Bab 4

Joshua Spencer tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, yang dia tahu, Monica tiba-tiba saja pingsan. Laki-laki itu pikir kalau Monica pingsan akibat kelelahan dan terlalu banyak berjemur. Tuan dan Nyonya Frances yang melihat kejadian itu langsung panik dan membawa Monica ke rumah. Joshua sebenarnya menyimpan sedikit rasa panik, hanya saja tidak terlalu kentara. Dia lebih dulu menopang tubuh Monica sebelum kedua orang tuanya melihat.

Tuan Frances dengan cepat menghubungi dokter untuk mengetahui kondisi putrinya. Tepat saat dokter datang, Tuan dan Nyonya Frances menyuruh Joshua keluar dengan dalih membicarakan hal pribadi yang menyangkut Monica. Joshua yang merasa tidak punya hubugan apapun dengan keluarga itu hanya menurut. Lagipula dia bukan orang yang suka masuk dalam urusan orang lain.

Hanya saja, ketika sesuatu menyangkut Monica, entah mengapa ia merasa harus tahu. Jujur ia merasa khawatir. Apa Monica memiliki penyakit.... tunggu, sebelumnya gadis itu bilang pernah kehilangan ingatannya. Apa Monica pingsan karena dia mendapat ingatannya kembali? Entah mengapa Joshua merasa ini buruk. Kalau Monica mendapat ingatannya, itu sama saja seperti sesuatu yang buruk terjadi pada diri Monica. Setidaknya itulah yang laki-laki itu baca di internet.

Suara pintu kamar Monica yang terbuka, membuat Joshua Spencer membuyarkan pikirannya. Ia baru sadar kalau dirinya melamun sejak tadi. Dapat Joshua lihat dokter dan kedua orang tua Monica keluar dari kamar gadis itu. Ayah Monica langsung mengantar dokter keluar dari rumah mereka. Sementara ibu Monica masih berada didepan pintu bersama Joshua.

"Nyonya Frances, bagaimana keadaan Monica?" tanya Joshua begitu khawatir.

"Dia baik-baik saja. Monica cuma kelelahan. Kau bisa kembali mengerjakan aktivitasmu." ucap Nyonya Frances dengan santai.

"Apa-"

"Monica hanya butuh istirahat." kembali Nyonya Fances berujar dengan raut wajah yang tak bisa diartikan. Ada rasa khawatir, takut, dan panik disaat bersamaan.

"Malam nanti saya akan menjenguknya. Kalau begitu, saya permisi." setelah mengatakan hal tersebut, Joshua langsung meninggalkan rumah Monica dan kembali ke penginapan.

Dalam hati Nyonya Frances merasa was-was pada putrinya. Dokter baru saja mengatakan kalau penyebab Monica pingsan karena kelelahan. Tapi, tidak bisa dipungkiri bahwa Nyonya Frances begitu khawatir kalau-kalau ingatan Monica kembali. Dan itu merupakan dampak terburuk yang pernah Michelle Frances alami. Itu sama saja mengingatkannya pada kenangan lama mengenai kecelakaan tunggal yang putranya alami dahulu. Selain itu, Monica belum tentu siap mental untuk mendapatkan ingatannya kembali. Dia pasti masih menyimpan trauma yang besar.

Setelah Joshua pergi, Michelle Frances kembali masuk ke dalam kamar Monica. Guna menemani Monica yang saat ini sedang istirahat.

...-οΟο-...

Belum lama ini terdengar sebuah gosip bahwa Monica Frances melaporkan semua kejadian yang dia alami pada guru-guru di sekolah. Itu bukanlah sebuah gosip belaka, kenyataannya memang seperti itu. Monica Frances terus terngiang akan kata-kata yang Joshua ucapkan beberapa hari lalu. Lagipula, siapa juga yang tahan diperlakukan tidak wajar oleh satu sekolah?

Kejadian tersebut membuat seluruh anak di sekolah tersebut dipanggil menghadap guru konseling, bahkan beberapa anak ada yang sampai mendapat hukuman karena terbukti melakukan pembullyan terhadap Monica Frances. Hukuman yang diberikan pun cukup beragam, ada yang membersihkan sekolah, membuat tugas tambahan, memanggil orang tua, sampai yang terberat skorsing dan dikeluarkan.

Monica kini bisa bernapas lega karena semua ketakutan yang dia hadapi hampir berakhir. Beberapa anak ada yang langsung minta maaf pada Monica, namun ada juga yang masih menggeretak dan mengancamnya. Monica tidak peduli pada ancaman itu, selama dia masih punya orang yang peduli padanya, Monica tidak akan takut pada segala ancaman. Sekarang Monica benar-benar merasa hidup dan semua ini berkat Joshua Spencer yang menyadarkannya mengenai penting menjadi orang berani.

