Langkah cowok itu tergesa mengejar perempuan yang lebih dulu berjalan cepat di depannya. Beberapa kali ia berusaha memanggil namanya, tapi tak diacuhkan oleh si perempuan.
Mizar menambah kecepatan langkah kakinya. Namun, perempuan itu lebih cepat berjalan dan meninggalkan Mizar di belakang.
"Ra, Ara! Kumohon, kita mesti ngomong!"
Teriakan Mizar sama sekali tak berarti. Maura tetap berjalan cepat dan tak berniat memberikan cowok itu kesempatan untuk mendekat.
Begitu mata kuliah pilihan berakhir, si perempuan langsung keluar dari kelas dan mengabaikan panggilan Mizar yang ingin berbincang dengannya.
"Ara! Tunggu aku!" teriak cowok itu sama sekali tak dipedulikan oleh Maura.
Perempuan itu bergegas dengan tujuan ingin meninggalkan Mizar secepat yang ia bisa. Hingga sebuah tangan meraih pergelangan Maura dan membuatnya mau tak mau menghentikan langkah.
"Apa sih?!" Maura menyentakkan tangan Mizar dari pergelangannya.
Kini, keduanya berhadapan. Menunjukkan aura yang saling bertentangan.
"Kita mesti ngobrol serius," pinta cowok itu hampir tanpa suara.
"Lo nggak ngerti bahasa manusia atau gimana sih? Nggak usah sok akrab!" Maura menegaskan dengan nada ngegas.
Perempuan itu menyentakkan tangan Mizar sekali lagi hingga genggamannya terlepas.
"Inget ini baik-baik, lo nggak perlu berusaha buat jadi akrab sama gue! Dari awal, gue nggak pernah suka sama lo! Sampai kapan pun!"
"Ra, kejadian itu sama sekali nggak seperti yang kamu bayangin." Suara Mizar memelas.
Bahkan sorot netra cowok itu tampak sayu. Menatap lekat ke arah Maura yang berusaha melarikan diri tanpa peduli mendengarkannya berbicara. Namun lagi-lagi, Mizar berhasil meraih pergelangan tangan cewek itu.
"Aku mesti gimana supaya kamu mau dengerin penjelasanku?" Cowok itu terlihat frustrasi ketika mengatakan kalimat tersebut.
Ia mengacak-acak rambutnya dengan kasar hingga membuatnya terkesan berantakan. Pemuda itu sudah kehilangan akal.
Tiga tahun sejak ia terakhir kali bertemu dengan Maura. Pertemuan yang berakhir dengan kesalahpahaman. Mizar berusaha menjelaskan, tapi perempuan itu menutup diri. Sama sekali tak memberikannya kesempatan.
Bahkan ketika mereka berada di kampus yang sama, Mizar berusaha mencari kesempatan. Namun, tak sekalipun ia mendapatkan kesempatan tersebut untuk bertemu Maura.
Ya, bukan Mizar tak pernah berusaha mencari tahu keberadaan perempuan itu. Namun, Mauralah yang selalu memiliki cara untuk menghindar.
Perempuan itu sudah seperti ninja setiap kali hendak berpapasan dengannya. Padahal Mizar yakin pasti, dalam berbagai kesempatan mereka pernah hampir berpapasan jalan.
Dan, seperti yang ia sebutkan. Tiba-tiba saja Maura menghilang tepat beberapa meter di depannya.
Ketika perempuan itu aktif di berbagai kegiatan kampus pun, Mizar sama sekali tak memiliki kesempatan untuk mendekat.
Terlebih ketika Mizar sengaja menonton pertunjukan teater yang diikuti oleh perempuan itu. Setiap kali pertunjukan berakhir, ia sama sekali tak pernah mendapatkan izin untuk bertemu Maura.
Seakan orang-orang di sekitar perempuan itu pun mencegah pertemuan keduanya.
Ya, selama tiga semester mereka berkuliah di kampus yang sama, baru kali ini keduanya benar-benar bertatap muka.
Kini, ketika kesempatan itu datang, mana mungkin Mizar bakal menyia-nyiakannya begitu saja. Ia harus mendapatkan maaf Maura dan memperbaiki hubungan mereka.
Tidak, yang paling utama adalah ia harus menghapuskan kesalahpahaman di antara mereka.
"Ra, plis. Kumohon, kamu harus dengerin aku kali ini," imbuh Mizar dengan suara hampir tak terdengar ketika merasakan gerakan tangan dalam genggamannya melemah.
Cowok itu melonggarkan genggaman. Berharap Maura benar-benar mau mendengarkan.
Siapa yang sangka jika itu hanyalah trik yang digunakan si perempuan untuk melarikan diri. Begitu genggaman Mizar terlepas, secepat mungkin Maura menggunakan kesempatan tersebut untuk kabur.
"Sial!"
Menyadari hal itu, Mizar mengumpat geram. Ia memukul ke segala arah dan hanya mengenai udara kosong di sekitarnya.
Hingga perhatian cowok itu teralihkan pada seorang cowok yang berjalan menghampirinya.
"Woi, Monyet! Dari mana aja sih lo? Tiba-tiba ngilang gitu aja?" Raka yang juga mengikuti kelas pilihan bersama Mizar, akhirnya menemukan sosok yang dia cari.
