My Possessive Badboy
"Yes, dapet tempat paling depan kita!"
"Haha ... ada gunanya juga kebut-kebutan di jalan. Bisa sampai lebih cepat juga gue buat dapet tempat paling depan."
Obrolan rusuh kedua lelaki muda itu membuat seorang perempuan mendengus kesal. Ia baru saja sampai di kelas ketika dua orang tanpa dosa menyerobot dan duduk di kursi yang seharusnya menjadi tempatnya.
"Lo!"
Perempuan itu berseru dengan nada kesal. Fokus pada sosok yang menyerobotnya dan hanya terlihat sebatas punggungnya saja.
"Ya?"
Si cowok menoleh dan balas bertanya dengan wajah yang tampak tak bersalah.
Hanya beberapa saat. Sebab, tak lama kemudian, aura tegang merambat dengan cepat di antara mereka. Siapa pun bisa merasakan, jika aura di antara mereka sama sekali tak mengenakkan.
Perempuan itu tersenyum sinis.
"Sumpah ya, di antara sekian banyak manusia, kenapa gue mesti ketemunya lo sih!" desis si perempuan penuh dendam. Bahkan sepasang netranya menyorot tajam.
Sepasang mata perempuan itu tak lepas dari seorang lelaki muda yang terpaku di tempatnya berdiri saat ini. Raut muka tengil yang semula ditunjukkan si cowok berubah seketika saat menyadari siapa lawan bicaranya.
Bahkan, seorang temannya yang semula masuk bersamaan, tampak terkejut dengan perubahan sikap cowok itu.
"Bro, lo kenal sama dia?"
Cowok yang lebih dulu duduk di kursi bertanya dengan raut muka heran. Namun, bukannya menjawab, si teman justru tak juga mengalihkan tatapan dari perempuan di hadapannya.
"Ara, kamu ...."
"Nggak usah sok akrab," tukas perempuan itu cepat.
Tak lama kemudian, ia segera berlalu dari hadapan si cowok untuk mencari bangku kosong lainnya. Ia masih mendengar jelas ketika kedua cowok itu saling berbisik.
"Lo kenal sama dia?"
"Ya. Oh ... maksud gue, nggak."
"Serius lo? Terus kenapa lo keliatan kaget banget tadi?"
"Nggak papa. Gue kira dia kenalan gue."
"Ck, aneh. Jelas-jelas sikap lo kayak kenal banget sama dia."
"Sstt! Diem lo. Berisik!"
Dan demi apa pun, perempuan itu ingin sekali pergi dari kelas saat ini juga. Seandainya saja ia tak terikat oleh janji, maka hal itulah yang akan ia lakukan.
Sekelas dengan musuh bebuyutan, pasti bukanlah hal yang mudah dilewatkan.
"Huft!" Ia menghela napas panjang.
Ini perkuliahan mata kuliah pilihan pertama dan perempuan itu tak mau mengacaukannya. Sekalipun ini sebuah paksaan, ia tak akan menyerah begitu saja.
Apalagi hanya karena alasan sepele, meski ia akui hal itu sangat membuatnya tak nyaman.
"Hei, ada yang duduk di sini nggak?" tanya si gadis saat mendapati sebuah bangku kosong.
"Duduk aja. Belum ada yang duduk di situ kok," ucap gadis lainnya yang lebih dulu mendapat tempat duduk.
"Makasih."
"Lo kenal sama Mizar?" tanya gadis itu ketika ia duduk di salah satu bangku yang tersisa.
Ia menoleh dan menunjukkan raut muka jengah. Malas memberikan tanggapan. Namun, ia teringat jika harus mengikuti kelas ini selama satu semester ke depan. Jadi, akan menjadi sangat canggung jika ia bersikap buruk dengan teman sekelasnya.
"Nggak," jawab perempuan itu singkat. Lantas mengulurkan tangan untuk berkenalan tak lama kemudian. "Gue Maura. Panggil aja Ara. Lo?"
Senyum gadis berkuncir kuda itu mengembang. Membalas uluran tangan Maura dan menyebutkan namanya.
"Sara."
Setelah berjabat tangan dengan singkat, mereka saling melempar senyuman. Seolah sama-sama memiliki firasat bahwa mereka bisa berteman akrab ke depannya.
"Btw, gue teman SMA Mizar. Cowok yang baru aja ribut sama lo. Beneran lo sebelumnya nggak saling kenal?" tanya Sara terdengar penasaran.
Maura hanya tersenyum sebagai jawaban. Tidak menanggapi lebih jauh pertanyaan gadis itu. Sebab, tak lama kemudian, seorang pemuda memasuki kelas dan menyapa semua orang.
