Pagi ini Joshua Spencer akhirnya dapat jalan-jalan disekitar Gibbston Valley ditemani Monica Frances. Kemarin malam Joshua mengatakan pada Monica kalau dia ingin menepati janjinya yang telah ia lupakan sebelumnya. Hitung-hitung untuk membayar kesalahan yang telah dia lakukan pada Monica.
Saat ini mereka berada di sebuah jembatan yang menghubungkan tempat tinggal Monica Frances dengan sebuah hutan pinus yang rindang. Dibawah jembatan tersebut terdapat sebuah sungai kecil yang dangkal dan dialiri air jernih. Riak air sungai memenuhi pendengaran Joshua dan Monica, seolah mengisi keheningan yang mereka alami. Sebelumnya mereka sempat berbincamg kecil, namun setelah sampai di jembatan, tiba-tiba suara mereka menghilang tergantikan oleh pemandangan menyejukan disekitar.
Joshua Spencer begitu takjub dengan apa yang dia lihat saat ini. Komorebi di antara pohon pinus, suara cicitan para burung, aroma udara yang menyegarkan, dan riak air yang menambah harmonisasi keindahan. Nyatanya dengan berjalan-jalan sebentar sembari menikmati pemandangan, membuat pikiran Joshua Spencer mulai melalang buana memikir suatu hal yang bisa dia buat setelah melihat mahakarya Sang Mahakuasa.
Joshua Spencer bukan orang yang pandai mengeluarkan kata-kata secara langsung. Tapi dia bisa menyimpan apa yang dia lihat dan rasakan dalam hati juga pikirannya. Setidaknya setelah ini pikiran Joshua Spencer dapat terbuka.
Joshua tidak sadar, kalau saat ini Monica sedang memandanginya sembari tersenyum kecil. Monica tidak bisa menyembunyikan senyumnya kala melihat ekspresi Joshua Sprencer. Mata lelaki itu melebar, mulutnya sedikit menganga, dan fokusnya terisi oleh pemandangan sekitar.
"Apa di kota tidak ada yang seperti ini?" celetuk Monica dengan selorohan.
"Eh?" Joshua pun menoleh ke kiri dan menatap Monica, kemudian lelaki itu tersenyum lebar. "Maklum saja, aku baru pertama kali melihat pemandangan secantik ini, apalagi pada pagi hari."
"Makanya kau jangan banyak berdiam diri di kamar saja. Omong-omong, apa tadi malam kau mengalami insomnia lagi?"
"Tidak. Ku harap tidak lagi."
Monica Francers menghela napas lega. Dalam hati dia berkata 'untunglah dia baik-baik saja'.
Detik selanjutnya, Joshua meneruskan kalimatnya yang sengaja dia tunda tadi, "semuanya berkat dirimu, Monica." setelahnya Joshua menunjukkan senyum yang membuat pipi Monica bersemu merah serta jantungnya yang berdetak tiba-tiba. Jujur saja, Monica masih belum bisa menerima perlakuan Joshua Spencer belakangan ini. Hal kecil yang laki-laki itu lakukan dapat membuat jantung Monica berdegup. Bahkan Monica sendiri tidak tahu apa yang dia rasakan. Yang dia tahu hanyalah, Joshua Spencer merupakan tamu di penginapan keluarganya.
"K-kau... kau terlalu berlebihan." ujar Monica gugup. Sebelumnya Monica tak pernah segugup ini di depan laki-laki
Sementara Joshua Spencer tak bisa menyembunyikan senyumnya melihat wajah Monica yang memerah. Gadis yang menarik. Batin Joshua.
Monica pun memilih melanjutkan langkahnya, meninggalkan Joshua yang masih memperhatikan gerak-gerik Monica ditempat. Melihat wajah gadis itu, seakan tidak asing bagi Joshua. Rasanya Joshua pernah melihatnya, tapi dimana?
Dengan pikiran yang masih kalut itu, Joshua kembali mengedarkan pandangannya ke arah lain. Menyaksikan sinar mentari yang perlahan naik dari ufuk timur. Juga burung-burung yang mulai ramai dengan cicitan mereka. Rasanya benar-benar nyaman, pikirannya pun perlahan mulai sedikit lebih tenang. Kalau begini, lama-lama Joshua betah tinggal di Gibbston Valley dan tidak ingin pulang ke rumah.
