NovelToon NovelToon

A Little Hope For Ashma

Prolog

Dibawah rembulan yang terang, mata cokelat Ashma membulat seperti anak kecil yang baru saja mendapat mainan, dia amat begitu kagum pada keindahan dan keagungan penciptaan yang maha kuasa.

"Subhanallah."

Ashma jadi teringat Nenek-nya yang jauh berada di Palestina, Kadang-kadang khawatir juga akan usia sang Nenek yang semakin renta dan Ashma tidak berada disisinya.

"Kenapa paman Amith tidak menghubungi atau pun memberi kabar. Aku benar-benar khawatir dengan Nenek." Gumamnya resah.

2 bulan yang lalu Ashma pergi ke Palestina untuk bertemu dengan Nenek-nya. Ia begitu dilema yang lagi-lagi saat kakinya menapaki tanah Palestina Ashma malah mendapati kabar bahwa Nenek-nya dilarikan kerumah sakit.

Satu minggu berada disana Ashma menemani sang Nenek hingga keadaannya berangsur membaik, tetapi Ashma juga harus menerima kabar buruk dari Indonesia. Ibunya berniat mengakhiri hidupnya, itu sudah ke dua kali Ashma mendengar berita menyakitkan yang menoreh hatinya.

Layla, ibu kandung Ashma mengalami stress berat karena ditinggal Gazzi, ayah Ashma 8 tahun yang lalu. Beliau meninggal saat berusaha menyelamatkan seorang gadis belia di tepi barat Palestina, rudal yang dijatuhkan Israel banyak memakan banyak korban dan ayah Ashma adalah salah satunya.

Mengingat masa-masa sulit itu Ashma hanya bisa mengusap dada dan terus beristighfar. Ashma sangat menyayangi ayahnya, ia yang tidak ingin membuat ibunya semakin terluka sebenarnya hanya pura-pura kuat, padahal Ashma sendiri sangat menderita atas kehilangan Ayahnya.

Ashma tidak bisa berbuat apa-apa selain ikhlas menerima segala ketentuan Allah. Walaupun jauh di lubuk hatinya ia tidak tega melihat keadaan ibunya yang kian hari semakin parah.

Keluarga besar ibunya melihat perjuangan Ashma merawat Layla selama tiga tahun bahkan setelah ia lulus dari bangku SMA, maka dari itu mereka hendak mengambil keputusan agar Ashma tidak menderita. Ashma harus pergi untuk menuntut ilmu, ia harus mengejar mimpi dan cita-cita nya.

Bukan niat hati menjadi pendurhaka, tapi keluarga ibu mendesak Ashma untuk fokus pada pendidikan, ia harus melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi.

Layla ibu Ashma, keluarga di Indonesia yang akan mengurus dan Ashma tidak memiliki jalan keluar lain selain benar-benar dengan berat hati meninggalkan Ibunya untuk pergi menuntut ilmu di kota orang.

Waktu bergulir begitu cepat, setelah lima tahun Ashma kembali pulang dari rantaunya dan memutuskan menetap untuk mengurus ibunya yang lagi-lagi sama sekali masih belum ada perubahan.

Ashma sudah lulus dengan gelar keperawatan, bahkan ia tengah bertugas di klinik sekitar tempat tinggalnya sekarang.

Ashma terkadang merasa lelah dan ingin menyerah, tetapi ia selalu diingatkan bahwa perjuangan ibunya dahulu saat melahirkannya jauh lebih besar lagi dari kewajibannya saat ini, bahkan masih terbilang tidak ada apa-apa nya.

"ASHMA... " Teriakan familiar membuat Ashma bangun dari lamunannya. Ia berlari terpogoh-pogoh menaiki tangga menuju lantai dua rumahnya.

Membuka pintu dengan tergesa-gesa Ashma mendapati bibi Sekar menangis histeris sambil memangku Ibu yang mulutnya sudah dipenuhi oleh busa.

"Ya Allah ibu... " Ashma pun berteriak histeris, dia tidak menyangka kepergiannya sepuluh menit lalu membawa petaka untuk ibunya.

"Ibu... " Ashma menangis sambil menepuk-nepuk pelan pipi Ibunya. Tangan Layla begitu dingin, sebagai seorang perawat Ashma tahu apa yang seharusnya ia perbuat, tetapi Ashma merasa pesimis saat melihat wajah ibunya yang begitu pucat. Tangan Ashma bergetar hebat, ia takut sekali ibunya pergi.

