Janji Hati
Perjalanan cinta kami begitu sangat besar. Bahkan ketika cita-cita kami ketika lulus sekolah adalah berjuang sama-sama demi cita-cita kita. Walaupun kita memiliki sesuatu hal yang berbeda, tapi kita selalu menjadi seseorang yang saling menguatkan satu sama lain. Ketika SMA kita sadar kita akan lulus nanti kedepannya. Aku kalau misalkan Abrar memiliki latar atau ekonomi yang jauh lebih besar atau yang jauh lebih berlevel daripada keluargaku yang sangat sederhana. Ketika awal ia mendekatiku awalnya aku menolak karena aku tahu ketika aku jatuh terlalu dalam aku sulit untuk keluar dari sesuatu hal yang terdalam itu. Tapi Abrar selalu meyakinkanku kalau cinta tidak memandang jenjang sosial tapi melainkan kenyamanan masing-masing diantara keduanya. Saling menerima satu sama lain dan saling menyayangi bahkan paham di antara keduanya kalau misalkan hidup itu pasti ada yang namanya kekurangan dan kelebihan otomatis harus diterima dan Abel mengatakan itu kepadaku enggak aku pada akhirnya waktu itu mengiyakan ke jenjang hubungan yang berstatus. Aku ingat sekali kita akan sama-sama berjuang untuk menjalani hubungan ini ke jenjang serius tidak hubungan yang main-main saja ya kalau misalkan diibaratkan sekarang adalah pacaran tapi tidak terasa hubungan itu terjalin 4 tahun dari sekarang ketika aku tepat kelas 2 SMA dan ketika aku sudah lulus sekolah 2 tahun setelahnya. Perubahan stigma pacaran kami berbeda karena mungkin pola pikir dan lingkungan juga yang membuat kami semakin hari semakin dewasa memikirkan hal-hal baik dan memikirkan hal-hal yang jauh lebih bermanfaat dan positif untuk kita lakukan setiap harinya dalam kegiatan apapun di dalam personal kita masing-masing. Ajakan Abrar ke rumahnya membuatku menjadi tegang, dikarenakan kedua orang tua dan rumahnya yang begitu megah sekali karena selama ini ia tidak berani membawa aku kesana karena mungkin terlalu mudah untuk menjalin suatu hubungan apalagi SMA dan ketika kita sama-sama matang ketika dua tahun setelahnya matang dalam artian berpikir maka Abrar membandingkan diri untuk mengajakku ke sana. Aku bingung apa yang harus aku lakukan aku hanya bisa tersenyum dan hanya bisa duduk manis di sofa yang sangat besar di ruang tamu. Rumahnya berbeda jauh dengan rumahku sebenarnya aku sudah pernah melintas ke rumahnya bersama bapak waktu itu tapi aku hanya bisa melihat dari luar karena tembok besar dari depan menutupi keindahan rumah di belakang dari tembok tersebut.
"Kamu masuk ke dalam kamu tunggu di sini," ucapnya menyuruhku untuk duduk di ruang tamu. Aku senang sekali disambut hangat dia walaupun yang menyambut orang spesial yaitu Abrar.
Ketika lulus SMA tabrakan menyuruhku dengan julukan 'mas' di depannya. Aku bingung banget kenapa tiba-tiba dia menyuruhku untuk memanggil dengan julukan mas depannya. Tapi setelah kupikir-pikir rasanya memanggil dengan julukan tersebut lebih sopan, mungkin awalnya sedikit rada canggung dan rada aneh, tapi berjalannya semua itu tidak ada canggung lagi dan sudah terbiasa. Tiba-tiba mama dan papahnya datang dengan begitu modusnya. Aku langsung saja berdiri untuk bersalaman kepada mama dan papahnya namun ketika aku ingin bersalaman kepada papanya, namanya langsung menepis begitu saja agar aku tak bersalaman dengan papahnya. Kalau ditanya tersinggung sama sekali enggak tersenyum sama sekali mungkin alasannya adalah simple walaupun aku tidak tahu apa tujuannya seperti itu. Aku tetap tersenyum walaupun diperlakukan seperti itu oleh mama dan papahnya.
"Abrar mana?"
Belum sempat aku menjawab Abrar pun datang, "Eh mama dan papa udah datang mama udah kenalan sama----" Belum sempat menjawab mama langsung saja mengajak papah untuk masuk ke kamarnya mengganti pakaian mereka. Abrar menatap ke arahku. Dia tersenyum dan menyuruhku untuk duduk karena ia sudah membawakan minuman yang ia buat kan tadi di dapur.
