarna merah muda atau pink. Aku pun juga memilih mainan masak-masakan yang cocok untuk diberikan kepada keponakan Abrar.
Sekitar 30 menitan akhirnya kita sampai juga dengan pilihan kita karena banyak sekali pilihan yang ada di toko mainan ini jadi bingung mau pilih hadiah yang mana yang akan diberikan nanti. "Kayaknya yang ini aja deh yang cocok buat kita kasih nanti hadiah. Gimana menurut kamu udah cocok belum?"
"Ya udah deh yang ini aja kayaknya cocok buat anak kecil biar nanti dia pintar!" Kesepakatan kami berdua pun jatuhnya kepada masak-masakan yang simple tapi banyak sekali manfaatnya dan Abrar langsung saja membawanya ke kasir untuk membayar dan langsung saja mengadokan juga.
Sebelum kita akan ke pesta ulang tahun hari ini Abrar mengajakku untuk membeli baju yang akan aku kenakan nanti ke pesta ulang tahun ponakannya. Soalnya aku bingung kenapa aku diajak untuk membeli baju untukku padahal aku banyak sekali baju-baju yang aku kenakan nantinya yang sudah tersedia di lemari walaupun baju-baju yang ada di lemari itu adalah baju-baju yang lama.
"Kok kamu ngajakin aku beli baju sih? Kan aku udah ada baju di rumah kenapa ngajakin aku beli baju?" Ia seperti bingung menjawab harus seperti apa dengan pertanyaanku yang aneh ini. Ia menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal sama sekali tapi ia selalu aja meyakinkanku kalau yang ia lakukan adalah tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang aku pikirkan.
"Kamu jangan salah paham ya aku pasti ini nggak ada maksud apa-apa kok pengen ngeliat kamu lebih cantik aja."
Akupun mengangguk dan masuk akal dari ucapan Abrar tersebut. Ia pun memilih kan baju yang paling bagus untuk aku kenakan nanti.
***
Di pesta ulang tahun,
Banyak sekali dari segala macam usia datang ke pesta ulang tahun keponakannya yaitu Chilla, gadis kecil yang begitu cantik dan manis. Langsung saja memeluk Abrar karena mungkin mereka saling dekat satu sama lain ketika Chilla masih kecil. Abrar pun mendekat dan mengajakku untuk memberikan hadiah kepada Chilla. "Selamat ulang tahun keponakan Om yang paling cantik semoga kamu tambah cantik dan tambah pinter ya sayang!" Logatnya yang begitu seperti laki-laki yang sudah memiliki seorang anak dan sudah pantas untuk memilikinya. Chilla pun cium tangan kanan omnya yang memberikan hadiah kepadanya dengan suara anak kecil yang begitu lucu sekali.
"Makasih banyak ya Om udah kasih Chilla hadiah hari ini aku seneng banget Om!" Abrar mengacak-ngacak atau mengusap puncak kepala Chilla dengan begitu gemasnya.
Seperti pesta-pesta ulang tahun pada umumnya. Lagu-lagu anak-anak kecil pun diperdengarkan kepada mereka mereka atau tamu undangan yang seusianya aku seperti bernostalgia kembali seperti dulu walaupun aku sama sekali belum pernah merayakan ulang tahun sebelumnya. Tapi walaupun aku tidak pernah merasakan ulang tahun seperti keponakan Abrar tapi aku selalu bahagia dengan orang tuaku yang selalu mengajarkan aku untuk menjadi manusia yang terus bersyukur dengan keadaan apapun itu. Karena aku yakin setiap manusia punya jalannya masing-masing dalam hidup dan setiap manusia pasti ada cara untuk bahagia nya bagaimana cara kita untuk menjemputnya dan menikmatinya sendiri. Aku melihat mamanya Abrar sedang mengobrol di seberang sana aku mencoba untuk mendekatkan diri agar aku lebih akrab karena itu saran dari Abrar sendiri.
"Hallo tante. Ini pertemuan kita yang kedua ya?" ucapku yang seperti itu. Bukannya malah menjawab beliau malah menatapku begitu sinis dan malah beliau pergi meninggalkanku mengajak teman-temannya yang berdiri tadi. Rasa kesal pun sebenarnya tidak ada apa lagi tersinggung tapi aku merasa aneh kenapa tanggapan beliau seperti itu kepadaku.
Datanglah kakak Abrar yang menghampiriku yaitu Ema yang aku temui waktu itu ketika aku mampir ketemu Abrar di rumahnya. "Hai kamu apa kabar Abrar nya mana?"
"Tadi Abrarnya ke toilet sebentar kak." Kakaknya Abrar begitu cantik dan elegan sekali dengan penampilannya berbanding terbalik ketika aku bersanding disampingnya seperti langit dan bumi. Aku hanyalah perempuan biasa yang beruntung mendapatkan pangeran seperti Abrar. Sampai detik ini aku masih tidak percaya aku bisa mendapatkan seorang laki-laki yang tulus kepadaku yang tidak pernah memandang dari sisi perekonomian. Dia selalu bilang kalau misalkan jadi manusia harus bersyukur dan harus menikmati apapun yang terjadi di dalam hidup.
"Udah kalau gitu aku kesana dulu Ya nggak papa kan kamu sendiri disini! Aku udah lapar banget nih!" Akupun mengangguk ucapan dari kak Ema.
Aku pun mendekatkan diri kepada kedua orang tua Abrar. Seakan-akan aku merasa diriku asing di antara mereka tapi aku berusaha untuk tetap berpositif thinking mungkin ini adalah acara yang besar dan acara yang tidak harus dianggap serius untuk menanggapi ucapan mereka yang seperti itu.
"Kamu pacarnya Abrar ya?"
"Iya aku pacarnya Abrar? Kenapa?"
"Penampilannya sederhana banget sih mewah kayak kita?"
"Emang salah ya sama pakaian yang aku kenakan ini?" Menurutku tidak ada yang salah hanya saja baju yang aku kenakan sangat sederhana yang tidak gemerlap seperti mereka yang kelihatan sekali mahalnya terpampang.
Abrar pun menghampiri kita. Dan ternyata sepupunya Abrar tiba-tiba menjauh begitu saja. "Mereka nyamperin kamu ya? Ngobrolin apa aja tadi gitu dong saling kenal biar akrab!"
"Nggak aku ngobrol yang biasa-biasa aja. Ini acaranya sampai jam berapa sih sebenernya?"
"Mereka ngomong apa sama kamu tadi? Kok muka kamu kayak bete gitu?"
"Nggak kok mereka nggak ngomong apa-apa."
Aku tak boleh lagi seperti dulu yang dikit-dikit ngambek dan tiba-tiba baper aku sudah dewasa yang harus bisa lebih sabar dan harus bisa menerima apapun yang orang komentari tidak suka terhadapku. "Ya udah kita makan aja yuk kayaknya laper deh."
Akupun mengangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Nur hikmah
ko abrar g liat lngsung klw kluarganya g suka kecuali kak ema yg baik hti
2021-10-01
0