Me Before You

Me Before You

Bab 1

Joshua Spencer menatap kaca jendela besar di apartemennya. Pikirannya dipenuhi dengan beban-beban yang terkukung diatas pundak. Selama ini dia terlalu memikirkan orang lain sampai dia melupakan dirinya sendiri. Joshua lupa kalau dirinya juga butuh merilekskan pikiran. Ia menaruh harapan pada hari esok. Semoga saja, ketika hari esok datang, semua masalah yang ada dalam pikirnya dapat teratasi.

Laki-laki itu menghela napas, kemudian pergi ke balkon untuk melihat gemerlap dunia dari atas. Selama hidup di lantai dua belas ini, tidak pernah sekalipun Joshua mendapat sesuatu yang 'cukup' rasanya selalu ada yang kurang.

Terutama disisi terdalam perasaannya.

Belakangan ini, istirahatnya agak sedikit terganggu karena memikirkan sesuatu. Entah itu kepikiran atau memang sengaja dipikirkan. Terkadang hal itu mengganggu aktivitasnya. Dia bahkan beberapa kali pergi ke dokter atau sekadar ke psikiater untuk membicarakan masalah kesehatannya. Rasanya benar-benar mengganggu, sampai Joshua kesal sendiri.

Untungnya, orang-orang disekitar Joshua mengerti keadaan laki-laki itu. Dan mereka juga memberikan saran yang bagus untuk Joshua.

Dan besok adalah satu-satunya harapan untuk Joshua bisa hidup kembali, menjadi dirinya sendiri. Pun kembali memunculkan hal baru nan mengejutkan.

...---...

"O, Ferdinand!"

Joshua langsung berseru kala mengetahui siapa yang menelepon dirinya. Ditengah liburan yang ia ambil beberapa waktu lalu, temannya ini paling pengertian karena terus meneleponnya, entah itu bertanya mengenai progres pekerjaan atau membicarakan hal-hal tidak penting.

"Kau dimana?" alis Joshua langsung berkerut mendengarnya.

"Kan aku sudah bilang, aku mau liburan."

Terdengar suara helaan napas diujung sana. "Maksudku tempatmu berlibur, kawan."

"Ah... aku di... hmm...." Joshua menengok ke samping jendela minibus, mencoba mencari tahu keberadaannya sekarang. "Entahlah... aku tidak tahu nama desanya, tapi kupastikan aku akan kembali. Sudah dulu, ya? Aku sudah mau sampai. Bye."

Setelah berbicara dengan temannya, Joshua Spencer memasukkan kembali ponsel miliknya ke dalam kantong celana. Joshua sangat yakin kalau telepon tadi diteruskan, Ferdinand akan memberitahu hal-hal yang membuat kepalanya berdenyut. Misalnya pekerjaan yang harus selesai dalam waktu yang ditentukan. Oh... memikirkannya membuat Joshua memijat kembali pelipisnya. Liburan Joshua tidak boleh dirusak oleh siapapun, termasuk oleh temannya.

Rasanya sudah lama Joshua tidak sebebas ini menikmati hidup. Selama ini hidupnya penuh dengan deadline-deadline yang membuat kepalanya bercabang. Tapi, sekarang dia memutuskan untuk istirahat sejenak disebuah pedesaan. Gibbston Valley adalah tempat yang akan menjadi destinasi peristirahatannya. Well, desa anggur itu sepertinya cocok untuk tempatnya bersantai, mencari inspirasi dan memulai kisah baru. Selama di Wellington, Joshua mengalami frustrasi karena kesulitan untuk berpikir ditengah pekerjaannya yang menumpuk.

Untuk sementara Joshua meminta ijin selama beberapa minggu pada atasan untuk beristirahat sejenak dari pekerjaannya. Untungnya, atasannya mengijinkan dan merekomendasikan tempat bagus untuk Joshua beristirahat. Bahkan, dia juga mencarikan penginapan untuk Joshua selama tinggal di desa tersebut.

Setelah sampai ke tujuan dengan kendaraan travel, Joshua langsung menurunkan koper dan barang-barangnya yang lain untuk segera menuju ke penginapan. Dia sudah jauh-jauh hari memesan penginapan milik Keluarga Frances yang berdekatan dengan kebun anggur milik mereka. Akan sangat indah bila bangun di pagi hari dan disambut dengan wangi anggur.