"Bertahan ya bu. Untuk Ashma, tolong bertahan."

Bibi Sekar tengah menghubungi suaminya supaya cepat pulang membantu membawa Layla untuk dilarikan kerumah sakit, dirumah yang besar ini sedang sepi penghuni karena mereka semua sedang menghadiri acara pernikahan saudara di Mojokerto.

Ashma sebisa mungkin melakukan pertolongan pertama.

"Bi, kita gak punya waktu lagi. Ibu harus segera dilarikan kerumah sakit!" Ucap Ashma begitu panik.

Bibi Sekar mengangguk, mereka berdua membopong tubuh lemas Layla untuk dilarikan kerumah sakit, tidak ada waktu lagi untuk mereka menunggu pertolongan keluarganya yang mungkin tidak akan sampai dalam waktu 10 menit.

Dirumah sakit, Ashma tidak sabar menunggu pintu terbuka dan dokter mengatakan bahwa Ibunya baik-baik saja. Tapi saat pintu IGD terbuka Ashma malah menjadi takut sebab firasatnya berkata lain.

Dokter Gilang teman sekaligus rekan kerja yang menangani Ibu Ashma menepuk pelan bahunya, Ashma benar-benar sudah merasa tak enak hati.

"Inalillahi. Ibumu sudah memilih jalan seperti ini. Yang tabah ya Ashma. Semoga Allah mengampuni Ibumu dan memberi tempat disisinya yang indah." Ujar dokter Gilang, salah satu dokter kenalannya.

"Dokter Gilang gausah bercanda sama saya," merasa tidak percaya Ashma terkekeh kecil. Dokter Gilang sekali lagi memberitahunya dengan pelan-pelan bahwa Ibunya Ashma sudah meninggal dunia.

Sukar nya waktu membuat Ashma benar-benar merasakan sakit luar biasa. Setelah ditinggal Ayah tercinta lagi-lagi ia harus menghadapi kenyataan bahwa Ibu sudah berpulang.

"Ashma telah membunuh Ibu bi, Ashma jahat." Ashma menyalahkan dirinya sendiri, ia meninggalkan Ibunya hanya untuk menenangkan diri tapi malah petaka yang ia dapatkan.

Bibi Sekar menggeleng kuat, ia usap air mata di pipi Ashma begitu lembut. Ashma bahkan sampai bersimpuh dilantai merasakan tubuhnya yang tidak bertenaga.

"Bukan salahmu sayang. Ibumu sendiri yang telah memilih untuk menyerah," Ashma tidak kuasa menahan sakit dan sesak di dadanya, dia pukuli dengan kencang.

"Sakit bi, sesak." Bibi Sekar menenangkan Ashma yang terus menyakiti dirinya sendiri.

"Ashma jangan menyakiti dirimu sayang..." Bibi Sekar memeluk Ashma begitu kuat untuk menenangkan Ashma.

Keluarga besar sudah dihubungi bahkan ibu Gazzi yaitu nenek Ashma di Palestina, keluarga disana begitu syok mendengar berita duka sekaligus mengejutkan ini.

Dokter Gilang merasa iba melihat Ashma, gadis itu benar-benar terlihat hancur. Dokter Gilang tidak pernah melihat Ashma se-terpuruk ini. Tapi dia pun akan melakukan hal yang sama apabila ada diposisi Ashma, saat Ibu yang melahirkannya telah berpulang bahkan harus dengan cara yang tragis seperti ini.

Ini adalah masa-masa pahit untuk Ashma, setelah ditinggal Ayah, Ibu pun menyusul dan Ashma sendirian dengan luka yang belum sembuh.

Ashma sekali lagi benar-benar terpuruk,

untuk jiwanya yang semakin rapuh Ashma hanya bisa memohon dengan ringkih dan tangisan di setiap sujudnya meminta untuk ditegarkan lagi, diberikan hati yang ikhlas dan diberikan petunjuknya.

Seperti apa takdir indah yang Allah janjikan untuk Ashma nanti, setelah berbagai macam badai apakah nanti akan ada keindahan setelahnya? Itu yang Ashma selalu dialog kan dengan dirinya sendiri.