Tepat pada saat itu, Monica Frances membalikkan badannya dan menatap Joshua yang tengah melamun. Laki-laki itu terlihat menatap ke arah lain sembari memasukkan tangannya ke dalam kantong celana. Ada apa dengan lelaki itu?
"Joshua?" panggil Monica pelan, namun terdengar oleh Joshua. Membuat lelaki itu membuyarkan isi pikirannya dan balas menatap Monica.
"Ya?"
"Ada apa?"
Joshua Spencer tersenyum, kemudian dia berkata, "tidak apa-apa."
Setelahnya, lelaki itu menyusul Monica Frances yang sudah berada diujung jembatan. "Ayo, kita pergi!"
...-οΟο-...
"Kita sudah sampai!" seru Monica kala berhasil sampai ke tempat yang ia maksud pada Joshua. Tadi setelah berkeliling di sekitar hutan pinus, dia memberitahu Joshua kalau ada sesuatu yang sangat ajaib-bagi Monica- didalam sini. Joshua yang penasaran pun meminta Monica untuk memperlihatkan padanya.
"Pohon pinus?" tanya Joshua, ia tidak menyangka kalau pohon didepannya yang dimaksud Monica tadi. "Hanya sebuah pohon?" lantas lelaki itu menoleh ke samping kirinya, menatap Monica dengan dahi yang berkerut.
Sementara si gadis membalasnya dengan sebuah anggukan semangat. Tidak lupa senyumnya yang merekah, bak sinar mentari pagi.
"Mungkin orang-orang mengira ini hanyalah pohon biasa. Tapi, pohon ini punya banyak kenangan di dalamnya." Monica mulai melihat ke ujung pohon yang celah-celahnya diisi oleh sinar mentari. "Dulu, aku dan kakakku sering pergi kesini. Kami menulis harapan dan meletakkannya disela-sela kulit pohon. Semenjak dia tidak ada, aku tidak pernah diijinkan lagi pergi kesini. Ini pertama kalinya aku pergi kemari setelah sekian lama." teringat akan sesuatu, gadis itu perlahan menurunkan kepalanya dan berjalan mendekati pohon tersebut.
"Ah, benar. Masih ada." ujarnya setelah melihat sebuah kertas kusam yang terselip diantara sela kulit pohon yang terkelupas. Kemudian dia berbalik untuk menghadap ke Joshua. "Kami melakukannya seperti ini." Monica tersenyum.
Joshua Spencer melihat setiap gerak-gerik gadis itu sedari tadi. Ternyata Monica Frances memiliki banyak hal yang belum Joshua ketahui. Joshua pikir, gadis itu seolah menyimpan sesuatu yang tak bisa dia bagi pada orang lain. Joshua pun yakin kalau selama in Monica selalu menyimpan beban masalahnya sendirian, terlihat dari caranya diam dan tidak banyak menunjukkan keinginan. Keinginannya selalu Monica pendam dan membuatnya jadi orang yang terlihat lemah.
Tapi, Joshua percaya, perlahan-lahan kalau ia terus berada disamping Monica, pasti Monica akan mengatakan apa yang dia pendam pada Joshua. Joshua hanya ingin membantu Monica agar gadis itu tidak memikul beban sendirian. Joshua tahu benar kalau saat ini Monica tidak baik-baik saja.
"Apa kau punya harapan?" celetuk Joshua tiba-tiba. Seolah tahu apa yang saat ini ada dalam pikiran Monica.
Monica pun langsung mengangguk, "ya. Aku punya harapan dan aku ingin membuatnya. Aku ingin ingatanku kembali, karena menjadi orang yang tidak tahu apa-apa membuatku merasa bodoh sendiri."
...-οΟο-...
Awalnya Joshua sedikit terkejut mendengar permintaan Monica, bahwa dirinya menginginkan ingatannya kembali. Kalau disimpulkan, berarti Monica itu kehilangan ingatannya. Sebelum Joshua bertanya, Monica lebih dulu bercerita mengenai dirinya dan kecelakaan beberapa tahun lalu yang menewaskan kakak laki-lakinya. Dan sejak saat itu, ingatannya mulai menghilang, kecuali ingatan mengenai masa kecilnya dengan sang kakak. Cerita itupun ia tahu dari Nyonya Frances, karena sampai saat ini Monica sama sekali tidak tahu mengenai siapa dirinya.
