"Nadia," panggil Sonia khawatir.
"Nadia capek mah," jawab Nadia berlalu meninggalkan mereka semua di ruang tamu berjalan masuk ke dalam rumah.
Ardika mendekati Nadia, lelaki itu menatap Nadia dengan penuh kerinduan. Tidak bisakah Ardika memeluk putri kecilnya seperti dahulu kala?
"Nadia berhenti, papa ingin berbicara dengan Nadia." Ucapan Ardi membuat Nadia berhenti.
Nadia berbalik, menatap Ardi dengan tajam.
"Maaf, Nadia nggak punya papa," jawab Nadia, berlari menaiki tangga, masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya dari dalam.
Saat Ardi hendak mengejarnya, Ferra mencekal tangan Ardi.
"Sudah Mas, mungkin Nadia lelah," kata Ferra menenangkan Ardi.
Sonia menatap Ardi tidak enak.
"Maaf, bukannya aku mengusir. Tapi rasanya ini tidak tepat, Nadia terlalu syok melihat kalian di sini," ucap Sonia tidak enak.
Ferra mengangguk. "Aku paham perasaan kalian, sekali lagi maafkan aku Son," ucap Ferra tulus.
Maaf katanya? Dia wanita yang datang dalam kehidupan rumah tangganya. Dia pula orang ketiga yang menyebabkan rumah tangga mereka retak. Dan juga, Ferra lah penyebab Nadia kehilangan papanya.
Prangggggggggggggg.
Semua orang mendongak ke atas.
"Kalian pergi sekarang!" Ucap Sonia memerintah.
Ardika menatap ke lantai atas. "Tapi, Nadia—"
"Dia butuh waktu Mas, jangan paksa dia menerimamu," ucap Sonia menghancurkan harapan Ardi.
Mereka bertiga tidak bisa berbuat banyak, akhirnya mereka memilih meninggalkan Sonia dan Nadia di sana. Memberikan waktu kepada Nadia untuk menerima kenyataan yang telah terjadi.
Setelah Ardika, Ferra, dan Pevita meninggalkan rumahnya, Sonia langsung berlari menuju lantai dua rumahnya.
"Nadia sayang, buka pintunya," ucap Sonia sarat akan kekhawatiran.
Sonia mengetuk pintu kamar Nadia, Sonia sangat cemas dengan Nadia.
"Tidak sebelum mereka pulang!" Teriak Nadia dari dalam.
"Mereka sudah pulang Nak, buka pintunya," jawab Sonia.
Nadia membuka pintu dan memeluk mamanya dengan erat.
"Kamu sudah berjanji tidak menangis lagi, Nadia lupa?" Tanya Sonia kepada Nadia.
Dielusnya puncak kepala Nadia dengan lembut.
"Hati Nadia sakit Ma, melihat mereka bahagia sedangkan kita ... sedangkan kita, hiksss ...." isak Nadia dalam pelukan mamanya.
"Apa Nadia tidak bahagia bersama Mama?"
"Nadia bahagia Ma, sangat bahagia. Untuk apa mereka ke mari?" Tanya Nadia yang merasa penasaran akan kedatangan mereka secara tiba-tiba.
"Mereka akan tinggal di Bandung, Sayang. Mama dengar perusahaan papamu yang di sini sedang ada masalah internal," jelas Sonia.
"Aku membenci mereka," kata Nadia penuh kebencian.
Sonia mengajak Nadia duduk di ranjang, Sonia menatap wajah putrinya yang basah karena air mata.
"Kamu tahu, saat dulu Mama hamil besar. Kata dokter, Mama akan melahirkan satu minggu lagi, papamu berkata bahwa dia ada meeting dadakan malam itu. Dia pergi secara terburu-buru. Baru satu jam papamu pergi, air ketuban Mama pecah. Eyangmu menelpon papa, tapi tidak diangkat. Akhirnya Mama melahirkan putri Mama yang sangat cantik ini dengan selamat."
Jelas Sonia, menceritakan apa yang terjadi pada masa menjelang persalinannya. Nadia menatap Sonia dengan seksama. Hatinya seakan diremas mendengar kisah pilu mamanya.
"Apa Mama tidak benci mereka?" Tanya Nadia membuat Sonia tersenyum masam.
"Tentu saja, Mama benci mereka tapi Mama tidak ingin hubunganmu dengan papamu putus seperti hubungan Mama Papa," jelasnya.
"Bagaimana Mama tahu hubungan gelap papa?" tanya Nadia.
