Chapter 4. Diusir

Asya yang tidak diperbolehkan melihat papanya pun diusir oleh Mela dan Vania. Sedangkan itu, Mandala mencoba menenangkan Vania yang masih histeris begitu papanya dibawa ke rumah sakit. Tidak banyak yang tahu bahwa Danu, diam-diam mengamati Mandala dan Vania. Dia tidak merasa aneh dengan Vania setelah mendengar pengakuan Budi dan Mela tentang Asya, tapi Mandala. Ada yang berbeda dengan temannya itu. Dia seolah tidak merasa bersalah, padahal dia sendiri tahu bahwa dia melakukan sesuatu pada Asya. Dia kembali pulang setelah membantu mengantarkan keluarga Vania dan berpamitan pada Mandala. Tapi sebelum itu, Danu sempat berucap pada Mandala.

"Loe yakin gak melakukan itu secara sadar?" Tanya Danu

"Kenapa loe gak percaya? Gue gak mungkin melakukan itu kalau bukan karena pengaruh alkohol atau perangsang" geram Mandala

"Loe secinta itu emang sama Vania?" Mandala tersentak mendapatkan pertanyaan dari temannya itu

"Kenapa loe tanya gitu?"

"Untuk mastiin aja. Kalau Asya hamil gimana?" Iya, kalau Asya hamil gimana, inilah yang belum dipirkan oleh Mandala sekarang.

"Hem, besok gue pikirin"

"Jangan melakukan hal yang buat loe nyesal nanti, gue cuma ingatin itu sebagai temen" jelas Danu dan menepuk pundak Mandala, berlalu dari sana.

Mandala sendiri menghela napasnya panjang, dia tidak tahu kenapa masalah ini menjadi rumit. Asya, dia harus menemukan wanita itu untuk membuat sebuah perjanjian. Bagaimana pun nanti, jika terjadi apa-apa kepada wanita itu pastilah Mandala dan keluarganya akan berdampak dari akibatnya. Dia kembali menghembuskan napasnya dan kembali ke tempat di mana Vania dan Mela berada.

"Ma, gimana ini? Papa gak kenapa-kenapa kan? Kalau sampai terjadi apa-apa, aku akan menuntut anak haram itu ma" ujar Vania dengan berangnya.

"Berdoa saja semoga tidak terjadi apa-apa. Asya sudwh kita usir, dan semuanya akan berakhir. Penderitaan mama selama ini, dan kamu sebagai kakak. Dia tidak pantas sebagai adik kamu" jelas Mela yang membuat Vania mengangguk.

Mandala mendengarkan itu dengan seksama, dia tidak pernah tahu bahwa selama ini Vania memiliki adik. Dia pikir, beberapa waktu lalu ketika berkunjung Asya adalah pembantu di rumah itu. Ternyata dia adik tiri Vania.

"Mandala?" Ujar Vania, membuat Mandala menoleh kepada wanita itu dan menghembuskan napasnya. Mencoba tersenyum, lalu memeluk Vania. Dia memang tidak bisa secinta itu dengan Vania. Tapi, dia benar-benar menyayangi wanita ini. Biasanya dia sangat ceria, supel dan energik. Melihatnya menangis dengan air mata mengalir tanpa henti, membuatnya menahan sesak di dada. Apalagi, orang yang membuat Vania bersedih adalah dia. Ya, dia adalah dalangnya kan? Lalu merambat kemana-mana.

"Semua akan baik-baik saja, percaya padaku" ujar Mandala menangkan Vania, wanita itu hanya mengangguk di dalam pelukan Mandala.

...

Sedangkan itu, Asya tidak tahu harus kemana dia pergi, mama dan kakaknya mengusirnya. Dia bahkan tidak tahu di mana papanya di rawat. Tapi, sekarang dia hanya ingin istirahat dan tidur. Dia merasa kotor, dan ingin mati saja. Karena, seberapa keras pun dia menangis tidak akan ada yang peduli. Seberapa kencang pun dia mencoba menolak dan membantah tetaplah dia yang salah. Semuanya sia-sia. Dia mengingat kembali, semua yang terjadi mulai kejadian setahun lalu. Di mana dia percaya pada Lani, sekarang dia juga megalaminya. Dia menerima kembali pelecehan itu. Dengan orang yang sama, yang juga pernah menolongnya dua tahun lalu. Orang yang diam-diam dia sukai tapi dia juga yang membuat Asya terjebak dengan semua kehidupan yang sangat menderita yang dijalani Asya.

Asya tidak sanggup lagi, dia berhent di sebuah bangunan toko yang sudah tutup. Dia menggosokkan kedua tangannya meniupkan rasa hangat dari mulutnya agar tidak kedinginan. Melihat dari pakaiannya saja, pakaian compang-camping dan berantakan. Terlihat sekali dia memang baru saja mengalami peristiwa besar.

Sebuah mobil berhenti tepat di depan Asya, tapi dia tidak peduli. Dia bahkan tidak perlu repot-repot untuk melihat siapa yang datang ke toko yang ditutup ini.

