Jodoh Lima Langkah
"Din, kita nikah, yuk!"
Dinda seketika menolehkan kepalanya saat Yoga mengatakan hal tersebut. Bagaimana tidak? Mereka bersahabat semenjak kecil hingga sekarang. Dari semenjak lahir hingga kini hampir berusia dua puluh satu tahun hidupnya.
"Gila ya, lo!" ujar Dinda sambil memukul belakang kepala Yoga sedikit keras dengan buku yang dia gulung di tangan.
"Sakit, cuy! Gila kenapa juga lagian? Gue bicara pada saat waras, kok!" ujar pemuda yang kini tengah menjalani pendidikan di sebuah universitas ternama ini. Dia mengusap kepalanya yang sakit akibat pukulan Dinda.
"Ya gila, lah. Lu tuh kalau ngomong dipikir deh, jangan asal jeplak!" ujar Dinda lagi. Buku yang ada di tangannya hampir dia layangkan kembali jika saja Yoga tidak menahan tangan gadis muda itu.
"Serius! Gue gak main-main!"
"Hah?" Dinda menatap Yoga tida percaya.
"Ehm, sebenarnya nyokap bokap nyuruh gue nikah muda, dari kemarin tuh mereka ngomong terus nyuruh gue cari calon istri. Ya gue mana ada tuh calon. Clara aja rada susah gue deketin!" ujar Yoga dengan kesal.
Dinda menatap malas sosok sahabatnya itu.
"Derita Lo, kenapa gue juga harus kebawa-bawa? Lagian Lo ya, palingan Mama Puspa nyuruh elo nikah karena elo ganti-ganti cewek mulu, nih! Macarin anak orang mulu. Bahaya kan. Gimana kalau salah satunya tekdung tuh, beuh! Mama Puspa pasti bakalan ngamuk. Nah makanya bener tuh apa yang Mama Puspa bilang, elo mendingan nikah aja daripada bikin anak orang punya anak!" ujar Dinda dengan santainya.
Yoga mendelik tak suka pada ucapan sahabatnya ini. "Eh, sorry ya meskipun gue banyak macarin anak perawan orang, tapi gue masih ori! Gue masih belum pernah menjamah dan belum pernah terjamah oleh tangan nakal para wanita," ujar Yoga yang membuat Dinda menatap dan tidak percaya sama sekali.
"Gak percaya! Secara, elo tuh playboy kelas kakap. Semua cewek di kampus elo pacarin!" ujar Dinda.
"Eh, bener, serius! Meski gue banyak pacaran sama orang lain, tapi gue gak pernah tuh sampai ngajak cek in mereka. Gue gak pernah kayak gitu sama cewek. Kalau cium dan main remas dada sih pernah, tapi kalau main olahraga tukar keringat gak pernah, sumpah!" ucap pemuda itu sambil mengangkat dua jarinya membentuk huruf V, berharap sahabatnya ini percaya. Akan tetapi, Dinda merasa jijik dengan pengakuan Yoga barusan.
"Ih, mesum! Gak percaya gue. Gak percaya elo cuma gitu doang!" ujar Dinda lagi sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada. Yoga menatap Dinda dengan malas.
"Ya udah kalau gak percaya. Elo bisa kok buktikan kalau gue masih perjaka! Ayo, kita buktikan sekarang juga. Biar elo percaya gue masih ori!" ujar Yoga sambil mendekat pada Dinda.
Mendapati Yoga yang semakin mendekat, membuat Dinda kaget dan mendorong pinggang pemuda itu dengan kakinya.
"Yoga! Jangan deketin gue! Awas loh ya, berani deketin gue, dijamin bengkak punya Lo!" tunjuk Dinda pada area di dalam celana pendek Yoga.
Yoga yang mendengar ancaman Dinda menatap ngeri dan menutup miliknya dengan kedua telapak tangan. "Aset masa depan gue! Bahaya kalau kena tendangan elo!" ujar Yoga sambil meringis membayangkan sakit. Bagaimana tidak ngeri, Dinda adalah atlet taekwondo yang tidak bisa diragukan lagi tendangan dan tinjuannya. Bahkan, Yoga pun tidak bisa melawan gadis kurus nan mungil ini.
"Ya lagian elo main deket aja. Minta pembuktian lagi. Enak bener, lo. Nih!" Dinda mengacungkan tinjuannya pada Yoga.
"Ya kan, gue cuma mau elo percaya aja atas ucapan gue. Membuktikan kalau gue masih ori, belum tersentuh tangan mereka. Ya, elo mau kan nikah sama gue? Daripada gue dijodohin sama anak temennya adik ipar sepupu mama. Please!" ujar pemuda yang hanya berbeda lahir dua bulan itu dari Dinda sambil mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada.