"Hatiku lebur karena kehilangan, ya Rabbi. Janganlah engkau meninggalkan hambamu yang teramat banyak dosa ini, wallahi karena itu lebih menyakitkan daripada kehilangan cintanya manusia duhai Rabb ku.

Dan sungguh maha besar atas kasih sayang dan cintamu Ya Rabb, sungguh berharap kepadamu tidak pernah membuat ku kecewa. Duhai Rabbku, maka tuntunlah aku sebagai manusia yang lebih bersyukur atas ketentuan mu dan ridho-Mu ya."

Malam itu ia berdialog romantis dengan sang Pencipta. Ashma curahkan segalanya, tumpah ruah menjadi satu diatas sajadah dibawah naungan cinta kasih Allah yang maha besar.

1. Pergi untuk mengikhlaskan

Satu tahun Ashma berusaha ikhlas dan melanjutkan hidupnya dengan warna-warni kisah beragam. Sembuh dari sakit itu harus, dan kemauan untuk bangkit kembali untuk menjalani hidup yang akan terus berjalan setiap harinya. 

Ashma benar-benar sibuk, menjadi seorang perawat memang profesi yang sangat luar biasa melelahkan, tapi itu hanya keluhan sementara saja. Sebenarnya yang dirasakan menjadi seorang perawat itu adalah sebuah anugerah luar biasa karena profesi ini dapat mendatangkan keberkahan. 

Seperti Ashma yang sekarang ini kedapatan merawat anak bayi berumur 7 bulan yang sangat lucu. Ashma bahkan sempat mengkhayal memiliki seorang bayi lucu seperti yang sedang dia pandangi sekarang. 

Menepis pikirannya yang sudah jauh berkelana, Ashma terkekeh sendiri atas khayalannya tadi. Sebenarnya dia memiliki perasaan pada dokter Gilang, lelaki yang pernah menangani ibunya waktu itu.

Sejak awal ia bertemu dengan dokter Gilang Ashma telah jatuh cinta pada pandangan pertama, tetapi Ashma sempat menepis perasaan itu karena pada masa itu adalah tahun yang cukup berat bagi Ashma sehingga lambat laun dia acuh tak acuh dengan perasaannya pada dokter Gilang. 

Tapi kali ini Ashma tidak ingin menepis perasaannya lagi. Ashma benar-benar jatuh hati dengan dokter Gilang yang dinginnya luar biasa, tidak banyak bicara tapi sekalinya beraksi sudah macam super hero.

Dokter Gilang 3 tahun lebih tua dari Ashma, sekarang umur dokter Gilang 28 tahun sedang Ashma 25 Tahun. Wah sudah sangat matang kan untuk melangkah ke jenjang serius. Tapi Ashma tidak ingin terlalu berharap lebih dengan manusia, lagipula dokter Gilang itu dingin dan cuek terlebih lagi sangat jarang berbicara dengan Ashma jadi mana mungkin dia juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

Ashma juga harus mampu mengontrol diri sebab sepertinya dokter Gilang menyukai orang lain dan itu adalah Halifa, dokter baru yang sedang melakukan tugas selama 4 bulan dirumah sakit kasih hati, itulah yang Ashma rasakan dengan alibinya sendiri. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa dada Ashma berdenyut nyeri, padahal belum tentu kepastiannya. Ashma hanya menerka-nerka sebab melihat dokter Gilang banyak berinteraksi dengan dokter Halifa, Dokter Gilang juga sering tersenyum di sela-sela obrolan mereka, berbeda jika sedang bersama Ashma.

Seperti sekarang ini, Ashma diam-diam memperhatikan gerak-gerik dua insan itu di kantin rumah sakit. Ashma benar-benar terlihat seperti penguntit. 

"Dokter Gilang terlihat sangat senang berbicara dengan dokter Halifa, sedangkan kalau bersama aku dia itu benar-benar sangat dingin." Monolog Ashma. Ia tersenyum kecut sambil mengunyah makanannya. 

"Ah sudahlah, semakin aku seperti ini semakin pula aku berharap sama dokter Gilang."

Ashma pergi meninggalkan kantin, ia juga sudah menyelesaikan makan siangnya. Menepis rasa cemburunya ini Ashma memutuskan untuk mengambil air wudhu untuk menenangkan diri. 

