A Little Hope For Ashma
Dibawah rembulan yang terang, mata cokelat Ashma membulat seperti anak kecil yang baru saja mendapat mainan, dia amat begitu kagum pada keindahan dan keagungan penciptaan yang maha kuasa.
"Subhanallah."
Ashma jadi teringat Nenek-nya yang jauh berada di Palestina, Kadang-kadang khawatir juga akan usia sang Nenek yang semakin renta dan Ashma tidak berada disisinya.
"Kenapa paman Amith tidak menghubungi atau pun memberi kabar. Aku benar-benar khawatir dengan Nenek." Gumamnya resah.
2 bulan yang lalu Ashma pergi ke Palestina untuk bertemu dengan Nenek-nya. Ia begitu dilema yang lagi-lagi saat kakinya menapaki tanah Palestina Ashma malah mendapati kabar bahwa Nenek-nya dilarikan kerumah sakit.
Satu minggu berada disana Ashma menemani sang Nenek hingga keadaannya berangsur membaik, tetapi Ashma juga harus menerima kabar buruk dari Indonesia. Ibunya berniat mengakhiri hidupnya, itu sudah ke dua kali Ashma mendengar berita menyakitkan yang menoreh hatinya.
Layla, ibu kandung Ashma mengalami stress berat karena ditinggal Gazzi, ayah Ashma 8 tahun yang lalu. Beliau meninggal saat berusaha menyelamatkan seorang gadis belia di tepi barat Palestina, rudal yang dijatuhkan Israel banyak memakan banyak korban dan ayah Ashma adalah salah satunya.
Mengingat masa-masa sulit itu Ashma hanya bisa mengusap dada dan terus beristighfar. Ashma sangat menyayangi ayahnya, ia yang tidak ingin membuat ibunya semakin terluka sebenarnya hanya pura-pura kuat, padahal Ashma sendiri sangat menderita atas kehilangan Ayahnya.
Ashma tidak bisa berbuat apa-apa selain ikhlas menerima segala ketentuan Allah. Walaupun jauh di lubuk hatinya ia tidak tega melihat keadaan ibunya yang kian hari semakin parah.
Keluarga besar ibunya melihat perjuangan Ashma merawat Layla selama tiga tahun bahkan setelah ia lulus dari bangku SMA, maka dari itu mereka hendak mengambil keputusan agar Ashma tidak menderita. Ashma harus pergi untuk menuntut ilmu, ia harus mengejar mimpi dan cita-cita nya.
Bukan niat hati menjadi pendurhaka, tapi keluarga ibu mendesak Ashma untuk fokus pada pendidikan, ia harus melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi.
Layla ibu Ashma, keluarga di Indonesia yang akan mengurus dan Ashma tidak memiliki jalan keluar lain selain benar-benar dengan berat hati meninggalkan Ibunya untuk pergi menuntut ilmu di kota orang.
Waktu bergulir begitu cepat, setelah lima tahun Ashma kembali pulang dari rantaunya dan memutuskan menetap untuk mengurus ibunya yang lagi-lagi sama sekali masih belum ada perubahan.
Ashma sudah lulus dengan gelar keperawatan, bahkan ia tengah bertugas di klinik sekitar tempat tinggalnya sekarang.
Ashma terkadang merasa lelah dan ingin menyerah, tetapi ia selalu diingatkan bahwa perjuangan ibunya dahulu saat melahirkannya jauh lebih besar lagi dari kewajibannya saat ini, bahkan masih terbilang tidak ada apa-apa nya.
"ASHMA... " Teriakan familiar membuat Ashma bangun dari lamunannya. Ia berlari terpogoh-pogoh menaiki tangga menuju lantai dua rumahnya.
Membuka pintu dengan tergesa-gesa Ashma mendapati bibi Sekar menangis histeris sambil memangku Ibu yang mulutnya sudah dipenuhi oleh busa.
"Ya Allah ibu... " Ashma pun berteriak histeris, dia tidak menyangka kepergiannya sepuluh menit lalu membawa petaka untuk ibunya.
"Ibu... " Ashma menangis sambil menepuk-nepuk pelan pipi Ibunya. Tangan Layla begitu dingin, sebagai seorang perawat Ashma tahu apa yang seharusnya ia perbuat, tetapi Ashma merasa pesimis saat melihat wajah ibunya yang begitu pucat. Tangan Ashma bergetar hebat, ia takut sekali ibunya pergi.
"Bertahan ya bu. Untuk Ashma, tolong bertahan."
Bibi Sekar tengah menghubungi suaminya supaya cepat pulang membantu membawa Layla untuk dilarikan kerumah sakit, dirumah yang besar ini sedang sepi penghuni karena mereka semua sedang menghadiri acara pernikahan saudara di Mojokerto.
Ashma sebisa mungkin melakukan pertolongan pertama.