Omong-omong soal Joshua, Monica berniat mengembalikan buku yang dia pinjam dari anak laki-laki itu. Hanya saja, sejak tadi Monica tidak melihat penampakan sosok Joshua. Apa Joshau sakit dan tidak masuk sekolah?

"Permisi, apa Joshua Spencer ada?" tanya Monica pada anak laki-laki yang keluar dari kelas, yang Monica yakini sebagai kelas Joshua Spencer.

Anak laki-laki itu mengerutkan dahinya, "Joshua? Joshua mungkin sedang mengurus kepindahannya sekarang. Jadi dia tidak masuk."

Monica melebarkan matanya. Apa yang barusan dia dengar? Pindah? Pindah apa? Pindah rumah atau...

"Pindah?" ulang Monica.

"Kudengar dia akan pindah sekolah karena orang tuanya pindah tugas." anak laki-laki itu terdiam sesaat, memperhatikan Monica yang sedang melamun, seperti memikirkan sesuatu setelah mendengar kepindahan Joshua Spencer. "Omong-omong, kau Monica Frances itu kan?"

"Eh? I-iya." jawab Monica agak gugup. Belum pernah ada yang menyebut namanya selama ini, kecuali Joshua Spencer. "Omong-omong, apa kau bisa memberitahu ku dimana Joshua tinggal? Ada hal penting yang perlu aku sampaikan padanya."

Anak laki-laki itu pun memberitahu tempat tinggal Joshua Spencer, hanya saja tenpatnya agak jauh, sehingga Monica tidak bisa langsung pergi ke tempat Joshua saat itu juga. Kalau menunggu kakaknya itu mustahil, Alex sedang sibuk-sibuknya karena turnamen renang sebentar lagi datang.

"Apa ada kemungkinan Joshua kemari?" tanya Monica lagi, dia sangat ingin bertemu dengan Joshua.

"Tentu saja. Paling sekitar jam sepuluh. Dia bilang mau mengambil barang-barangnya di loker."

"Baiklah, terima kasih." kemudian Monica Frances langsung beranjak menuju tempat yang diberitahu oleh anak laki-laki tadi.

Anak laki-laki tadi terus memperhatikan Monica bersama salah satu orang yang kini berdiri disebelah anak laki-laki itu.

"Kau barusan bicara dengan Monica Frances?"

Anak laki-laki itu terkejut mendengar suara yang tiba-tiba datang dan langsung terngiang ditelinganya. Refleks dia memegangi dada.

"Hei, Kevin! Bisa tidak kau menyapaku dulu sebelum bicara?" protes anak laki-laki itu pada temannya.

Sementara anak laki-laki benama Kevin itu tertawa. "Maaf, Jason." kemudian ia menepuk-nepuk pundak temannya itu. "Jadi kau bicara pada Monica Frances."

"Ya, dia bilang mau bertemu Joshua."

"Joshua?"

Anak laki-laki benama Jason itu mengangguk. "Kurasa Joshua sudah menyelamatkan hidupnya." kemudian Jason berjalan meninggalkan Kevin.

Omong-omong soal Monica, kini gadis itu berjalan dengan langkahnya yang ceria berusaha menuju loker para siswa yang berada di lobi. Dengan penuh kepercayaan diri, dia terus melangkah tanpa peduli orang-orang yang kini menatapnya.

Dan tanpa Monica sadari, saat itu sesuatu yang buruk tengah mengancamnya.

...-οΟο-...

Joshua Spencer baru saja tiba di sekolah setelah diantar oleh ayahnya. Sesuai jadwal hari ini, dia akan mengambil barang-barangnya yang masih tertinggal dalam loker. Sebenarnya berat sekali ketika mendengar keputusan pindah dari kedua orang tuanya, tapi mau bagaimana lagi, pekerjaan ayahnya yang sebagai wartawan membuat Joshua mesti siap mental untuk berpindah-pindah. Ibu Joshua pun sama, sebagai konsultan hukum, baru-baru ini juga dipindah tugaskan. Bahkan sebelum memutuskan pindah, Ibu Joshua sering bolak-balik dari rumah ke tempat kerja yang jaraknya lumayan jauh. Joshua sampai menghela napas kala merasakan kehidupan orang dewasa yang memang sangat keras.

