Cinta Dan Benci
Gadis kelas 3 SMP terlihat turun dari mobil dengan gembira karena hari ini hari kelulusannya. Dia berjalan memasuki rumah dengan riang. Di belakangnya, sopir Keluarga Wijaya mengikutinya membawakan tas gadis itu dengan senyuman di bibirnya.
Kegembiraan nona mudanya ikut dia rasakan.
Kening Nadia berkerut ketika melihat mobil yang sangat asing baginya berada di halaman rumah mereka. Mungkinkah oma dan opanya datang ke rumahnya karena tahu Nadia hari ini mendapatkan hasil ujiannya yang menandakan lulus tidaknya gadis itu.
"Itu mobil baru Oma dan Opa, Mang?" tanya Nadia kepada sopir keluarganya.
Mang Dimang menggeleng tidak tahu, lelaki paruh baya itu sudah bekerja di sana sejak Nadia belum ada dalam kandungan mamanya.
"Mamang tidak tahu Non, mungkin ada tamunya papa mamanya Non Nadia," ucap Mang Dimang diangguki Nadia.
Suara teriakan dari dalam rumahnya membuat Nadia tersentak. Bukankah itu adalah suara mama dan papanya? Kenapa mamanya sampai berteriak seperti itu? Sampai detik ini juga, baru kali ini Nadia mendengar mamanya berteriak marah.
Langkah kaki gadis itu ragu-ragu, antara dirinya ingin masuk ke dalam rumahnya ataukah menunggu hingga keadaan didalam sana mereda. Tapi Nadia ingin tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana hingga mamanya berteriak marah seperti itu?
Dengan langkah pelan, Nadia memasuki ambang pintu rumahnya.
"Ceraikan aku!" ucap mama Nadia membuat langkah kaki Nadia terhenti.
Nadia menunduk, menatap hasil ujian yang menyatakan bahwa Nadia lulus. Apa yang akan Nadia lakukan kini?
Gadis itu mengambil napas panjang, mengembuskannya dengan kasar. Tidak, Nadia harus masuk ke dalam sana untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
"Nadia pulang ...." teriak Nadia dengan senyum sumringahnya seakan Nadia tidak tahu apa yang baru saja mamanya bicarakan.
Sonia menghapus air matanya, wanita itu menoleh ke arah Nadia dan tersenyum dengan matanya yang kini memerah.
"Mama menangis?" tanya Nadia menghampiri mamanya.
Gadis itu berlutut di bawah mamanya, Nadia bersimpuh di kaki mamanya.
"Why? Apa yang terjadi Mama? Kenapa Mama diam?" tanya Nadia penasaran.
Alis Nadia terangkat ketika melihat papanya duduk di sana dengan wanita seusia mamanya dan gadis seusianya di ruang tamu rumahnya. Melihat mamanya menangis seperti itu, mungkinkah?
Nadia menyentuh tangan mamanya, Nadia menatap mamanya penuh perhatian.
"Mama kenapa menangis? Lihat Ma, Nadia bawa surat kelulusan Nad. Nadia lulus dengan nilai terbaik," kata Nadia menunjukkan surat kelulusannya.
Nadia ikut meneteskan air mata ketika melihat mamanya menangis sesegukan seperti itu. Bayangan bahwa dia akan mendapat kado terindah dalam kelulusannya buyar sudah.
Kenapa Nadia justru melihat mamanya menangis seperti ini? Dan lagi, kenapa ekspresi wajah papanya terlihat sangat kacau. Apakah mama dan papanya tengah bertengkar hebat?
Sonia memeluk tubuh putrinya dengan bergetar, dia merasa gagal menjadi seorang ibu yang baik untuk Nadia. Dia merasa gagal menyembunyikan kesedihannya di hadapan anaknya yang tidak seharusnya melihatnya menangis di hari membahagiakan putrinya.
Seharusnya Sonia memberikan kado terindah atas keberhasilan Nadia, bukannya deraian air mata yang kini membuat gadis itu kebingungan.
"Mama bangga padamu, ayo kita ke kamarmu ada yang harus mama bicarakan," kata Sonia menggandeng putri semata wayangnya.
"Kenapa Ma? Siapa mereka?" tanya Nadia menunjuk wanita yang kini duduk di sana dengan gadis seusia Nadia.
Nadia melirik sang papa, Ardi yang terlihat lesu dan juga frustasi duduk di tempatnya.
Bukankah papanya tadi bilang jika dia akan mengadakan rapat penting hari ini? Kenapa papanya justru berada di sana.
Sonia menggandeng tangan Nadia menuju kamar putrinya dan menguncinya dari dalam sebelum Ardika menerobos masuk ke dalam kamar Nadia.
Saat mereka sampai di kamar, Sonia memeluk anaknya erat. Nadia hanya diam tak bergeming, sepertinya sang mama berada dalam kondisi tidak baik.
"Mama, ada apa? Apa yang membuat Mama menangis seperti ini?" tanya Nadia sangat penasaran karena pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban sama sekali dari mamanya.