Tanpa ia sadari sebenarnya dokter Gilang sedari tadi menyadari kehadiran Ashma. Dia juga beberapa kali sempat melihat Ashma yang selalu mencuri-curi pandang kearahnya dan dokter Halifa. Dokter Gilang tersenyum tipis, ia sangat menyukai ekspresi wajah Ashma yang seperti sedang menahan kesal. 

...•••...

Hari terus berlalu dan semakin cepat, tidak terasa sudah 3 bulan lagi semenjak kedatangan dokter Halifa, hari ini adalah terakhir kalinya ia bekerja sebagai perawat dirumah sakit Kasih Hati. Ashma telah memutuskan akan tinggal di Palestina bersama neneknya, ia juga mendapatkan kabar bahwa neneknya sering jatuh sakit dan sudah saatnya Ashma menemani Neneknya di masa tua.

Tidak ada alasan lain untuk Ashma tetap tinggal di Indonesia. Ayah dan Ibunya sudah tidak ada, keluarga besarnya sudah membebaskan dia untuk menjalani hidupnya, dan perasaannya pada dokter Gilang sama sekali tidak ada balasan, yang ada ia malah menerima berita menyakitkan.

Seminggu yang lalu dokter Gilang dan dokter Halifa memberi undangan yang tidak terduga, mereka akan menikah dalam waktu dekat ini dan Ashma benar-benar patah hati mendapati kenyataan bahwa orang yang dia cintai mengumumkan tanggal dan hari pernikahannya, itu sangat sakit sampai membuat Ashma kecewa dengan dirinya sendiri, lagi-lagi ia terlalu berharap kepada manusia dan inilah hasilnya. 

"Kamu tidak akan kembali lagi Ashma?" Ini adalah pertanyaan dokter Gilang ke-tiga kalinya, Ashma sempat heran mengapa dokter Gilang sampai menanyainya berulang kali. 

"Pertanyaan ke-tiga kalinya dok,"

"Saya hanya ingin memastikan."

Ashma berusaha setegar mungkin, ia tidak boleh sampai lepas kendali karena orang yang ada dihadapannya ini seperti memberi harapan dan berusaha memenjarai Ashma. 

"Dokter kan sudah dengar jawaban saya bahwa saya tidak akan kembali untuk menetap di Indonesia, tapi sesekali saya akan pulang untuk bertemu keluarga ibu." Ashma menjelaskan lagi, kali ini ia sedikit kesal. 

"Saya tidak ingin kamu pergi Ashma!" Ashma Tercenung mendengar apa yang diucapkan dokter Gilang. 

"Kenapa dokter melarang saya? Dokter tidak punya hak untuk itu!" Ashma mulai kesal oleh dokter Gilang.

"Saya tahu. Tapi apakah kamu tidak berpikir bagaimana perasaan orang-orang yang menyayangimu, ditinggal pergi?" Dokter Gilang tiba-tiba berubah dramatis.

"Saya tidak memiliki alasan lagi untuk tetap berada disini, Ibu dan Ayah sudah tidak ada apalagi... " Dokter Gilang menunggu kata-kata selanjutnya dari mulut Ashma. 

"Lelaki yang saya cintai tidak pernah peka. Dia memilih wanita lain, dan saya salah karena mengharapkannya juga terlalu pengecut karena tidak terus terang." 

"Siapa?" Dokter Gilang bertanya, Ashma hanya bisa mengatakan didalam hatinya bahwa lelaki itu adalah dia. 

"Dokter gak usah tahu. Dia sudah pupus semenjak saat itu." Setelah perkataan terakhirnya Ashma memilih pergi meninggalkan dokter Gilang, tapi suara bariton itu lagi-lagi memberhentikan langkahnya.

"Lelaki itu saya kan?" Ashma menoleh.

"Selain dokter berusaha menahan saya, dokter juga terlalu percaya diri!" Ashma menggigit bibirnya sendiri, menahan sesak di dadanya karena berbohong.

Perpisahan ini adalah akhir dari segala perasaannya. Dia sengaja berkata ketus kepada dokter Gilang karena Ashma takut lelaki itu memberikan harapan sedangkan ada wanita lain yang telah menungguinya.

