Terpaksa Menikah

Terpaksa Menikah

Prolog

Wanita muda itu terus berlari. Dia tidak tahu entah sudah berapa jauh dan berapa lama dia berlari. Ini kesalahannya, terlalu percaya kepada teman yang memang tidak pernah ada untuknya. Tiba-tiba baik, ternyata ada maunya. Dia menangis, sesugukan, memegang erat tas sekolahnya yang sudah tidak kuat dia gendong. Dia lelah, belum makan. Waktu sudah pukul 20.00 malam. Dia tersesat, dia menyesal tapi untuk apa. Tidak ada yang peduli, dia yakin ayah ibunya takkan mau mencarinya. Dia bukan Vania, kakaknya yang selalu disayang dan dimanja. Dia hanya Asya tanpa embel-embel nama keluarganya. Dia hanya Queenasya, sering dipanggil Asya. Karena merasa nama depannya tidak begitu cocok dengan dirinya. Cuaca malam ini mending, dan angin mulai bertiup kencang. Asya tidak tahu dia di mana. Dia terus saja berlari dari tempat terkutuk itu tadi. Dia menyesal mengikuti teman seperti mereka yang ternyata ingin menjerumuskannya ke neraka. Tapi, Asya tidak tahu bahwa bahaya sebenarnya sudah menanti di depan mata.

"Mau kemana gadis kecil?" Seringaian itu sungguh menyeramkan hingga dia tidak bisa bergerak untuk waktu yang lama. Dia pingsan.

..

Ingatan itu kembali...

Di luar gerimis menjelma badai-badai raksasa yang lemah gemulai luruh membasuh jalanan, tetapi tidak lebih lebat dari gerimis di dalam tempurung kepala seorang gadis yang tengah meringkuk di atas kasur. Dia akhirnya mengerti perasaan seseorang yang membenci dirinya sendiri, seperti yang sering dia tonton dalam drama-drama Korea, sebab sekarang dia tengah merasakannya. Kadang kala, ketika saking tidak kuatnya, dia sampai mencoret-coret dinding kamar dengan sebilah pisau—yang terkadang pula sampai menggores pergelangan tangannya.

Dia tidak tahu sejak kapan mulai menggila seperti ini. Ah, mungkin sejak kejadian naas itu. Kejadian di mana tidak bisa dia cegah, sebab terjadi begitu cepatnya sampai-sampai hampir seluruh kesadarannya mulai menghilang. Dia membencinya. Sungguh membencinya. Laki-laki asing yang dengan berani sekali merenggut kesuciannya yang telah dia jaga. Dia tidak tahu dia siapa dan dari mana asalnya. Namun, dibanding membenci laki-laki itu, dia jauh lebih membenci temannya. Seseorang yang telah menjebaknya ke dalam jurang kegelapan.

Hari itu, hari di mana semuanya terjadi begitu cepat dan di bawah kesadarannya. Hari di mana dunia seolah mendadak gelap gulita. Dia mendapati dirinya sudah tidak berbusana di dalam sebuah ruangan yang remang-remang. Kepalanya agak sedikit pusing. Dia mulai mengingat-ingat apa yang sebelumnya terjadi. Ekor matanya menangkap bayangan tubuh seorang pria yang menghadap tembok hingga dia tidak bisa mengenali siapa gerangan yang ada di sana. Laki-laki itu, seingatnya tadi, tiba-tiba secara paksa mengajaknya memasuki ruangan ini saat kesadarannya tinggal separuh. Ya, laki-laki bajingan itu dengan berani menidurinya dan merenggut kesucian yang selama ini telah dia jaga.

************ serta hatinya terasa amat begitu perih. Dia berusaha beranjak dari ranjang dengan tertatih-tatih dan sesenggukan.

“Biadab kau!” hardiknya dalam hati pada laki-laki yang kini tengah mengenakan pakaiannya satu persatu dengan setengah mabuk. Tidak lama, laki-laki itu menatapnya dengan tatapan bingung, hampir seperti anak kucing kehilangan induknya.

Laki-laki itu bergumam beberapa kali pada dirinya sendiri. Entah apa yang dibicarakan. Mungkin menyesal karena telah melakukan aksi bejadnya atau kemungkinan-kemungkinan lain. Tidak lama dia pergi meninggalkan seorang gadis yang masih meringis kesakitan. Menyisakan kelengangan.

Jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari. Dia bingung harus bagaimana menjelaskan kepada mama dan papanya perihal keterlambatannya pulang. Ah, tetapi dia buru-buru mengusir pikirannya soal itu. Sebab dia tahu, kedua orang tuanya tidak mungkin mengkhawatirkan apalagi menanyai soal ini dan itu. Dia merasa dirinya menjadi orang asing di rumahnya sendiri. Padahal selama ini, dia sudah berusaha menjadi anak yang baik. Namun, sayang, kasih sayang mama dan papanya hanya untuk Vania seorang, kakak perempuannya.

Asya—begitulah orang-orang sekitar memanggilnya—pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia mengguyur tubuhnya mulai dari kepala, berharap dosa yang dia lakukan hari ini ikut luruh. Dia terisak cukup lama hingga rasa sakit di hati dan selangkangannya sedikit berkurang.