"Si ... siapa wanita di luar itu Ma?" tanya Nadia dengan suara tercekat.
"Papamu selingkuh dengan wanita yang kau lihat di luar tadi, mama ingin kamu memilih. Kamu ikut Mama atau ikut papamu," kata Sonia sambil menangis.
Rasanya hidup Nadia hancur begitu saja ketika mendengarkan penjelasan dari mamanya.
"Mama dan papa akan bercerai?" tanya Nadia menahan tangis.
Keluarganya yang dianggap harmonis dan bahagia ternyata tidak berjalan baik. Jadi, mungkinkan semua hanya sandiwara papa dan mamanya untuk melindungi perasaan Nadia.
"Ya sayang, papamu mengkhianati Mama selama lima belas tahun."
Nadia tidak percaya, lima belas tahun bukan waktu yang singkat. Itu seusia dengan umurnya. Mengapa papanya begitu tega kepada dirinya dan juga mamanya.
"Itu bukan sepenuhnya salah papamu, dulu Mama tidak bisa hamil hingga pernikahan kami yang ke-tujuh baru ada kamu di rahim Mama. Saat itu, kakekmu sakit keras dan ingin sekali punya cucu, Mama juga tidak menyangka jika papamu memilih jalan seperti ini," kata Sonia menjelaskan kepada putrinya.
"Tapi itu bukan alasan dia berselingkuh di belakang Mama!" Sentak Nadia histeris.
Selingkuh tetaplah selingkuh, papanya telah kehilangan hak atas dirinya. Nadia telah bersumpah untuk itu.
"Nadia mau ikut Mama saja, ayo Ma kita pulang ke rumah Grandpa di Bandung," ucap Nadia memeluk erat Sonia.
Sonia merasa lega, setidaknya meskipun keluarga mereka hancur, dirinya masih memiliki putri sebaik Nadia. Sonia akan menjaga putri semata wayangnya dengan baik.
"Kemasi barang-barangmu Nak, Mama akan mengemasi barang-barang Mama," kata Sonia pergi menuju kamarnya.
-Nadia Pov-
Aku tidak menyangka Papa berselingkuh di belakang Mama. Apa kurangnya Mama sebagai wanita? Beliau cantik, pintar memasak, dan sayang kepada keluarganya.
Mama juga menurut ketika papa meminta mama berhenti mengurus cafe dan butik milik mama. Mama mengabdikan dirinya untuk keluarga kami.
Kenapa papa sekejam itu kepada kami? Aku menangis melihat foto yang tergantung di kamarku. Foto kami bertiga tentu saja.
"Kamu sudah selesai berkemas?" tanya Mama kuangguki.
Aku menghapus air mataku, mencoba menampilkan senyuman sebisa mungkin untuk menguatkan mama.
Aku menggenggam tangan mama, menyalurkan kekuatan dan yakin bahwa kami akan hidup baik meskipun tanpa papa.
Begitu kami sampai di ruang tamu, mataku bertemu dengan mata papa.
"Kalian mau ke mana?" tanya Papa khawatir.
Mama menghentikan langkah, mama menatap papa tajam.
"Aku dan Nadia akan pergi, ini bukan rumahku lagi. Sebentar lagi, pengacaraku akan mengurus perceraian kita," kata Mama menjawab ucapan papa.
Papa berjalan ke arah kami. "Son, kita bicarkan dengan kepala dingin," ucap papa memohon kepada mama.
Papa menggeleng, dia beralih menggenggam tanganku. Mata kami bertemu.
"Tidak, aku tidak ingin kehilangan kalian. Maafkan Papa, Nadia,” pinta papa memohon, aku hanya diam.
Air mataku menetes begitu saja, begitukah cinta? Rela menusuk orang-orang yang mencintainya karena kekhilaf'an semata?
"Aku tidak akan menuntut harta gono-gini, aku mampu menghidupi Nadia dari usahaku sendiri," kata Mama menggandeng tanganku keluar gerbang.
Aku menengok ke belakang, di sana aku melihat Papa tertunduk lesu di depan pintu. Mulai detik ini, aku bukan lagi bagian dari Keluarga Wijaya.
---------------------------------------
Aku adalah pemeran utama dalam sandiwara kecil bernama 'Kita', lalu kenapa kau bawa dia, dan mengubah alur cerita.
-Nadia Mark Wijaya-
---------------------------------------
Cast
Nadia Mark Wijaya
Fernando Pirthflyoza
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Anonymous
tarie hadir
2021-05-18
0
Mellysa 5
Kasihan sama Nadia...Semoga Nadia kuat...Kebanyakan kesalahan dari orang tua malah berdampak kepada anaknya.
Untuk para orang tua...cobalah berfikir dewasa sebelum bertindak. Jangan sampai anak yg jadi korban dalam setiap kesalahan yg orang tuanya lakukan.
2021-04-15
17
maura shi
mertua q aja 10thn nikah baru muncul suami q,selama ini dia ngasuh ank2 sodaranya
2021-01-20
0