Mizar mengibaskan tangan sekenanya dan justru segera pergi dari sana.
"Eh, si Monyet. Gue cariin juga. Main pergi gitu aja," protes cowok itu sama sekali tak dipedulikan oleh Mizar.
"Tungguin gue, Nyet!"
***
Tongkrongan di belakang kampus yang selalu ramai dengan mahasiswa Pilar Bangsa itu, tampak sepi dibanding biasanya. Hanya ada beberapa cowok dan dua cewek yang duduk bergerombol di bawah pohon mangga.
Di antara para cowok, terlihat asyik mengisap rokok dan mengembuskan asapnya kuat-kuat. Tepat ketika Mizar dan Raka sampai dan mengenai wajah salah satu di antara mereka.
"Eh, si Monyet! Kira-kira dong nyebat! Asep lo kena muka gue!" Raka mengomel dan disambut tawa puas oleh si perokok. Arlan.
"Haha ... muka lo memang mirip sih."
"Apa?"
"Smoking area!" tukas yang lain sengaja membuat Raka geram. Cowok yang juga sedang mengisap rokok itu, Bastian.
"Haha ... kacau. Muka ganteng gitu lo bilang smoking area. Bukan, woi!" Itu Sky. Masih sepupuan sama Arlan.
"Nah, ini nih. Gue demen nih. Thanks, Sob. Emang lo doang yang ngertiin gue." Raka kepedean.
"Eh, jangan salah! Sky bilang gitu bukan berarti lo ganteng beneran. Tapi lo udah mirip toilet hotel Merah Putih yang nggak keurus."
"Jahat lo pada. Temen baru datang juga." Nah, yang sok bijak itu, Jerome. Tapi jangan salah, dia tidak benar-benar bijak seperti kedengarannya.
"Ck, mulut lo lebih pedes, Njir! Udah khatam gue!" Raka tak mau terkecoh kali ini.
Cowok itu merampas bungkus rokok di hadapan gerombolan tersebut dan mengambil salah satunya. Dengan cekatan, ia membakar ujung rokok, mengisapnya kuat-kuat, lalu mengembuskannya tepat di depan wajah Arlan. Membalas perbuatan si teman yang minus akhlak.
"Asep lo, Raka!" omel salah seorang cewek yang berada di antara gerombolan para cowok tersebut.
"Heh, lo dari tadi di sini dikelilingi perokok semua ya, Njir! Kenapa gue yang lo marahin?"
"Ya asep lo ganggu!" Cewek itu, Riandra, memprotes perbuatan Raka.
"Pundunglah. Salah mulu gue di sini!"
"Ya emang lo salah ya, Raka!" Kikan ikut menyudutkan si tersangka. Menjadikan tongkrongan itu ramai seketika dengan suara tawa.
Hanya Mizar satu-satunya orang yang tidak terlibat dalam percakapan. Cowok itu memilih bungkam dan menghindari kerusuhan yang disebabkan oleh teman-temannya.
"Gimana kelas lo? Udah ketemu si dosen pujaan?" Albar mengalihkan perhatian.
Sekumpulan cowok yang menyebut diri mereka Andromeda itu, tahu betul motivasi Raka mengambil mata kuliah pilihan yang diikuti hari ini. Ya, tepat. Cowok itu sengaja memilih mata kuliah itu hanya karena diampu oleh dosen populer yang terkenal cantik dan seksi.
Dan, itulah mengapa Raka mau terjebak di dalam kelas yang sebenarnya dia tak memahami sama sekali inti dari perkuliahan tersebut.
"Nggak ada. Si asdos yang ngajar. Padahal gue berharap banget bisa ketemu sama Miss Shiena." Raka tampak kecewa. Lantas raut mukanya berubah antusias ketika mengingat sesuatu.
"Eh, tapi ada kejadian seru hari ini." Cowok itu melirik ke arah Mizar dengan ekor mata.
Sky yang menyadari lebih dulu.
"Apa?" Jiwa kekepoan cowok itu tergugah.
"Dia ribut sama cewek. Kayaknya udah kenal dari lama, tapi dia nggak mau ngaku!"
Semua orang kini terfokus pada Mizar. Termasuk Riandra yang diam-diam mulai gelisah setelah mendengar pengakuan Raka.
"Beneran, Zar? Siapa? Lo beneran kenal lama sama dia?" Arlan mendesak Mizar supaya cowok itu mengaku.
"Bukan siapa-siapa." Mizar menjawab singkat. Namun, jelas dari raut wajahnya jika cowok itu menutupi kebenarannya.
Dan, hanya Sky yang lagi-lagi menyadari hal tersebut.
Cowok itu mendekat ke arah Mizar yang duduk paling ujung. Lantas menepuk pundak si cowok yang sudah dikenalnya sejak SMA.
"Maura?" bisik cowok itu membuat Mizar beraksi.
Tanpa Mizar menjawab sekalipun, Sky tahu jika tebakannya tepat sasaran. Cowok itu tak lagi bicara dan memberikan ruang untuk Mizar.
Sky tahu, cowok itu butuh ketenangan. Setidaknya untuk saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
santi astuti
lanjut....👍👍
2023-04-24
1