Joshua mulai penasaran pada Monica. Apa yang menyebabkan Monica melupakan ingatan sebelum kecelakaan itu. Bahkan Monica sendiri tidak tahu dimana dia bersekolah dulu. Yang gadis itu tahu, bahwa orang tuanya mengirim guru privat untuk home schooling Monica setelah kecelakaan. Kalau diingat-ingat, kisah Monica ini sama seperti kisah temannya saat SD. Sayangnya, memori masa lalu Joshua kurang baik, sehingga dia tidak ingat apa-apa mengenai masa kecilnya.
Joshua pikir, mungkin lebih baik bertanya pada Nyonya Frances. Tapi dia ragu kalau Nyonya Frances mau memberikan kebenaran mengenai apa yang terjadi pada anaknya. Monica itu adalah kesayangan keluarganya. Apapun yang menyangkut Monica, pasti akan dilindungi oleh kedua orang tuanya. Sehingga sulit bagi Joshua untuk melakukan investigasi mengenai kehidupan Monica Frances sebelum kecelakaan. Apalagi Joshua ini bukanlah siapa-siapa yang patut mengurusi urusan orang lain. Tapi masalahnya ini adalah Monica Frances. Entah mengapa Joshua ingin membantu gadis itu keluar dari masalahnya.
Setelah dari hutan pinus tadi, Monica mengajak Joshua untuk kembali ke kebun. Monica ingin mengajari Joshua memanen buah anggur. Menurutnya, memanen buah anggur itu menyenangkan. Meski terik matahari di musim panas begitu menyengat, itu tak menyurutkan keinginan Monica untuk memetik buah anggur di kebun.
"Joshua? Apa yang kau pikirkan?" suara Monica membuat lamunan Joshua terbuyar. Gadis itu perlahan mendekati Joshua untuk memastikan lelaki itu baik-baik saja. "Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
Joshua tersenyum tipis, "tidak. Sama sekali tidak ada."
"Kalau kau ada masalah beritahu aku. Walaupun kita baru kenal, tapi kalau untuk menjaga rahasia, kau bisa mengandalkan aku." kini giliran Monica yang tersenyum. Lagi-lagi senyum itu membuat Joshua terpesona. Dibawah terik sinar mentari, senyumnya terasa makin hangat. Joshua seakan dibuat mabuk oleh senyum itu.
"Terima kasih." balas Joshua singkat. Dia bahkan tidak tahu harus bicara apalagi setelah melihat Monica tersenyum seperti saat ini.
Kini Monica Frances kembali melanjutkan kegiatannya memetik buah anggur. Gadis itu tak mempedulikan bulir-bulir keringat yang turun membasahi pelipisnya. Satu-satunya alasan bagi Monica selalu menghabiskan waktu di kebun ialah buah anggur. Entah mengapa gadis itu sangat menyukainya. Bisa dikatakan kalau sejak dulu kebun anggur ini merupakan tempat bermainnya dari kecil hingga sekarang. Kebun anggur ini menyimpan banyak cerita yang bahkan Monica sendiri tak bisa mengingatnya. Bagi Monica kebun anggur ini adalah satu-satunya teman yang dia miliki, tempat untuk dia membuang semua perasaan yang ada dalam dirinya.
Joshua Spencer sejak tadi tak bisa fokus melakukan aktivitasnya memetik anggur. Dia memperhatikan Monica Frances untuk kesekian kalinya. Senyum tadi sungguh membuat Joshua terpesona sampai dia hilang fokus. Apalagi melihat wajah Monica yang kini dihujani oleh keringat. Joshua heran apa gadis itu tidak merasa lelah setelah berkeliling tadi?
Beberapa detik kemudian, tangan Joshua terangkat dan meletakkannya dipelipis si gadis. Joshua pikir gadis itu terlalu banyak terpapar sinar matahari siang. Bukankah itu tidak baik bagi kesehatan? Apalagi untuk kulit Monica yang seputih salju. Selain itu, Joshua juga ingin melindungi gadis itu agar tidak merasa silau ketika memetik anggur.