Tentang berita yang Ashma dengar selain undangan pernikahan yang tiba-tiba di umumkan oleh Dokter Halifa dan dokter Gilang, ia juga mendengar rumor bahwa mereka dijodohkan oleh orang tua mereka, tetapi Ashma tahu bahwa dokter Halifa memang benar-benar mencintai dokter Gilang. Ashma sendiri yang mendengar pernyataan itu dua bulan yang lalu dari mulut dokter Halifa. 

"Lebih baik aku tidak tahu dok seperti apa perasaan dokter terhadap saya. Saya takut wanita baik seperti dokter Halifa harus tersakiti karena saya."

Tidak harus memiliki kan?

Dokter Gilang hanya bisa terdiam. Ternyata dia ini lelaki pengecut, dia terlalu gengsi mengungkapkan perasaan cintanya sejak awal pada Ashma. Sekarang ia harus kehilangan wanita yang ia cintai.

Tentang dokter Halifa. Dokter Gilang menyesal karena tidak terus terang bahwa ia tidak mencintainya, dia terpaksa menerima perjodohan dari orang tuanya.

Dokter Gilang tidak tega saat melihat Ibu memohon agar menerima perjodohan nya dengan dokter Halifa, katanya kalau dahulu keluarga Halifa tidak menolong keluarganya mereka pasti tidak akan melihat Gilang bisa hidup sampai sekarang, dahulu ia pernah mengalami kecelakaan dan keluarga Halifa yang membantu seluruh administrasi nya.

Karena itu dokter Gilang tidak bisa menolak, tetapi ia tidak bisa membohongi perasaannya bahwa hatinya hanya untuk Ashma.

#TBC

2. Pria Penyelamat

Ashma sebenarnya berat hati meninggalkan Indonesia, tempat kelahirannya. Banyak sekali kenangan dan memori indah bersama kedua orang tuanya, keluarga besarnya dan teman-teman Ashma.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kenangan terbaiknya hanya ada di Indonesia. Semua yang telah ia rasakan, senang, sedih, pahit manisnya kehidupan yang sudah dia rasakan.

Ashma pergi bukan membenci takdir yang sudah terjadi padanya tetapi dia ingin membuka lembaran baru bersama neneknya di Palestina. Dia ingin benar-benar menyembuhkan trauma dari kepergian kedua orang tuanya.

Mata Ashma menelisik keseluruh penjuru bandara, ia beberapa kali selalu mengecek jam ditangannya. Sudah hampir satu jam ia menunggu penerbangan.

Tidak lama itu suara Airport Announcer menginstruksikan bahwa pesawat yang akan Ashma naiki sudah siap untuk melakukan penerbangan.

Ashma menghela napas lega saat dia berhasil duduk dibangku pesawat, karena tadi pesawat sempat delay tiba-tiba mau tidak mau Ashma dan penumpang yang lainnya harus menunggu selama satu jam untuk menunggu penerbangan.

Perasaan Ashma tidak tenang sedari tadi entah mengapa seperti ada yang mengganjal di hatinya. Tapi Ashma berusaha berpikir positif mungkin hanya perasaannya saja yang sedang gundah akibat beberapa hari terakhir Ashma terlalu banyak memikirkan sesuatu yang berat.

TING...

sebuah notifikasi masuk dari salah satu chat yang ia sematkan.

Dokter Gilang

Asalamualaikum, Ashma kamu dimana?

^^^Waalaikumsalam. Saya sudah berada^^^

^^^di pesawat.√√^^^

kamu benar pergi Ashma?

^^^Foto√√^^^

...📞Dokter Gilang call...

"Assalamualaikum dok," Ashma menerima panggilan telepon dari dokter Gilang.

"Waalaikumsallam Ashma. Saya ingin berbicara sesuatu dengan kamu," ucap dokter Gilang di sebrang sana terus terang.

"Ada apa lagi dok? apakah pernyataan yang kemarin masih kurang?"

"Saya hanya ingin jujur dengan kamu. Tolong dengarkan saya, saya akan merasa menjadi pria pengecut jika terus memendam ini.

"Katakan dok," terdengar dari sebrang sana dokter Gilang menghela napas.

"Ini mungkin terlambat tapi saya tidak bisa membohongi perasaan saya sendiri Ashma. Perempuan yang saya cintai itu kamu Ash bukan Halifa."