"Ish, elu. Dah kayak acara masak di pesbuk aja tuh, ribet. Ogah! Mending elo turutin tuh perkataan Mama Puspa. Nikah, gak susah juga elo cari pasangan, ada jodohnya. Lagian napa juga elo mau sama gue? Kan elo dah banyak tuh pacarin cewek-cewek satu kampus, napa gak Lo ajak nikah aja tuh salah satu atau dua, tiga. Kan biar nyokap seneng punya menantu banyak!" ujar Dinda kesal, lantas dia membereskan buku yang dia bawa ke rumah ini.
"Eh, Lo mau kemana?" tanya Yoga saat Dinda beranjak bangun dengan membawa tasnya.
"Mau pulang. Percuma juga gue ada di sini kalau yang dibahas soal nikah. Tujuan gue mau belajar bareng juga," ujar Dinda dengan kesal.
"Eh, iya deh. Sini gue ajarin lagi." ujar Yoga sambil menahan tangan Dinda.
"Udah gak mood!" jawab Dinda seraya menepis tangan Yoga darinya. Dinda berjalan dengan cepat menuju pintu kamar Yoga.
"Yee, gitu aja elo marah, sih. Kan gue cuma ngajak aja. Gak perlu marah juga kali!" ujar Yoga ikut bangkit dan mengikuti langkah kaki Dinda yang kini turun ke lantai bawah. "Din, tungguin deh!" teriak Yoga menyusul turun ke bawah.
Dari arah dapur, terlihat ibu dari Yoga baru keluar dengan membawa kue di tangannya, tampak masih panas karena asap mengepul dari nampan yang dia bawa.
"Kalian mau kemana? Sudah belajarnya?" tanya Puspa, ibu Yoga.
"Sudah, Ma. Tapi Yoga tuh ngeselin, bukannya belajar malah bahas yang lain!" ujar Dinda dengan mencebikkan bibirnya. Puspa menatap tajam putra satu-satunya, Yoga hanya tersenyum sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Yoga, kenapa juga bikin Dinda kesel, harusnya kamu ajarin Dinda sampai bisa," ucap Puspa memberi peringatan.
"Aku kan cuma ngajakin Dinda buat nikah aja, Ma. Kayak yang Mama mau."
"Aku yang gak mau. Maaf aja nih ya, Ma. Siapa juga yang mau punya suami petakilan kayak dia? Yang ada nanti aku teriak-teriak setiap hari tuh karena dibikin kesel. Mati berdiri!" ujar Dinda tak peduli.
"Yee, elo gak tau aja. Kalau jadi istri gue bakalan bahagia setiap hari. Gak ada tuh yang namanya sedih," ujar Yoga tak mau kalah.
Puspa tersenyum kecil melihat interaksi dua anak yang ada di depannya ini. Dia menyodorkan piring di tangannya. "Ya sudah, makan dulu ini. Udah Mama buatin kue kesukaan kalian, sayang kalau gak dimakan."
Dinda tersenyum senang dan mendekat, serta mengambil satu potong kue yang banyak sekali krim cheese kesukaannya. Dinda menikmati kue tersebut sambil tersenyum senang, kue buatan Mama Puspa memang sangat enak sekali, berbeda dengan ibunya yang tidak pandai membuat kue.
"Enak, Ma. Dinda bawa ini semua pulang ya." Dinda mengambil sepiring kue tersebut, membuat Yoga tidak terima karena kue yang dibuat ibunya, Dinda ambil semua. Dia maju dan hendak meraih piring di tangan Dinda, tapi dengan cepat Dinda mundur dan menghindarinya.
"Eh, Din! Gue juga mau!" teriak Yoga mengejar Dinda.
"Enggak boleh! Ini buat gue semua!" Dinda juga berteriak, semakin menjauh dan keluar dari rumah tersebut dengan berlari meninggalkan Yoga.
Puspa melihat kedua anak itu berlarian meninggalkan dirinya dan hanya bisa menggelengkan kepala, tersenyum geli sembari membayangkan dua anak itu yang tidak disangka tumbuh dengan sangat cepat.
Puspa mengusap dadanya yang sedikit terasa sakit, lalu memutuskan untuk pergi ke arah kamarnya berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Lina Pau
Vote meluncur 🥰🙏
2023-05-02
2
we
yoga kocak habis .. 😂 mama yoga sakitkah
2023-04-22
2