Begitu semua barangnya telah turun, Joshua langsung pergi ke rumah keluarga Frances untuk mengambil kunci kamarnya. Semuanya masih terlihat asri disini, tidak ada uap-uap yang penuh polusi. Hanya ada tumbuhan hijau, wangi anggur serta keju. Joshua semakin tak sabar untuk mencicipi anggur dan keju disini.

"Kau Joshua Spencer, kan?" tanya seseorang yang membuat Joshua menoleh dan melihat seorang petani wanita yang sedang memanen anggur.

"Iya, aku Joshua." terlihat alis Joshua sedikit turun.

"Oh, perkenalkan, aku Michelle Frances. Istri Joan Frances, pemilik penginapannya." ujar wanita paruh baya itu sembari mendekati Joshua.

"Nyonya Frances, senang bertemu denganmu." lantas Joshua menjabat tangan wanita itu.

"Mari ikuti aku, aku akan menunjukkan tempatmu."

Joshua lantas mengikuti wanita itu. Penginapannya tidak jauh dari kebun. Oh.. tunggu sebentar. Tempatnya dikelilingi oleh perkebunan. Lahan hijau terlihat jelas sepanjang mata memandang. Bahkan aroma udaranya tercium hingga membuat Joshua terlena. Sepanjang perjalanan, Nyonya Frances memberitahu setiap detail dari tempat tersebut. Mulai dari kebun anggur, peternakan sapi, olahan anggur, keju, dan penginapannya. Oh, Joshua cukup terperangah saat Nyonya Frances mengatakan kalau penginapan miliknya berada sangat dekat dengan rumah Keluarga Frances. Katanya penginapannya berada di depan rumah. Setidaknya itu akan mudah bagi Joshua saat meminta bantuan pada tuan rumah.

"Ini tempatmu dan ini kuncinya." ucap Nyonya Frances seraya menyodorkan kunci rumah dan kamar pada Joshua, ketika sudah sampai didepan rumah penginapan. "Kamarmu ada dilantai atas. Aku akan menyuruh anakku untuk membawakan barang-barangmu." sambung wanita paruh baya itu.

"Terima kasih. Sebenarnya tidak perlu, Nyonya. Saya bisa melakukannya sendiri."

Nyonya Frances tersenyum, "tidak apa. Kami harus memperlakukan tamu dengan baik." ujar Nyonya Frances.

Joshua pun mengalah. Kalau memang kebijakannya demikian, ya sudah. Setidaknya ia terbantu dengan bantuan yang ditawarkan Nyonya Frances. Setelahnya, Nyonya Frances mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru seperti mencari sesuatu. Dan ketika objek yang dicari ditemukan, Nyonya Frances tersenyum sesaat sebelum memanggil, "Monica!"

Yang dipanggil pun segera menoleh. Untungnya tempat mereka tidak jauh, jadi Nyonya Frances tidak perlu mengeluarkan suaranya dengan keras.

"Tolong antarkan anak muda ini ke atas! Bawakan juga barangnya, ya?"

Gadis itu lantas menurunkan gunting yang dia gunakan untuk memetik anggur dan keranjang yang sejak tadi ia gendong. "Baik, ibu!"

...-οΟο-...

"Alex! Ayo kita pergi ke sungai!"

Teriak Monica kecil, saat dia keluar dari rumah dan mengarah pergi ke kebun. Sementara Alexander Frances-yang saat itu berusia dua belas tahun-menyembulkan kepalanya diantara tanaman anggur, agar bisa melihat sosok sang adik yang tengah berlari kecil menghampiri kebun. Sejak pagi, Alex memang sudah membantu ayah dan ibunya menyirami tanaman.

"Pelan-pelan Monica!" seru sang kakak, melihat kaki kecil Monica yang sangat lihai dalam berlari. Alex lantas meletakkan gembor berisi air dibawah, ia pun lekas menghampiri sang adik. Tampak sang adik tersenyum sumringah pada Alex.

"Alex, kemarin sudah janji mau pergi ke sungai." gadis kecil berusia tujuh tahun itu semakin memperlihatkan senyumnya, sampai gigi-gigi kecilnya terlihat.

Alex pun tersenyum, "bilang pada ayah dan ibu dulu, ya?" lantas Alex mengambil jemari kecil sang adik dan menautkannya diiantara jemarinya. Alex pun mengajak Monica pergi menghampiri orang tua mereka, untuk meminta ijin pergi ke sungai. Setelah mendapat persetujuan, kakak beradik itu pun pergi ke sungai yang berada tidak jauh dari kebun mereka. Tempatnya diujung sana dan melewati sebuah jembatan kayu yang kokoh.