Ashma dalam keterkejutannya hanya bisa diam, jauh didalam lubuk hatinya dia senang perasaannya terbalaskan tapi disisi lain dia juga mengingat dokter Halifa.

"Benar dok. Sangat terlambat, terimakasih atas keberanian dokter untuk mengungkapkan perasaan dokter yang sebenarnya, tapi maaf dok saya tidak memiliki perasaan yang sama seperti dokter."

Dokter Gilang disana terkekeh kecil, "jangan mengelak Ashma, saya tahu kamu berbohong."

"Dokter ini hobi sekali mengintimidasi ya, maaf dok tapi saya benar-benar tidak menyukai dokter apalagi jatuh hati dengan dokter."

"Ashma, apa perlu saya menyusul kamu."

"Tidak usah seperti itu dok."

Ashma mematikan sambungan telepon dengan dokter Gilang. Dokter Gilang terdiam sejenak memandangi ponselnya, entah apa yang dia pikirkan namun dokter Gilang benar-benar menyesal, sangat menyesal.

Ashma pun demikian tetapi keputusan yang telah ia pilih menurutnya benar, mematikan perasaan sendiri untuk menjaga hati yang lain apa salah?

Mengesampingkan perasaannya terhadap dokter Gilang, Ashma mencoba memikirkan hal lain yang membuatnya tidak berlarut lagi dalam kesedihan yang semu.

Ashma beralih menikmati perjalanannya didalam pesawat kelas ekonomi, matanya mengedar ke beberapa penumpang. Namun entah mengapa Ashma malah terpaku dengan salah satu penumpang pria berwajah bule yang sedang membaca sebuah buku.

Ashma mengakui pria itu tampan dan begitu maskulin. Mata pria itu berbalik melihat Ashma yang sedari tadi memerhatikan nya, Ashma yang tertangkap basah lantas dengan cepat menarik atensinya dari tatapan menghunus pria itu.

"Tampan sih, tapi serem."

mengabaikan tentang pria itu kini atensi Ashma tertarik pada beberapa pria bertubuh tegap yang baru saja keluar dari toilet, entah mengapa Ashma memiliki firasat yang buruk tentang pria-pria itu.

"Aku mikir apasih?!"

Tapi sepertinya memang ada yang tidak beres, para pria bertubuh besar itu seperti saling memberi kode satu sama lain. Ashma memerhatikan apa yang sedang ia pegang dibalik tas kecil yang pria mencurigakan itu pegang dan betapa terkejutnya Ashma saat melihat pria itu ternyata sedang memegang sebuah pistol.

Ashma sebisa mungkin bersikap tenang dan berusaha mencari ide agar dapat bertemu dengan petugas keamanan. Ashma melihat pramugari yang sedang berjalan lalu ia memanggil pramugari tersebut dan bersikap seolah memerlukan bantuan agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Dengan ramah dan pelayanan yang baik pramugari itu bertanya apa yang Ashma inginkan.

"Kepala saya sakit, bolehkah saya meminta obat pereda sakit kepala?"

"Tentu saja nona, tunggu sebentar saya akan ambilkan terlebih dahulu." Ashma mengangguk dan diam-diam ia memberikan secarik kertas pada pramugari tersebut sang pramugari mengerti lalu berlalu pergi untuk mengambil obat sakit kepala.

"Pria bertubuh tegap dengan tato naga ditangannya membawa senjata tajam." Pramugari tersebut membaca selembar kertas yang diberikan Ashma. Dengan sigap dia memberi tahukah persoalan ini pada petugas keamanan.

Ashma melihat petugas keamanan yang sedang berbicara dengan pria itu lalu mereka entah kemana pergi, Ashma berharap semoga pria itu berhasil diamankan.

Tetapi sesuatu terjadi di pesawat, tiba-tiba terjadi keributan dan perkelahian dibagian belakang pesawat. Semua orang berteriak histeris saat salah satu petugas keamanan yang tadi bersama pria misterius itu dilempar oleh seseorang dan dia terluka.

Mereka mulai mengeluarkan senjata masing-masing dan menyandra beberapa penumpang.

Ternyata mereka adalah sekelompok kriminal yang berniat menyandra seluruh penumpang dan awak pesawat.