"Maaf banget ya tadi aku lama."
"Ya nggak papa kok."
"Oh iya kamu udah kenalan sama mama dan papa tadi."
"Ya sudah kok." Aku yang tak mau panjang lebar karena aku yakin Abrar bakalan menanyakan kenapa aku belum berkenalan kepada orang tuanya aku tidak mau repot-repot dengan pertanyaan-pertanyaan yang gak penting yang membuat undangan pikiran Abrar semakin kesana kemari.
Terlintas di pikiranku untuk menanyakan apa tujuan Abrar mengajakku ke sini padahal selama ini ia tidak pernah mengajakku ke sini. "Sebenarnya kamu tuh ngapain sih ngajakin aku ke sini?" Raut wajahku sudah berubah menjadi bete dan nggak mood karena sikap kedua orang tuanya seperti tadi sebenarnya ini nggak ada masalah sama sekali tapi mungkin aku lagi PMS kali ya.
"Loh kamu kok ngomongnya gitu kita kan pengen ke jenjang serius otomatis aku pengen kenalan kamu sama kedua orang tuaku dan pengen kamu nanti ke keluarga besar aku nantinya. Kayak kamu kenalin aku ke keluarganya kamu?"
"Emang apa sih yang dilakukan mama dan papah tadi sama kamu? Mereka ngelakuin apa tadi?"
"Mereka nggak ngelakuin apa-apa kok cuma kenalan sama aku udah nanya kamu di mana terus mereka langsung aja masuk ke kamar." Sahutku yang apa adanya.
"Oh aku pikir kayak gimana." Aku hanya bisa menggeleng.
Tak berapa lama kakaknya Abrar pun datang. Dia adalah Ema. Jadi di keluarga Abrar mereka itu dua bersaudara Ema adalah anak pertama dan Abrar adalah anak kedua. Jadi selama ini aku cuma mendengar nama Ema dan tidak pernah tahu wajah kakaknya Abrar itu kayak gimana tapi aku pernah melihat fotonya dari galeri ponselnya. "Kak kenalin Ini Alya yang sering aku ceritain kakak," ucapnya kepada kakaknya yang baru saja pulang dari dinas kerja.
"Hai salam kenal, aku kakaknya Abrar."
"Halo kak aku Alya. Salam kenal juga!" Sahabatku yang sangat terlihat canggung sekali.
Terlihat sekali kalau misalkan kakaknya Abrar seorang dokter. Ia pun masuk dan melangkahkan kaki menuju kearah kamarnya. "Jadi kakak aku tuh dokter sebenernya kayaknya aku udah pernah cerita deh sama kamu tapi ini adalah pertemuan kalian yang pertama kalinya ya kan?"
"Kan aku pernah melihat dari hp kamu kalau misalkan orang yang ada di HP kamu itu di foto itu kakak kamu yang namanya kak Ema? Ya benar ini pertemuan aku pertama kali sama kakak."
"Oh ya nanti kakak aku bakalan menikah sebentar lagi ya sekitaran berapa bulan lagi deh sama pasangannya gitu, kalau nggak salah calon itu dokter juga soalnya ya kayak cinta lokasi gitu. Sama deh kurang lebih kayak kita kita kan juga cinta lokasi dulu di sekolah inget gak kamu dulu?"
"Inget banget aku pertama kali kamu deketin aku."
"Tapi kamu suka duluan kan sama aku? Kamu ngaku sama aku kalau misalkan kamu suka duluan kan sama aku?"
"PD banget kalau misalkan aku suka duluan sama kamu? Kamu duluan yang suka sama aku!" Aku yang tak mau kalah kepada Abrar.
"Ya udah deh aku ngalah sama kamu, pokoknya kamu aku ajak sering ke sini biar mama dan papa lagi akrab aja gitu sama kamu nggak ada canggung-canggung lagi. Kamu mau kan kalau misalkan aku ajak sering ke sini?"
"Tapi apa aku nggak ngerepotin terus kalau aku misalkan ke sini? Jangan terlalu sering juga ngajak mau ke sini?" ucapku yang tak enak hati.
"Iya santai aja kok."
"Oh iya besok mau nggak temenin aku buat buat ke pesta ulang tahun keponakan aku? Cewek sih ponakannya kayaknya kamu cocok deh buat milihin kado buat dia."
"Ya udah deh boleh nanti besok ya. Kayaknya aku harus pulang deh sekarang soalnya udah sore banget aku juga belum sholat ashar nih di rumah."
Abrar pun mengantarkanku pulang ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Nur hikmah
mmpir..like deh
2021-10-01
0