Ketika mereka sampai, Monica langsung melompat-lompat kegirangan. Dia bahkan melepaskan tangan sang kakak dan berlari kecil ke ujung jembatan. Alex pun mengikuti langkah sang adik agar tidak terjadi sesuatu pada gadis kecil itu.

"Alex, airnya sejuk." gadis itu tertawa cekikikan, kala ia terkena percikan air sungai yang jernih. Well, di musim panas memang air sungai ini begitu menyejukkan.

"Iya, kau jangan turun, ya? Bahaya. Nanti terseret." kemudian Alex kembali memegang tangan Monica. "Mau aku tunjukkan sesuatu?"

Monica mengangguk. Alex kembali menuntun Monica menuju ke sebrang. Tidak jauh dari tempatnya, terdapat sebuah pohon besar-pohon pinus-yang berdiri dengan kokohnya. Pohon itu masih tampak segar meski musim panas sedang berlangsung. Mereka kini berdiri di depan pohon tersebut. Monica yang penasaran pun menatap Alex disebelahnya. Ia heran kenapa kakaknya berhenti di sebuah pohon, bukan di dekat sungai.

"Ini namanya pohon harapan." celetuk Alex, menyadari adiknya yang penasaran tanpa bertanya.

"Pohon harapan?" ulang gadis kecil itu.

Alex mengangguk sembari tersenyum. Dia pun menurunkan tubuhnya, agar sama dengan tinggi sang adik. "Iya pohon harapan. Waktu aku kecil, aku sering membuat harapan disini dengan menaruh surat."

"Surat?"

"Waktu itu aku minta supaya aku punya adik perempuan dan permintaanku dikabulkan." dia pun mengacak rambut Monica, gemas. Sementara Monica tertawa cekikikan khas anak kecil.

"Aku juga mau buat harapan!" ujar Monica semangat. "Aku mau bertemu dengan pangeran berkuda putih."

Mendengar ucapan Monica, Alex langsung tertawa. Maklum saja namanya anak kecil, hal-hal fantasi semacam itu pasti ada dalam benak mereka. Dan tentu saja Monica terinspirasi serial barbie kesukaannya.

Sejak saat itu, Monica tak pernah tahu kalau kejadian tersebut akan segera berakhir dan tergantikan oleh tangis yang membuatnya menjerit.

...-οΟο-...

Monica Frances segera menepiskan sekelebat bayangan masa lalunya yang muncul seperti potongan film. Dia melamun tanpa sadar dan melupakan kalau saat ini dia sedang mengantar tamu. Belakangan ini Monica sering sekali mendapat potongan-potongan kecil ingatannya yang sudah lama menghilang.

Kini Joshua dan Monica sampai di depan kamar. Gadis itu pun menurunkan barang milik Joshua.

"Tuan Spencer, ini kamar Anda. Kalau butuh apa-apa, Anda bisa pergi ke tempat kami."

Joshua menatap sekeliling penginapan itu. Semua ornamennya terbuat dari kayu. Tembok, pintu, tangga, dan plafonnya. Hampir semuanya dari kayu. Bentuk penginapannya juga unik. Pasti arsiteknya sangat berpengalaman.

Penginapanya dibentuk seperti rumah susun, namun sangat elegan dan lebih luas. Rasanya tidak akan mungkin menemukan yang seperti ini di kota.

Lamunan Joshua terbuyar kala seseorang menyebut nama belakangnya. Well, itu suara Monica yang ternyata masih berdiri dihadapan Joshua.

"Tuan Spencer? Anda baik-baik saja?"

"Ya." sahut Joshua dengan cepat. "Aku hanya kagum pada tempat ini."

Monica pun tersenyum mendengarnya.

"Ah, iya, Nona." Monica langsung menatap Joshua Spencer, tepat di kedua matanya. Monica benar-benar tidak sengaja bersitatap dengan Joshua. Namun ketika melihat mata itu, ingatan Monica mengenai masa lalu seperti terbuka kembali. Rasanya kala melihat mata itu, Monica menjadi sangat lega, nyaman, dan damai. "Boleh aku tahu namamu?"

Monica menggelengkan kepalanya perlahan, mencoba menyadarkan diri sebelum melamun lebih panjang lagi.

"Monica Frances. Cukup panggil saya Monica."