Yang membuatnya terasa berat untuk meninggalkan sekolah adalah Monica Frances. Well, semenjak perkenalan mereka, entah mengapa Joshua ingin menjadi teman dekat gadis itu. Mungkin saja karena keduanya sama-sama keturunan asia. Bukan hanya itu, ia sebenarnya khawatir kalau sesuatu yang buruk akan menimpa gadis itu setelah apa yang dia lakukan. Yeah, Joshua bukan satu-satu yang tidak tahu, seluruh sekolah pun tahu kalau Monica Frances yang dulunya pendiam dan penakut, tiba-tiba saja melaporkan kejadian yang dialaminya pada guru konseling. Sontak semua siswa yang pernah berurusan dengannya dipanggil dan mendapatkan hukuman.

Joshua sadar perkenalannya waktu itu, membuat Monica sadar dan berani melaporkan semuanya. Hanya saja, Joshua tidak tahu kalau Monica memiliki keberanian seperti itu. Ia kira, Monica aka melawan murid lain yang menindasnya. Kalau seperti ini, tentu saja hal yang buruk akan terjadi pada Monica. Joshua sungguh khawatir akan hal itu.

Bagaimana kalau... well, orang yang dipikirkan Joshua sejak tadi pun kini berada tidak jauh darinya. Gadis itu sedang fokus ke arah lobi sembari mengetuk ujung sepatunya. Tangannya terlihat memeluk sebuah buku. Dalam hati Joshua bertanya, apa yang dilakukan gadis itu sendirian didepan lemari loker?

Perlahan, Joshua mulai mendekati Monica. Gadis itu bahkan tidak sadar kalau Joshua saat ini berjalan ke arahnya. Sepertinya gadis itu melamun.

"Monica?"

Merasa terpanggil, gadis itu pun menoleh untuk mengetahui siapa yang memanggil namanya.

"Joshua!" seru Monica setelah mendapati orang yang dicari, ternyata sudah muncul dihadapannya. "Ku dengar kau akan pindah." jelas sekali nada suaranya terdengar sedih.

"Iya. Aku ikut orang tuaku yang pindah kerja."

"Sayang sekali, padahal kita baru kenal." ungkap Monica kecewa. Wajar saja, selama ini Monica tidak pernah punya teman. Dan disaat dia sudah menemukan seorang teman, orang itu pergi meninggalkannya. "Sejujurnya aku masih takut menghadapi mereka sendirian."

Joshua tersenyum kecil menanggapi Monica. Jelas sekali Monica ini memerlukan seseorang untuk bersandar. Dia masih mengandalkan orang lain untuk membantunya bangkit. Tapi, nyatanya, Joshua tidak bisa menemani Monica untuk waktu yang lama. Dia juga punya kehidupan dan gadis itu pun perlu belajar mengatasi masalahnya sendiri. Dia tidak bisa berpangku tangan pada orang lain saja.

"Aku sudah dengar semuanya. Kurasa kau cukup berani melakukan hal tersebut."

"Tapi aku..."

"Kau tidak butuh seseorang untuk membangkitkan dirimu, kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri bahwa kau bisa mengatasi masalahmu."

Monica pun menundukkan kepalanya. Dia kembali menunjukkan sisi lemahnya, padahal sebelumnya dia telah memiliki keberanian untuk melawan teman-temannya. Gadis itu ingat tujuan dirinya bertemu dengan Joshua. Ia mau mengembalikan buku milik Joshua yang laki-laki itu pinjamkan beberapa hari lalu. Mungkin ini juga sebagai tanda perpisahan.

"A-aku mau mengembalikan ini." Monica menyerahkan buku tersebut pada Joshua. Laki-laki itu tidak langsung mengambil bukunya, dia memperhatikan buku itu sekejap kemudian beralih pda Monica yang masih menundukkan kepala.

"Kau bisa ambil bukunya." ujar Joshua yang membuat Monica langsung mendongak. "Ambil saja buku itu, hitung-hitung sebagai hadiah perpisahan."

Entah mengapa, menyebut kata perpisahan, membuat hati Monica sesak. Matanya agak berkaca-kaca, sedikit lagi air matanya akan jatuh jika saja ia tidak bisa menahan. Ingin rasanya Monica mengatakan pada Joshua 'jangan pergi' tapi apalah dia yang tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa melepaskan orang yang membuatnya bangkit dan berjalan.

Monica hanya bisa pasrah ketika Joshua berlalu setelah puncak kepalamya diacak pelan oleh Joshua.

Dia tak bisa berbuat apa-apa.

...-οΟο-...