Ashma hanya bisa berdoa didalam hatinya meminta pertolongan pada yang maha kuasa agar menyelamatkan dia dan seluruh orang di pesawat dari kejahatan yang ada didepan matanya.

Salah seorang penjahat tertarik dengan Ashma hampir saja ia memegang wajah Ashma tetapi seorang pria tiba-tiba mencekal lengan penjahat itu dan memutarnya hingga terdengar bunyi retakan tulang.

Pria itu terlibat perkelahian dengan sekelompok penjahat, dia dengan sangat lincah melumpuhkan beberapa diantara mereka, setiap gerakannya tidak pernah ada yang meleset sudah seperti ahli dalam seni bela diri bahkan raut wajah pria itu biasa saja sama seperti pertama kali Ashma melihatnya, menghunus dan dingin.

Melihat teman-temannya yang terkapar, para penjahat yang menyandra beberapa penumpang melepaskan mereka dan memilih berkelahi dengan pria penyelamat itu.

"Cih, kalian semua amatiran!" Kata pria penyelamat itu dengan suaranya yang berat.

Para penjahat itu benar-benar kalah telak mereka terluka cukup serius karena terkena bogeman berkali-kali dari pria penyelamat itu sedangkan dia sama sekali tidak tergores sedikitpun.

Salah satu dari mereka melepaskan peluru berniat menembak si pria penyelamat akan tetapi pria itu dapat menghindarinya hingga peluru itu meleset dan mengenai pintu pesawat, semua orang berteriak karena mendengar suara tembakan.

Pria itu terus berduel dengan penjahat yang hampir menembakkannya dan lagi-lagi ia berhasil mengalahkannya. Dia berhasil Menumbangkan para penjahat itu dan sisanya berhasil di amankan oleh petugas keamanan.

"Ada bom!" Teriak salah satu penumpang, sontak membuat semua orang yang berada di pesawat semakin panik dan keadaan yang benar-benar kacau balau.

Pria itu pergi untuk mengecek nya, sementara Ashma beralih untuk menolong seorang penjaga keamanan yang terluka akibat diserang oleh salah satu dari mereka tadi.

"Tersisa waktu 30 detik lagi, apakah pria itu mampu menonaktifkan nya?" ucap salah seorang penumpang pesawat yang telah lanjut usia.

Para pramugari dan yang lainnya mencoba menenangkan seluruh penumpang yang panik. Sedangkan pria itu dengan serius berusaha menonaktifkan bom yang tersisa 15 detik lagi dan lagi-lagi sepertinya pria itu benar-benar ahli mengurusi hal berbahaya seperti ini, bom itu berhasil di nonaktifkan pada waktu 5 detik tersisa.

semua orang mengucapkan rasa syukur dan merasa lega karena mereka semua bisa selamat dari bahaya yang hampir merenggut seluruh orang yang ada di pesawat itu. Mereka juga berterimakasih kepada pria penyelamat itu hanya saja pria itu acuh dan tidak merespon rasa ucapan terimakasih mereka kepadanya karena telah menyelamatkan banyak nyawa.

Tiba-tiba atensi pria itu tertuju pada Ashma, dia seperti melihat seseorang dari masa lalunya.

Ashma yang sudah selesai membalut luka ringan petugas keamanan lantas berdiri dan mengucapkan terimakasih kepada pria penyelamat itu, dan sama seperti sebelumnya tidak ada respon baik yang diberikan pria itu, pria itu melewatinya dan kembali duduk seolah tidak terjadi apa-apa.

Ashma berpikir mungkin pria itu memang memiliki sifat dingin, atau mungkin dia sedang badmood perjalannya terhambat karena diganggu sekumpulan penjahat, ya mungkin benar begitu.

Misteri sekali, batin Ashma.

Pihak pesawat telah menghubungi bagian pusat dan melaporkan tentang kejadian yang terjadi di pesawat. Seluruh penjahat itu benar-benar diikat dan ditempatkan di ruangan yang terisolasi bahkan dijaga ketat oleh para penjaga keamanan pesawat.

Ternyata firasat buruknya sedari tadi sebelum menaiki pesawat adalah karena ini, Ashma bersyukur Allah selalu bersamanya dan melindunginya dari segala marabahaya dan telah mengirimkan pria penyelamat itu sebagai perantara.

...(Pria Penyelamat)...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!