Merasakan ada sesuatu di pelipisnya, Monica pun menoleh dan mendapati sebuah tangan bertengger disebelah kiri pelipisnya. Untuk sesaat jantung Monica Frances berdebar begitu kencang. Napas Monica juga tercekat selama beberapa saat. Dan Monica rasa tidak lama lagi dia akan menderita serangan jantung.
"J-Joshua?"
"Maaf. Tapi kelihatannya kau kepanasan, jadi... ya... aku membantumu dengan ini. Lagi pula sejak tadi aku tidak tahu bagaimana cara memetik anggur. Kalau begini kan aku jadi bisa memperhatikan mu memetik anggur yang benar." ujar lelaki itu tanpa menurunkan tangannya dari kepala si gadis. Dapat terlihat kalau kedua pipi gadis itu merona, menahan malu.
Monica langsung membuang wajah, mengalihkan tatapannya dari Joshua. Namun, tiba-tiba kepalanya berdenyut hebat. Membuat Monica memegang kepalanya yang sakit sampai menjatuhkan barang-barang yang dia pegang untuk memetik anggur. Pikirannya mulai diisi beberapa potongan gambar aneh, yang membuatnya semakin tak bisa menahan rasa sakit kepalanya. Dalam ingatannya yang samar, ia melihat seorang anak laki-laki menghampirinya di taman bermain. Anak itu memberikan sesuatu pada Monica. Ingatan tersebut memang masih samar, tapi Monica merasakan kehangatan ketika bertemu dengan anak itu.
Karena hal tersebut, Monica bahkan tidak sadar kalau sejak kepalanya berdenyut, Joshua Spencer terus memanggil namanya. Penglihatannya bahkan menjadi kabur. Ia tidak dapat menerka mana Joshua yang asli, karena matanya dipenuhi oleh bayang-bayang si pria. Bukan itu saja, Monica pun merasa tubuhnya sudah mati rasa. Yang dia tahu kini semuanya menjadi gelap. Dan dia tak tahu apa yang terjadi.
...-οΟο-...
Musim semi dibulan April merupakan periode waktu yang ditunggu setiap orang. Angin berembus begitu lembut dan menebarkan aroma manis. Sayang sekali bila melewatkan waktu ini tanpa melakukan aktivitas apapun. Monica Frances, mungkin satu-satunya orang yang tidak bersemangat pada musim semi ini. Yang dia lakukan hanyalah diam dan melihat teman-temannya bermain dari kejauhan, sementara ia duduk sendiri diatas ayunan. Gadis kecil itu masih mendapat perlakuan tak adil dari teman-temannya. Oleh sebab itu, dia tak bisa bebas bermain di sekolah.
Mata Monica tak henti melihat teman-temannya yang bebas berlari kesana kemari sembari tertawa dengan teman lainnya. Dalam hati, Monica merasa iri pada teman-temannya. Kenapa hanya dirinya yang tak bahagia disini? Apa salah menjadi orang yang berbeda?
Satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya hanya Alex, kakaknya. Alex tak pernah mengusik mengenai perbedaan dirinya dengan Monica. Alex bahkan tak segan menegur orang-orang yang mengejek Monica bila terdengar olehnya. Sayangnya, untuk saat ini, Monica tak berani mengadu pada sang kakak. Takut bila teman-temannya makin menjadi. Mengingat ada sebuah surat kaleng yang tempo hari dia terima. Jika dia mengatakan apa yang dialaminya pada Alex, maka Alex tidak akan selamat. Tentu saja Monica takut. Dia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada kakak tersayangnya. Berhubung Alex juga akan mengikuti kejuaraan lomba renang. Ia tak mau menganggu konsentrasi sang kakak dengan pengaduan kekanakan seperti itu.
Mungkin saat ini, pikiran Monica sedang melalang buana jauh ke angkasa hingga ia melihat seorang anak laki-laki datang menghampirinya. Pasti Monica sedang berkhayal sekarang.
"Hai!" sapa seseorang yang membuat Monica menoleh dan mendapati anak laki-laki yang ia bayangkan, kini berada di sebelahnya, duduk di atas ayunan. Ini pasti hanya khayalanku saja. Pikir Monica.
"Tidak bermain dengan yang lainnya?"