"Hai, kau sedang apa di sini?" Sapa seseorang, membuat Asya mendongak. Meyakinkan dirinya bahwa yang diajak pria itu untuk berbicara adalah dirinya.

"Mau ikut denganku?" Tanya pria itu, yang membuat Asya menolak dan menggeleng keras.

"Hei, jangan takut aku bukan pencuri" jelasnya mendapati Asya tak bergeming.

Asya menolak, dia menggeleng kemudian dia beranjak. Tapi karena tubuhnya lemah, dia terseok-seok, dia bahkan hampir saja terjatuh kalau saja pria itu tidak membantunya menahan tubuh Asya.

"Sudah kubilang, ikut saja denganku. Kau terluka, lihat kau berantakan sekali" ujarnya meneliti Asya.

"J-angan, ja-ngan sen-tuh a-aku" Asya menepis tangan itu, berusaha melepaskan diri. Tapi, karena dia lemah dan tenaganya sudah habis akhirnya dia pingsan dalam dekapan pria asing itu.

"Ahhh, dia malah tidur? Eh, pingsan. Ckckck" ujar pria itu. Dia pun menggendong Asya ke mobilnya.

"Apa yang membuat seorang wanita malam-malam berkeliaran di sini?" Tanya pria itu, menatap Asya yang pingsan di kursi belakang. Dia menghembuskan napasnya dan melajukan mobilnya.

Tidak berapa lama, mobil itu berhenti di sebuah rumah mewah. Dia menggendonh Asya, membawa Asya ke rumahnya. Asisten rumah tangganya yang kebetulan melihat itu pun terkejut.

"Den Radit?" Tanya Mbak Minah yang terkejut melihat tuan mudanya membawa seorang wanita. Dan, terluka pula. Dia sudah berprasangka buruk dan menatap tuan mudanya itu.

"Bik, siapkan kamar tamu. Dia terluka" ujar Radit.

"Den, ketemu di mana wanita ini?" Tanya Mbak Minah. Sebabnya, tidak pernah sekalipun tuannya ini membawa wanita, untuk diperkenalkan kepada keluarganya pun tidak apalagi, ini di bawa dalam keadaan tak sadar. Baru kali ini.

"Buang semua prasangka di dalam kepala bibik, aku bukan orang seperti itu. Dia lemah, dan tidak berdaya di jalanan. Aku menemukannya sudah begini di sebuah emperan toko dan saat itu sangat sepi." Kata Radit, "bik, hubungi dokter Juan" katanya memberi tahu.

"Ah, iya den." Ujar Mbak Minah. Padahal, Radit sendiri seorang dokter. Kenapa bukan dia sendiri yang menanganinya, pikir Mbak Minah. Namun, itu tidak berani disuarakannya karena cukup melihat wanita itu tak berdaya saja Mbak Minah sudah memiliki banyak pikiran buruk tadi.

Setelah kamar yang disiapkan Mbak Minah siap, dia pun menghubungi dokter Juan. Juan adalah dokter pribadi keluarga mereka, setelah ayahnya Johny, pensiun. Dia cukup terpercaya oleh keluarga Radit Adyatma.

"Apa yang membuatmu menelpon ku ketika hampir jam dua belas malam Radit?" Tanya Juan, ketika tiba di kediaman Radit. Radit dan Juan, adalah teman. Mereka sudah berteman sejak kedua orang tua mereka bersahabat dan menjalin bisnis. Keluarga Radit, pemilik rumah sakit di mana Juan dan keluarganya bekerja. Radit juga seorang dokter, hanya saja dia dokter umum. Berbeda dengan Juan yang dokter bedah bagian dalam. Melihat keadaan wanita itu, pasti ada sesuatu itu kenapa Radit memangil Juan. Siapa tahu, pria ini tahu batinnya.

"Ada seseorang yang terluka parah. Aku meminta bantuanmu untuk memeriksanya. Aku ingin tahu, apakah ada kekerasan lain yang dilakukan seseorang kepadanya" jelas Radit cuek.

"Apa pedulimu? Dan, apa peduliku kalau di kenapa-kenapa? Sangat penting dan berharga kah wanita itu? Kenapa kau menganggu ku malam-malam?" Dengkus Juan. Juan memang cuek dan dingin tapi dia tidak akan pernah mengabaikan permintaan Radit.

"Arhhh, ajaib baru sekali ini seorang Radit menghubungiku karena seorang wanita" sinis Juan dan berlalu ke kamar Asya yang dipinjamkan Radit padanya.

Radit, dia tidak peduli diumpat oleh temanya Juan. Dia hanya ingin tahu kenapa wanita itu bisa sangat putus asa dan merawatnya agar bisa pulih. Radit dan Juan memang tidak pernah peduli apapun. Tapi, jika itu di depan mata mereka sendiri. Mereka juga tidak akan bisa mengabaikannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!