"Bi, kita gak punya waktu lagi. Ibu harus segera dilarikan kerumah sakit!" Ucap Ashma begitu panik.
Bibi Sekar mengangguk, mereka berdua membopong tubuh lemas Layla untuk dilarikan kerumah sakit, tidak ada waktu lagi untuk mereka menunggu pertolongan keluarganya yang mungkin tidak akan sampai dalam waktu 10 menit.
Dirumah sakit, Ashma tidak sabar menunggu pintu terbuka dan dokter mengatakan bahwa Ibunya baik-baik saja. Tapi saat pintu IGD terbuka Ashma malah menjadi takut sebab firasatnya berkata lain.
Dokter Gilang teman sekaligus rekan kerja yang menangani Ibu Ashma menepuk pelan bahunya, Ashma benar-benar sudah merasa tak enak hati.
"Inalillahi. Ibumu sudah memilih jalan seperti ini. Yang tabah ya Ashma. Semoga Allah mengampuni Ibumu dan memberi tempat disisinya yang indah." Ujar dokter Gilang, salah satu dokter kenalannya.
"Dokter Gilang gausah bercanda sama saya," merasa tidak percaya Ashma terkekeh kecil. Dokter Gilang sekali lagi memberitahunya dengan pelan-pelan bahwa Ibunya Ashma sudah meninggal dunia.
Sukar nya waktu membuat Ashma benar-benar merasakan sakit luar biasa. Setelah ditinggal Ayah tercinta lagi-lagi ia harus menghadapi kenyataan bahwa Ibu sudah berpulang.
"Ashma telah membunuh Ibu bi, Ashma jahat." Ashma menyalahkan dirinya sendiri, ia meninggalkan Ibunya hanya untuk menenangkan diri tapi malah petaka yang ia dapatkan.
Bibi Sekar menggeleng kuat, ia usap air mata di pipi Ashma begitu lembut. Ashma bahkan sampai bersimpuh dilantai merasakan tubuhnya yang tidak bertenaga.
"Bukan salahmu sayang. Ibumu sendiri yang telah memilih untuk menyerah," Ashma tidak kuasa menahan sakit dan sesak di dadanya, dia pukuli dengan kencang.
"Sakit bi, sesak." Bibi Sekar menenangkan Ashma yang terus menyakiti dirinya sendiri.
"Ashma jangan menyakiti dirimu sayang..." Bibi Sekar memeluk Ashma begitu kuat untuk menenangkan Ashma.
Keluarga besar sudah dihubungi bahkan ibu Gazzi yaitu nenek Ashma di Palestina, keluarga disana begitu syok mendengar berita duka sekaligus mengejutkan ini.
Dokter Gilang merasa iba melihat Ashma, gadis itu benar-benar terlihat hancur. Dokter Gilang tidak pernah melihat Ashma se-terpuruk ini. Tapi dia pun akan melakukan hal yang sama apabila ada diposisi Ashma, saat Ibu yang melahirkannya telah berpulang bahkan harus dengan cara yang tragis seperti ini.
Ini adalah masa-masa pahit untuk Ashma, setelah ditinggal Ayah, Ibu pun menyusul dan Ashma sendirian dengan luka yang belum sembuh.
Ashma sekali lagi benar-benar terpuruk,
untuk jiwanya yang semakin rapuh Ashma hanya bisa memohon dengan ringkih dan tangisan di setiap sujudnya meminta untuk ditegarkan lagi, diberikan hati yang ikhlas dan diberikan petunjuknya.
Seperti apa takdir indah yang Allah janjikan untuk Ashma nanti, setelah berbagai macam badai apakah nanti akan ada keindahan setelahnya? Itu yang Ashma selalu dialog kan dengan dirinya sendiri.
"Hatiku lebur karena kehilangan, ya Rabbi. Janganlah engkau meninggalkan hambamu yang teramat banyak dosa ini, wallahi karena itu lebih menyakitkan daripada kehilangan cintanya manusia duhai Rabb ku.
Dan sungguh maha besar atas kasih sayang dan cintamu Ya Rabb, sungguh berharap kepadamu tidak pernah membuat ku kecewa. Duhai Rabbku, maka tuntunlah aku sebagai manusia yang lebih bersyukur atas ketentuan mu dan ridho-Mu ya."
Malam itu ia berdialog romantis dengan sang Pencipta. Ashma curahkan segalanya, tumpah ruah menjadi satu diatas sajadah dibawah naungan cinta kasih Allah yang maha besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Nisa Amalia
hadirrrr... jadi penasaran kelanjutannya
2023-08-16
1
nonaserenade
Waalaikumsalam, thanks kak. Kalau suka dengan cerita ini mohon atas dukungan like, coment and subscribe ya kak terimakasih🙏🥰
2023-07-10
0
Eva Karmita
assalamu'alaikum aku sudah hadir otor 🙏😊
2023-07-10
1