Monica tidak menjawab, dia langsung memalingkan wajahnya. Takut dikatakan orang gila, karena berbicara sendiri.
Sementara anak itu tersenyum, tanpa Monica ketahui. "Aku Joshua Spencer. Kelas ku ada di sebelah kelas mu. Dan aku sudah tahu apa permasalahan mu." Monica kembali menoleh, menatap anak laki-laki bernama Joshua itu.
"Joshua?"
Anak bernama Joshua itu mengangguk. "Sejujurnya, kalau dilihat-lihat, kita ini mirip. Kalau kau sadar, aku juga punya kulit putih dan mata sipit seperti mu."
Monica mulai memperhatikan wajah Joshua. Ternyata benar, lelaki itu punya iris mata hitam, kulit putih, mata sipit dan hidung khas orang Asia.
"Kau-"
"Ayah dan ibuku keturunan Korea Selatan." sahutnya dengan senyum.
Monica langsung bungkam. Kebungkamannya tersebut adalah tanda bahwa dia tidak tahu mau membalas apalagi. Meskipun Joshua berbeda juga, tapi dia memiliki kejelasan tentang silsilah keluarganya. Sedangkan Monica? Dia sendiri tidak tahu darimana dia berasal dan siapa orang tuanya. Ketidakjelasan statusnya tersebut menyebab Monica selalu menjadi bahan gunjingan teman-temannya. Ditambah lagi dia memiliki fisik yang berbeda dari kebanyakan anak. Jujur saja, Monica tidak sanggup hidup penuh tekanan seperti ini, tetapi ia tidak mau memberatkan orang tua dan kakak laki-lakinya. Selama ini dia sudah menjadi beban keluarga Frances, bersyukur keluarga Frances mau mengangkatnya sebagai anak.
"Kalau boleh aku sarankan, kau jangan banyak berdiam diri. Bila mereka melakukan sesuatu padamu, kau harus berani melawannya. Jangan jadikan itu sebagai kelemahanmu. Kalau seperti itu terus mereka akan terus menganggumu." mendengar perkataan Joshua, membuat Monica sedikit tersadar, bahwa selama ini ia tidak melakukan apapun, saat dirinya merasa terintimidasi. Yang dia lakukan hanya menunggu perlindungan dari orang lain, tanpa mau berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.
Dan, perkataan Joshua Spencer itu benar. Tapi...
"Lalu apa yang harus aku lakukan? Kalau aku melawan mereka akan semakin menyakiti ku. Apalagi aku tidak punya teman yang dapat membelaku."
Laki-laki itu tersenyum, "apa kau akan menunggu orang lain untuk menyelamatkan mu disaat kau akan terbunuh? Hanya ada dua pilihan, mati sebagai pecundang atau mati sebagai pahlawan."
Monica tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud Joshua, maklum saja dia tipe orang yang lambat dalam berpikir dan merespon orang lain. Bahkan saat ini Monica tidak tahu apa yang dia pikirkan setelah mendengar perkataan Joshua tersebut.
"Baca novel ini, kau pasti akan mengerti. Banyak pelajaran berharga di dalamnya." Monica sendiri tidak sadar kalau anak laki-laki disebelahnya membawa sebuah buku. Mungkin ini efek terlalu banyak melamun. Meski begitu, Monica tetap menerima buku tersebut dari tangan Joshua yang terulur padanya. Dia menerimanya dengan perlahan.
Kekuatan Sebuah Perubahan. Judul novel yang bagus. Apa ceritanya akan sebagus judulnya?
"Kapan aku-"
"Bawa saja dulu, nanti kalau kau sudah memahami maksudnya, datang padaku dan ceritakan apa yang kau dapat dari cerita tersebut."
Percayalah, saat itu juga, pipi Monica langsung merona merah. Ia tidak percaya bahwa ada orang yang masih peduli padanya. Monica merasa dirinya berharga. Joshua Spencer bukan datang untuk melindunginya, tapi mengajarkan bagaimana keluar dari penderitaan.
Dan pada saat itu juga, Monica mulai berjanji untuk mengingat segala hal tentang Joshua Spencer, meski ingatannya hilang sekalipun.
...---...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Kumako
Semangat thor, salam kenal...
2023-04-26
0