Lagipula, mana mungkin ia mengatakan bahwa dirinya dengan Mizar - cowok menyebalkan yang sudah menyerobot tempat duduknya - merupakan musuh bebuyutan.
Kalau saja Maura nekat mengatakan hal tersebut, bukan tidak mungkin Sara akan bertanya apa penyebabnya dan serangkaian kalimat tanya yang lain.
Setidaknya untuk saat ini, Maura benar-benar lega dengan kemunculan sang asisten dosen di depan sana.
"Halo semua. Wow, banyak juga yang ikut kelas saya. Ini bukan gara-gara kelas ini punya asisten dosen keren kayak saya kan?" seloroh pemuda itu mendapat sorakan dari seluruh penjuru kelas. Khususnya dari kaum adam yang merasa dirinya tersaingi.
Maura yang menyaksikan hal itu hanya tersenyum lebar. Lelaki muda itu memang selalu bisa mencairkan suasana.
Setidaknya, di tengah kedongkolan dirinya akibat bersitegang dengan sang musuh bebuyutan, masih ada hal lain yang bisa membuatnya tertawa.
Itu pula mengapa ia memutuskan mengambil mata kuliah pilihan ini. Selain mendapat paksaan dari sang kakak, jika dirinya harus mengambil mata kuliah tersebut.
Ya, dia Noah Sirius Vega. Sang asisten dosen mata kuliah pilihan yang juga kakak kandung Maura.
"Oke, jadi selama mata kuliah saya, jangan ada yang bermusuhan. Apalagi terlibat skandal ya. Saya tahu motivasi terbesar kalian mengikuti kelas ini." Ucapan Noah di depan kelas menarik kembali fokus Maura yang sempat teralihkan.
Perempuan itu melirik sang kakak yang jelas-jelas menghindari tatapannya.
Kini, ia memahami satu hal. Semua ini hanyalah akal-akalan Noah untuk mempermainkan dirinya.
Maura tak pernah berpikir sejauh itu sebelumnya. Ia tahu, bahwa Mizar memang berkuliah di kampus yang sama dengan dirinya. Meski begitu, mereka sama sekali tak pernah bertemu.
Satu alasannya. Mereka hidup di dunia yang sama sekali berbeda. Maura memilih fakultas budaya dan Mizar merupakan anak teknik yang letak gedung perkuliahannya saja bagaikan jarak Bumi dengan Neptunus.
Wajar jika mereka sama sekali tak pernah bertemu dan itu membuat Maura merasa aman-aman saja. Namun, tiba-tiba saja mereka dipertemukan dalam kelas mata kuliah pilihan yang sama.
Ia pikir, itu hanyalah permainan takdir yang menguji dirinya. Tapi, dugaannya salah kaprah. Dengan ucapan Noah saja, ia sudah bisa menduga apa yang sebenarnya terjadi.
"Cih!" Perempuan itu tersenyum sinis. Ia merasa sudah dikhianati oleh kakaknya sendiri.
Dengan raut muka sebal, Maura mengeluarkan ponsel dari kantong kemeja dan mengirim pesan pada sang kakak.
Me: Lo sengaja ya? Lo maksa gue buat ikutan kelas ini bukan karena kuotanya kurang, tapi karena ada makhluk astral itu.
Me: Awas aja, lo pasti bakal terima akibatnya!
Jelas saja, pesan Maura akan berakhir dengan centang satu. Sebab, pemuda yang mulai memberikan pengenalan singkat itu, pasti menonaktifkan ponselnya ketika kelas sedang berlangsung.
Lagi-lagi, ia mendengus kesal. Maura sama sekali tak pernah menduga jika hal yang terjadi hari ini adalah akal licik sang kakak.
Awas saja, ia pasti akan membuat perhitungan ketika sampai di rumah!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Vanya K.
rindu sama karya-karyamu thor. selalu bagus dan menarik. suka.. suka.. suka
2023-05-23
0
Ummu Shafira
cus ikutan dimari.. semoga beneran ya up nya lancar jaya☺
2023-05-22
0
Yoru Akira
Halo, selamat datang di karya kesekian Yoru di Mangatoon. Selamat menyelami dunia Ara dan Mizar.
Semoga bisa menghibur kalian ya. Jangan lupa tinggalkan like dan komentar untuk mendukung karya ini.
Tambahkan juga ke rak buku supaya kalian mendapat notifikasi pembaruan bab.
Terima kasih 😊😊😊
2023-05-02
10