"Banyak yang bilang tentang itu, tapi Mama menutup rapat kecurigaan Mama demi kamu, Mama menjaga perasaanmu Nak, hingga Mama tidak tahan waktu Papamu lebih memilih mengambil surat kelulusan Pevita daripada kamu. Mama sengaja mengirim pesan pada Tante Ferra agar dia datang ke rumah dengan dalil papamu kangen pada mereka," jelas Sonia mengingat kilas balik kejadian memilukan itu.
"Aku sayang Mama."
Nadia memeluk mamanya dengan erat, entah terbuat dari apa hati Sonia. Dia memiliki hati yang lembut dan tidak pendendam. Sonia hanya berharap, putrinya tumbuh dalam lingkungan yang baik. Dia takut Nadia tumbuh menjadi wanita yang mudah marah dan dendam. Maka dari itu, Sonia mencoba berpikir lapang karena apa yang dia pilih saat ini akan menjadi contoh untuk Nadia agar mudah memaafkan.
.
OSPEK sudah berakhir hari sabtu kemarin, hari ini akan dimulai pelajaran seperti biasa. Nadia melangkahkan kakinya menuju kelasnya dengan earphone yang bertengger manis di telinganya.
"Pagi Olivia cecans," sapa Nadia pada Oliv yang sedang membaca novelnya.
"Pagi, Nona Cerewet."
"Kok cerewet sih, panggil Princes Nadia," canda Nadia membuat Olivia menggelengkan kepalanya.
"Pagi, Princes Nadia."
Nadia menatap tidak suka seseorang yang kini memanggilnya 'Princess Nadia'. Nadia merasa hidupnya dikutuk, setiap hari di Sekolah selalu saja bertemu dengan Fernand. Lelaki itu pandai merusak moodnya sepagi ini.
"Hm, pagi," jawab Nadia ketus.
Fernand menarik earphone dari telinga Nadia, mencabut kabel earphone itu hingga terlepas dari ponsel Nadia.
"Hei, kembalikan earphonekuuuu!" teriak Nadia tak dihiraukan oleh Fernand.
Lelaki itu justru berlari meninggalkan kelas Nadia begitu saja.
Teeeeetttttttt, suara bel tanda masuk berbunyi. Para murid langsung duduk di tempat duduknya masing-masing. Olivia menarik Nadia untuk duduk di bangku mereka.
"Aku harus mengambil earphoneku!"
"Nanti saat istirahat, kudengar wali kelas kita galak," bisik Olivia membuat Nadia bergidik ngeri.
Lima menit kemudian, wali kelas mereka bernama Bu Emi memasuki ruangan kelas. Membuat semua murid di sana terdiam.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Emi.
"PAGI BUKKKK."
"Ada anak baru dari Jakarta lo hari ini. Ayo masuk ke mari," katanya pada anak baru itu.
Tiba-tiba bolpoin Nadia jatuh, dia membungkuk mengambilnya.
"Hai teman-teman, namaku Pevita Maharani Wijaya," kata anak itu membuat Nadia menegang di tempatnya.
Nadia membenarkan posisinya, menatap Pevita tak percaya.
"Sialan!" Umpat Nadia tak tertahankan.
"Elo kenal dia Nad?" tanya Olivia memastikan.
Nadia menggeleng. "Enggak kok," elak Nadia.
Teman-teman sekelas Nadia langsung berkasak-kusuk, yah tradisi saat ada murid baru dan juga sangat cantik seperti Pevita.
"Kok matanya mirip Nadia ya?" Kata Reza.
"Cantikan Nadia lah."
"Wah anak pengusaha kaya itu kan?"
"Iya nama belakang mereka W semua."
"Ih kok kayak fotocopian ya, beda rambut dan manik mata doang," kata mereka semakin membuat Nadia semakin kesal.
"Sudah sudah, Vita silahkan kamu duduk di belakangnya Nadia," kata Bu Emi menunjuk kursi di belakang Nadia.
Pevita melewati Nadia, dia tersenyum menyapa Nadia dan Olivia. Hanya Olivia yang membalasnya ramah, Nadia membuang mukanya tidak peduli.
"Kita mulai pelajarannya ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
maura shi
kalo q jd nadia mending pindah sekolah,nyesek tau tiap hari ketemu org yg ngerebut kebahagiaan qt,meskipun dia g ada sngkut pautnya tp saat liat ibu yg sangat kecewa qt jd membenci semua yg berbau&berhubungan dgn ayahnya
2021-01-20
0
Nadia Permata
Hai kenalkan, aq nadia...
Org tua ku cerai saat aq berusia 2 tahun...
Tp org tua ku tdak baik, mereka musuhan...
Cerita ini hampir sama dengan kehidupan ku...
2020-06-10
1
syafa
pindah ke Jerman aja u nadia
2020-05-06
0