Dapat serangan yang begitu mendadak, otomatis kelompok itu terkejut bukan kepalang jadi kurang sigap atas situasi yang terjadi. Apa lagi ini serangan tentara dari segala arah. Sebelumnya, perang pertama dan kedua tidak seperti ini. Pengepungan tentara berupa sisi depan dan belakang. Lagi pula, sebelum tentara masuk telah berhadapan terlebih dahulu dengan para penjaga. Terus sisanya angkat kaki alias kabur. Ini, tentara begitu leluasa masuk ke area persembunyian mereka.
Ya! Yang jadi penjaga adalah yang pasang badan.
Pertempuran begitu menegangkan tembakan yang datang secara sporadis dari sana-sini begitu brutal. Meski di dalam tenda, musuh tetap melakukan perlawan. Dengan badan tengkurap agar tidak jadi sasaran target tentara. Tapi juga memang mereka sudah melengkapi diri dengan baju anti peluru. Hanya harus tetap waspada. Baju anti peluru hanya melindungi area dada dan punggung saja.
Yang di luar, melakukan perlawanan dengan bersembunyi dikoleksi kayu-kayu bakar dan tumpukan barang-barang bawaan mereka. Sedangkan sisanya telah habis dari gencatan senjata tentara dan penembak jitu jarak jauh. Tak masalah keadaan gelap, penembak jitu menggunakan teropong bidik malam.
Tiba-tiba terdengar bunyi petir membahana menandakan akan turun hujan. Memang nggak lama rintik-rintik air dari langit berjatuhan membasahi Bumi. Bahkan perlahan-lahan semakin deras. Meski mata perih, penglihatan nggak jelas karena kondisi terlalu gelap. Bulan dan bintang nggak menampakkan wajahnya di langit. Lentera di tenda target pun dimatikan ketika pertama terjadi gencatan. Kenapa? Sengaja dimatikan oleh kelompok itu supaya penglihatan tentara nggak jelas. Ditambah lagi sekarang makin tidak jelas. Namun apapun itu para tentara tetap melakukan penyerangan, begitu pula kelompok itu terus melakukan perlawanan.
Pertempuran yang cukup memakan waktu, dan jadi melelahkan. Karena terkendala faktor cuaca, dan nihil cahaya. Tapi tidak menyurutkan daya juang diantara mereka. Tentara ingin segera meringkus, sedangkan musuh terus mencari celah ingin kabur dari sana.
Kain tenda sudah tidak berbentuk. Lalu dirobek oleh musuh yang berada di dalam. Sedikit demi sedikit sambil mengawasi bolak-balik keadaan luar. Tak luput diiringi tembakan senjata. Mereka terus melawan tentara di luar lewat lubang robekan.
Usai dapat celah, maka satu-persatu beranjak kabur dari sana dengan membawa barang-barang sedapatnya yang ada di dalam tenda. Rupanya dugaan Komandan tidak jitu, kepala kelompok itu berada di tenda belakang. Orang itu berlari bersama para pengikutnya.
“KEJAR MEREKA!” teriak Komandan Peleton.
Sesuai perintah dipertemuan tadi, yang mengejar tim Dean dan tim Selatan, sisanya dengan Komandan bertahan.
Sosok mereka sulit sekali dicari di kegelapan malam. Yang mengejar pun harus saling bisa memahami posisi satu sama yang lainnya. Jika tidak, bisa salah tembak! Bisa-bisa teman jadi korban.
Sekilas Dean melihat sekelebatan orang berlari diantara pepohonan nggak jauh darinya. Lekas dia mengikuti, disusul 2 orang anak buahnya.
Hujan sudah reda. Bintang-bintang mulai sedikit demi sedikit bermunculan di langit. Begitu pula rembulan perlahan-lahan menampakkan diri bersama cahayanya. Dengan nafas terengah-engah, Dean dan 2 anak buahnya terus mengejar.
“DOR!”
Pria dari kesatuan Angkatan Darat itu mengeluarkan timah panas ke salah satu yang berlari di depannya. Yang ditembak tumbang, tapi masih bernyawa karena pelurunya hanya mengenai kaki orang itu.
“Urus orang ini, saya akan lanjut mengejar." Dean memberi perintah, setelah dia dan anak buahnya mendekat.