Perlahan, Monica Frances dapat membuka matanya. Dia masih berada diawang-awang dan belum menyadari apa yang ada disekitarnya. Tadi itu seperti sebuah mesin waktu yang bergulir dalam kepalanya, yang membuatnya melihat beberapa kejadian yang dialaminya. Yang dia masih heran, dia melihat seorang anak bernama Joshua didalam mimpinya. Entah itu sebuah ingatan atau apa, karena saat ini kepalanya begitu sakit jika ia masih memaksakan diri mengingat putaran mesin waktu itu.

Kalau dipikir-dipikir, rasanya Joshua Spencer itu tidak asing bagi Monica. Rasanya Monica telah mengenal Joshua jauh sebelum ia bertemu dengan laki-laki itu. Apa ini hanya perasaan Monica saja? Tapi nyatanya itulah yang terjadi. Meskipun Monica tidak ingin mengingat apapun, tetapi kepalanya telah dihiasi oleh tanda tanya besar mengenai 'siapa Joshua Spencer?' Monica penasaran, apakah laki-laki itu ada sangkut paut dengan kehidupan masa lalunya.

Satu-satunya yang Monica lihat dari mimpinya ialah sebuah buku⸺entah itu buku apa, yang jelas Monica harus mencari tahu dimana buku itu berada.

Tiba-tiba, suara ketukan pintu membangunkan Monica dari lalang buananya. Matanya pun beralih ke arah pintu, melihat siapa yang datang. Ternyata orang yang sedaritadi Monica pikirkan kini berada diujung pintu, lelaki itu membawa sesuatu ditangannya, seperti sebuah buku.

"Sudah baikan?" tanyanya sembari mendekat ke arah Monica. Sementara Monica dengan susah payah ingin mengubah posisinya menjadi duduk, tetapi kepalanya benar-benar pusing. "Tidak usah dipaksakan." ujar Joshua menghalangi niat Monica, lelaki itu seolah tahu apa yang akan dilakukan gadis itu. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Monica,

"Awalnya aku merasa tidak enak mengganggu istirahatmu, tetapi aku ingin menemuimu dan mengatakan langsung padamu."

Monica hanya mengerjapkan mata sayunya, ia begitu lemas untuk sekadar berbicara saja. Sakit di kepalanya masih saja terasa. Hal ini membuat Monica merasa tidak enak pada Joshua.

"Aku minta maaf karena telah membuat mu kelelahan. Kalau aku tahu kau sedang sakit, mungkin aku tidak akan meminta mu untuk jalan-jalan bersama ku. Aku benar-benar minta maaf."

Sebenarnya alasan Joshua mengatakan hal tersebut tidaklah murni benar. Monica tidak jatuh pingsan akibat kelelahan. Dia jatuh pingsan lantaran kepalanya berhasil mengingat sepersekian dari memori masa lalunya yang hilang. Ingin Monica mengatakan itu, tetapi mulutnya tak bisa berkata lagi. Dia terlalu lemah untuk sekadar membalas ucapan Joshua. Gadis itu memilih diam dan mendengarkan Joshua lagi.

"Aku juga tidak enak pada ibu dan ayah mu, kupikir aku telah melakukan kesalahan karena membuat anak kesayangan mereka jatuh sakit. Meskipun aku ini turis, kau bisa menolak ajakanku, aku tidak akan menuntutmu." Joshua pun beralih pada buku-buku yang sejak tadi dibawanya. Ia meletakkan buku tersebut diatas meja dekat tempat tidur Monica.

"Hm... aku membawa beberapa buku bacaan untukmu, ku harap sambil beristirahat kau bisa membaca buku tersebut. Aku yakin pasti selama kau istirahat itu akan menjadi hal yang membosankan." setelahnya Joshua tersenyum dan mengelus puncak kepala Monica, yang sejak tadi diam sembari menatap Joshua berbicara. Lelaki itu pun melangkahkan kakinya menuju daun pintu. Joshua bermaksud untuk membiarkan Monica istirahat, meski hatinya tak ingin meninggalkan Monica.

Sebelum Joshua menutup kembali pintunya, samar-samar ia dapat mendengar sebuah gumaman 'terima kasih', yang ia yakini adalah milik Monica Frances. Dia tersenyum kecil, tidak disangka hal sesederhana itu mampu membuatnya tersenyum seperti sekarang ini.

Hanya Monica Frances yang mampu membuat Joshua Spencer khawatir dan tersenyum disaat bersamaan. Hanya gadis itu.

...---...

Terpopuler

Comments

Rosee

Rosee

wiiih makin seru nih ceritanya

2023-05-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!