...-οΟο-...

Joshua teringat kejadian siang tadi, saat dirinya diantarkan oleh anak Nyonya Frances menuju kamarnya. Namanya Monica Frances dan dia suka sekali membantu keluarganya di kebun. Disaat gadis seusianya berlomba-lomba sekolah di luar negeri atau berlibur keliling dunia, dia memilih untuk membantu orang tuanya. Dan dia merupakan anak semata wayang Nyonya Frances.

Dalam hati Joshua memuji Monica sebagai gadis yang menarik. Kalau Joshua lihat, Monica itu tidak seperti orang barat kebanyakan. Kulitnya putih, iris matanya hitam, rambutnya bak kayu eboni, dan wajahnya mirip orang asia. Joshua rasa Monica bukan orang asli disini. Mungkin saja gadis itu campuran ayahnya. Pikir Joshua.

Tapi, kalau diingat-ingat, setelah mendengar nama Monica, apalagi dengan nama Frances dibelakangnya, Joshua seperti pernah mendengar nama itu. Seolah tidak asing ditelinganya. Lalu ia pun berpikir, nama Monica itu banyak. Bukan dia saja. Kemudian Joshua menepis pikiran-pikiran anehnya.

Setelah berjam-jam berkutat dengan laptop, Joshua lantas menoleh ke arah jam dinding, ternyata sudah memasuki tengah malam, pukul setengah dua belas. Sudah tengah malam, tapi dia belum merasakan kantuk. Joshua rasa dirinya akan mengalami insomnia seperti sebelumnya. Padahal saat ini dia sedang liburan, harusnya dia menikmati waktu santai bukan memikirkan pekerjaan. Menjadi orang perfeksionis seperti Joshua memang sulit, dia selalu memikirkan pekerjaan bahkan disaat liburan sekalipun.

Merasa kesulitan untuk tidur, Joshua pun memilih untuk keluar dari kamarnya sebentar-mencari udara segar di malam hari, mungkin dapat membantunya untuk cepat tertidur. Setelah mengambil jaket yang dia sampirkan pada kursi dibelakangnya, Joshua lantas keluar dari kamarnya, menuruni tangga dan kemudian sampai di pintu utama. Udara malam ini tidak terlalu dingin karena sedang memasuki musim panas. Angin sepoi-sepoi menghampiri Joshua tatkala ia keluar dari tempat peristirahatannya, hingga membuat anak rambutnya beterbangan.

Joshua memutuskan untuk berjalan-jalan disekitar kebun anggur yang tidak jauh dari tempatnya sekarang. Mungkin dengan mencium aroma anggur di malam hari akan membuat tidurnya menjadi nyenyak. Jujur saja, Joshua sangat menyukai buah anggur. Dia juga menyukai berbagai olahan dari anggur. Tidak salah memang atasannya menyarankan Joshua untuk pergi kemari.

Tak berselang lama, tiba-tiba mata Joshua melihat seorang gadis keluar dari rumah keluarga Frances. Alisnya pun berkerut, ingin tahu siapa yang keluar ditengah malam begini, apalagi dia adalah seorang gadis. Joshua melihat gadis itu merapatkan jaketnya dan berjalan menuju kearahnya-lebih tepatnya ke arah kebun anggur. Perlahan tapi pasti, Joshua dapat melihat sosok gadis itu setelah sorot badannya terkena lampu kuning yang terpasang disekitar kebun.

"Monica?"

Gadis itu pun berhenti setelahnya, dan menatap ke arah sumber suara dihadapannya. "Tuan Spencer? Kaukah itu?"

Joshua pun mendekati Monica, "apa yang kau lakukan tengah malam begini?"

Dalam hati, Monica menyimpan rasa lega karena orang yang ditemuinya Joshua. Ia pikir ada orang jahat yang menyusup masuk ke kawasan rumahnya.

"Aku mengalami mimpi buruk, jadi aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar." ujar Monica.

Joshua terkejut mendengarnya. Gadis ini berani sekali. Sehabis mengalami mimpi buruk, seseorang biasanya akan tetap diam ditempat tidurnya atau berjalan sebentar di sekitar kamar, tapi Monica.... ditengah malam begini keluar dari rumah, sendirian... Joshua tak hentinya menggelengkan kepala, tidak percaya pada gadis dihadapannya ini.