Lekas dia kembali berlari karena melihat sosok utama buruan mereka berpisah dengan gerombolannya. Mengidentifikasikannya lewat tubuhnya yang jangkung dan kurus. Memang kepala kelompok itu memiliki tubuh seperti itu. Tentu, Dean dan tentara lain tahu siapa-siapa saja target mereka. Makanya tadi meski kurang jelas, Komandan tahu, dan lekas berteriak keras.
“Sersan! Sersan!” Kedua anak buah Dean berseru, tak rela atasan mereka mengambil langkah sendiri.
**********
“Angkat tangan!” seru Dean.
Yang dikejar seketika melotot otomatis jadi berhenti melangkah. Namun belum sempat orang itu balik badan, sayang ada suara di belakang Dean.
“Anda yang angkat tangan!” teriak seseorang keras.
Rupanya meski kepala kelompok itu terpisah dari gerombolannya. Tentu anak buahnya tidak membiarkan, segera mencari.
Yang diteriakinnya tak bergeming situasi sekarang berbalik. Sungguh malangnya pria berpangkat Sersan itu... Sebenarnya ini layaknya berjudi, jika dia lepas senjata belum tentu juga dikasih lolos.
“Cepat! Turunkan senjata Anda!” teriak orang itu lagi.
Perlahan-lahan Dean menaikkan senapannya ke udara berikut tangannya yang satu lagi. Sebagai pertanda tangan yang memegang pelatuk sudah dilepasnya. Lalu dengan kedua tangan menyerah, dia perlahan-lahan menundukkan badan meletakkan senjatanya ke bawah.
"Anda tidak usah balik badan, tetap begitu saja!" Orang itu kembali berkata.
Sementara setelah kepala kelompok itu berpaling, lekas melangkah bergabung dengan anak buahnya. Saat pentolan mereka sudah aman di sisi mereka, orang itu kembali bersuara tajam.
“Jalan!!!”
Entah ingin di bawa kemana tawanan mereka, yang pasti Dean terus berjalan sesuai instruksi. Tak butuh waktu lama, di tepian jurang dia disuruh balik badan. Lalu saat berpaling...
“Selamat tinggal..." Orang itu melepas dua kali tembakan peluru. "DOR! DOR!"
Tubuh yang ditembak itu langsung terhempas ke belakang dari hujaman peluru pertama yang keras mengenai dadanya. Lalu yang kedua mengenai salah satu kakinya. Saat tubuhnya sudah tidak seimbang condong ke arah laut, otomatis dia terjun ke bawah.
Tebing itu sangat tinggi, tubuh malang itu terus melayang-layang nggak beraturan hingga beberapa kali kena benturan lereng yang tentunya sangat menyakitkan. Darah yang keluar dari tubuh bukan hanya dari luka tembakan, namun juga dari hantaman tebing.
(Gambar hanya ilustrasi)
Tubuh naas tersebut terus merosot, akhirnya terjun ke laut. Kemudian tergulung-gulung oleh derasnya ombak, dan terus terombang-ambing entah kemana...
**********
Mentari pagi sudah menampakkan sinarnya di ufuk Timur. Hembusan angin laut meniup ke darat menerpa pohon-pohon yang membuat bergoyang-goyang, dan daunnya melandai-landai. Deruan ombak dan kicauan burung pun tidak luput meramaikan suasana.
(Gambar hanya ilustrasi)
Di tepian pantai, sepasang kaki indah tak beralas, berlarian di atas pasir diselimuti wajah cemas menghampiri seonggok tubuh nggak berdaya. Setibanya, dia langsung jatuh tersungkur, dan menggoyang-goyangkan tubuh asing itu.
“Hei, hei... Apa kau masih hidup?” Orang itu menempelkan wajahnya ke dada untuk mendengar detak jantung. Tak luput memeriksa denyut nadi.
“Hei, hei... Sadar! Sadar!” Sang penemu tubuh malang tersebut berseru berulang-ulang, disertai memukul keras pipi kiri dan kanan.
Yang ditampar batuk-batuk. Mulutnya mengeluarkan air. Tentu saja, pria itu belum sepenuhnya sadar. Dia hanya dapat melihat di sayup-sayup matanya, ada sesosok gelap entah mukanya seperti apa. Yang pasti dari suaranya seorang wanita. Duduk di sampingnya diantara kilaunya sinar...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Lina Susilo
awal kisah cinta dimulai
2021-03-11
0
@Deviya90
datang lah malaikat tidak bersayap😘😘😘
2020-03-02
0
Juni Yanti
lanjutkan thor
lagi seru nih..
2019-11-10
0