Selepas mandi, dia berkemas. Mengenakan kembali seragam putih abu-abu dan merapikan tas sekolahnya.

Asya sekarang ingat mengapa dia bisa berada di sini dan mengalami kemalangan seperti ini. Ini semua terjadi karena dia menuruti ajakan Lani untuk pergi ke tempat hiburan malam. Dia mengutuk teman satu-satunya itu.

“Jahat sekali kau, Lani,” katanya lirih, hampir tidak bisa di dengar.

Asya mulai melangkah ke luar meninggalkan tempat itu dengan badan gemetar. Takut-takut ada orang jahat lain yang akan menodainya lagi. Dia langkahkan kakinya dengan langkah-langkah panjang, setengah berlari. Tidak jauh dari sana, dia menemukan sebuah warung yang sepertinya sudah lama tidak terpakai. Tanpa pikir panjang dan karena tubuhnya juga sudah lelah, Asya memutuskan untuk tidur di situ.

...

Tadi siang, saat Asya sedang beristirahat di kantin, tiba-tiba seseorang datang menghampirinya bak malaikat tanpa sayap. Bertanya apa kabar dan bagaimana pelajaran berlangsung sebab mereka berdua berbeda kelas juga jurusan.

Lani, satu-satunya teman Asya di sekolah ini, duduk menjejerinya.

“Kok tumben ngalamun? Baksonya ngga dimakan lagi. Buat aku, ya!” pintanya bersemangat.

Asya yang terkenal pendiam pun hanya menanggapinya dengan gelengan kepala, yang sama tidak semangatnya.

“Ayolah, Sya, aku laper nih!”

“Jangan, Lan. Uangku hanya cukup untuk beli ini,” jawab Asya.

“Hem, ya udah. Kamu kenapa ngalamun? Mikirin soal rumah, ya?” tanya Lani lagi. Kali ini dia ikut memesan bakso dan juga segelas jus alpukat pada ibu kanti . Yang ditanya hanya mengangguk singkat.

“Eh, kenapa lagi? Pasti gara-gara Vania sok cantik itu!”

Asya tersenyum kecut. Batinnya masih bertanya-tanya mengapa kedua orang tuanya lebih menyayangi kakaknya dibanding dirinya.

“Ah, kalo begitu, ikut aku yuk! Kita seneng-seneng bareng.” Lani memberi usul.

“Ke mana?” tanya Asya polos. Dia memang kerap kali diajak mengunjungi tempat-tempat baru yang selama ini belom pernah dia kunjungi.

“Tetapi ini sedikit rahasia,” jawab Lani dengan nada lirih. Matanya mulai menatap genit lawan bicaranya.

Keduanya kini saling mendekatkan kepala masing-masing. Berharap orang lain di sekitar tidak bisa mendengar percakapan rahasia mereka.

“Ke diskotik!”

Jawaban Lani membuat Asya terlonjak kaget. Dia langsung menggeleng cepat-cepat.

“Aku ngga mau!” ujar Asya.

“Loh, kenapa? Itu tempat yang bisa bikin kamu ngga sedih lagi. Kamu ngga percaya sama aku?” Lani mulai mengeluarkan jurus bujukan mautnya.

“Bu-bukan gitu. Kamu tahu aku ngga punya temen selain kamu, ‘kan? Dan kamu juga tahu aku ngga nyaman ada di tempat-tempat ramai.”

Lani terdiam sejenak, berpikir. Kemudian dia berucap lagi, “Aku tahu itu. Tapi bukankah kamu ngga suka ada di rumah? Sekali-kali lah keluar cari hiburan. Aku yakin, jika si Vania yang ada di posisimu, dia akan melakukan hal yang sama. Dan mama dan papamu pasti ngga akan ngelarang dia.”

Asya mencoba mencerna kata-kata Lani. Iya, ada benarnya juga. Jika Vania yang melakukannya, pasti orang tuanya santai-santai saja. Apa salahnya dia mencoba hal-hal baru. Bukankah selama ini hidupnya hanya dikelilingi rasa sepi?

“Tapi aku tidak mau minum-minum.”

“ Iya, aku juga tidak ingin minum. Aku akan pesankan air mineral atau apa lah yang tidak ada bahan pemabuknya,” jawab Lani antusias.

”Aku janji, Sya, nanti jika ada yang macam-macam denganmu, aku langsung melaporkannya ke petugas keamanan. Kita ke sana hanya senang-senang saja, tidak lebih.”

Asya mengangguk, setuju atas ajakan Lani. Lani yang merasa umpannya berhasil dimakan sasaran pun tersenyum puas. Mereka berdua tertawa-tawa sambil menghabiskan mangkuk-mangkuk berisi bakso dan juga jus alpukat.

Tidak lama bel masuk berbunyi. Mereka akhirnya pergi menuju kelas masing-masing tanpa sadar sebetulnya Asya sedang diperdaya oleh orang yang dia anggap seseorang yang paling baik.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!