"Harusnya kau diam didalam rumah, bukannya keluar sendirian ditengah malam begini." nasihat Joshua. Dia sedikit khawatir pada Monica. Bagaimana mungkin dia membiarkan seorang gadis pergi dari rumahnya di malam hari walaupun itu didekat rumahnya.

"Tidak apa. Aku sudah biasa."

"Apa orang tuamu tahu?"

Monica tersenyum samar, "tidak." Katanya. "Kalau mereka tahu, aku pasti akan diceramahi."

Tanpa sadar Joshua tertawa. Ia rasa Monica itu makin menarik. Menarik orang lain untuk mengetahui seperti apa sosoknya. Seperti sebuah teka-teki yang mesti diselesaikan, begitulah penggambaran Joshua akan sosok Monica.

"Kalau tuan sedang apa malam-malam begini?" tanya Monica akhirnya.

"Ah... aku..." Joshua terdiam sesaat, kemudian dia berkata, "jangan panggil aku tuan, panggil saja aku Joshua. Sepertinya umur kita tidak jauh berbeda."

"Oh maaf. Joshua kau sedang apa tengah malam begini?" ulang Monica.

Joshua menghela napasnya pelan, lalu berkata, "aku insomnia, jadi aku mau cari angin sebentar."

"Kau insomnia? Sejak kapan?"

"Sudah lama. Sebelum aku kemari aku sudah mengalaminya."

Monica mengangguk, kemudian dia menatap langit malam yang bertahta bintang dan bulan. "Insomnia itu berbahaya."

"Aku tahu." ujar Joshua.

Monica menatap Joshua, "memang kau tidak pernah memeriksannya?"

"Sering. Dan solusinya selalu obat tidur."

Gadis itu meringis, "kenapa obat tidur? Padahal kau bisa saja menghilangkannya dengan minum susu. Dasar dokter aneh."

Joshua tertawa. Ternyata mengobrol dengan Monica itu seru. Beban yang ia rasakan seolah hilang setelah bertemu dengan gadis dihadapannya ini. Kesan pertama yang menyenangkan kala mengenal Monica Frances. Joshua harap setelah ini, dia dan Monica bisa akrab. Setidaknya sebagai teman yang bisa saling mengisi satu sama lain.

Setelahnya, mereka berbicara sembari duduk diatas rerumputan hijau ditemani cahaya rembulan. Mereka berbicara mengenai kebun keluarga Frances, kehidupan kota Wellington, dan keinginan Monica untuk bertemu dengan penulis favoritnya. Joshua sedikit terkejut mendengar Monica yang sangat menyukai novel karya penulis favoritnya. Awalnya novel tersebut diberikan oleh sepupu Monica untuk hadiah ulang tahun gadis itu, tetapi lama kelamaan Monica suka dengan ceritanya dan meminta sepupunnya untuk membelikan novel itu lagi. Joshua pun tersenyum mendengarnya. Tak disangka, hal yang sangat sederhana mampu membuat gadis itu merasa bahagia. Karena alasan tersebut, Joshua semakin ingin dekat dengan Monica Frances.

Sekitar setengah jam mereka bercengkerama, Monica mulai mengantuk dan dia ingin kembali ke rumah untuk melanjutkan tidurnya. Begitu pun dengan Joshua, meski kantuk yang menyerang tak seperti yang Monica rasakan-gadis itu berkali-kali menguap sejak mereka berbicara tadi. Saat akan pergi dari tempat tersebut, Joshua pun berbalik kembali dan melihat punggung Monica hampir menjauhi dirinya. Tepat pada saat itu, Joshua langsung memanggil gadis itu.

"Monica!"

Gadis itu menoleh, begitu Joshua memanggilnya. Dia kembali berbalik agar berhadapan dengan Joshua, meski jarak mereka berjauhan.

"Besok temani aku keliling tempat ini, ya?"

Mendengar permintaan Joshua, Monica langsung menorehkan senyum yang membuat Joshua terpesona untuk pertama kalinya. Setelahnya, gadis itu pun berkata, "tentu." Dan dilanjutkan dengan kepergian si gadis, menyisakan Joshua yang masih termenung menatap punggung Monica dari tempatnya.

...---...

Terpopuler

Comments

Seruling Emas

Seruling Emas

Keren tulisannya..

2023-05-19

0

Debora Sianturi

Debora Sianturi

kak mau nanyak kenapa beberapa bagian teks nya di kasih miring?

2023-05-15

0

王贝瑞

王贝瑞

Mampir nih kak

2023-05-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!