Chapter 2. Ingatan Masa Lalu Asya

“Bagaimana keadaanmu? Sudah merasa lebih baikan?” Mama yang berada di sebelah ranjang bertanya dengan nada yang, yah, mungkin agak terpaksa.

“Heum, iya, sudah lebih baik dibanding kemarin,” jawab Asya dengan nada lirih.

Asya sudah berada di sini hampir tiga bulan lamanya. Iya, sejak kejadian itu, kejadian di mana Asya sama sekali tidak ingin mengingatnya, membuatnya mendekam di dalam rumah sakit jiwa.

Kata Mama yang saat itu ada di rumah, Asya hampir mati bunuh diri. Pergelangan tangannya penuh dengan genangan darah. Di lantai juga terdapat banyak rontokan rambut yang dia gunting-gunting sendiri seperti orang gila. Kamarnya sudah seperti kapal pecah dan banyak barang yang rusak akibat dibanting olehnya.

Mama dan Papanya, juga Vania, sebetulnya bingung dengan apa yang membuat Asya hingga sampai seperti ini. Tetapi jika ditanya, Asya selalu bungkam. Bilang dia juga tidak tahu mengapa keadaannya bisa sampai separah ini.

“Besok Sya udah boleh pulang, kan, Ma?” tanya Asya masih dengan nada yang lirih saking belum pulih.

“Mama nggak tahu. Coba nanti Mama tanya dokter,” jawab mamanya datar.

“Tapi, Ma, beneran, Asya udah baikan kok. Pasti bakal dibolehin pulang.”

“Yakin udah bisa pulang?” tanya mamanya dengan nada seperti orang menyindir. “Nanti kumat lagi loh, bikin orang rumah jadi repot,” lanjut mamanya.

“Beneran, Ma. Asya udah baik-baik aja,” jawabnya sekali lagi.

Mamanya yang tadi sedang mengupaskan kulit jeruk, tiba-tiba langsung keluar kamar. Entah ke mana. Mungkin menuju ruangan dokter atau menyelesaikan administrasi.

Asya diam-diam menitikkan air mata. Dia tahu bahwa mamanya hanya terpaksa berada di sini. Dari dulu dia sudah terbiasa diacuhkan bahkan oleh keluarganya sendiri. Membuat dirinya kurang pergaulan dan takut mengenal orang baru. Apalagi setelah dirinya dikhianati oleh Lani, teman satu-satu miliknya.

Sejak Lani menjebaknya, Asya tidak tahu lagi keberadaannya. Seolah hilang ditelan bumi. Kata gosip yang beredar, Lani pindah sekolah karena kedua orang tuanya juga dipindah tugaskan ke kota lain.

Asya memandangi langit-langit kamar rumah sakit jiwa. Melamunkan nasibnya yang terlalu menyedihkan. Kepalanya lama-lama terasa pusing dan perutnya mual bukan main.

“Hoekkk.”

Asya muntah di atas tempat tidur. Dia tidak sempat berlari ke kamar mandi karena tubuhnya masih sangat lemas. Tiba-tiba ada ketakutan yang besar menusuk dadanya. Dia memegangi perutnya yang datar itu. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.

“Apa aku hamil?” tanyanya pada dirinya sendiri.

“Ah, tidak, tidak.” Dia buru-buru menghilangkan pikiran itu.

Tetapi bagaimana jika dia benar-benar hamil? Nanti apa yang akan dia sampaikan pada Papa dan Mamanya perihal ini? Sungguh dunia terasa begitu kejam padanya jika itu sampai benar-benar terjadi.

...

Sedangkan itu, Mandala yang mengingat kejadian itu cukup terkejut bahwa dia meniduri wanita yang sempat membuatnya tertarik tapi bagaimana bisa? Karena wanita itu sudah dia perawani. Astaga, bagaimana bisa Mandala menyukai anak kecil itu. Dia bahkan belum pernah menyentuh Vania. Jujur, Mandala bukanlah pria suci. Tapi, gadis itu masih anak SMA. Yang benar saja, batinnya. Anehnya, tubuhnya bereaksi dengan gadis itu ah, wanita. Dia sudah menjadi wanita sekarang. Tapi, ada hal dan rahasia besar yang tidak diketahui oleh Mandala tentang Asya, semua penderitaan dan trauma gadis itu.

.

.

Mandala tahu, bahwa gadis itu hidup sendiri. Dia mendapatkan informasi dari anak buahnya. Tapi, dia tidak menyangka akan bertemu gadis itu hari ini, dan memang dia pernah ke rumah Vania. Waktu itu dia memandang dari jauh karena takut ketahuan Vania dan kedua orang tuanya. Tapi, ada hal yang tidak ingin ditanyakan Mandala. Hingga pada akhirnya, dia terkejut bahwa gadis itu, Asya adalah adik dari Vania. Adik tunanganya. Bagaimana bisa? Setahun dia tidak bertemu, kecuali hari itu hari di mana Vania berulang tahun. Tapi, memang tidak ada Asya di sana. Makanya, Mandala berpikir bahwa Asya adalah pembantu di sana. Tapi, kenyataannya tidak.

"Tono,"

"Ya bos," suara Tono, asistennya di seberang sana menjawab panggilan Mandala.

"Kamu selidiki keluarga Vania!!" ujarnya memerintah.

"Baik bos, ada lagi?" Tanya Tono.

"Tidak," jawab Mandala.

Percakapan dengan Vania tadi masih terngiang di kepalanya.

"Dia adik kamu?" Tanya Mandala.

"Iya, kenapa sih yang nanya dia mulu?" Jawab Vania kesal.

"Oh, eh-hem. Bukan. Cuma nanya aja. Kok, dia gak pernah kelihatan di rumah kamu?" Tanya Mandala penasaran.

"Iya, anaknya pendiam banget. Tapi, jangan ketipu dia suka bikin ulah. Dia itu udah gak perawan. Hampir gila, dan banyak hal lain yang buat mama sama papa gak suka sama dia." Ujar Vania. Mengingat Asya membuat darahnya mendidih. Dan dia seakan marah, selalu marah karena perlakuan Asya yang tidak baik kepada orang tuanya.

"Kamu gak dekat ya sama dia?" Tanya Mandala,

"Gak, aku gak pernah dekat sama dia. Dia itu, anak yang dibawa papa dari tempat kerjanya. Saat, itu mama sedang mengandung adik aku. Adik kandung aku. Aku gak tau, kalau ternyata papa bawa anak. Awalnya mama pikir, itu adik aku yang sudah meninggal. Karena kamu semua gak tahu kalau adik aku udah meninggal. Gak taunya anak papa, awalnya mama terima. Sampai mama tahu kalau ternyata dia anak selingkuhannya papa. Papa pernah selingkuh, saat bekerja lama di luar kota. Tanpa ikatan. Makanya aku dan mama benci banget sama dia. Sampai akhirnya mama selalu gak kuat menatap wajahnya. Karena teringat penghianatan papa" ujar Vania.

"Oh, gitu ya?" Seolah Mandala mendengarkan padahal dia hanya tanya kenapa mereka gak dekat.

"Hem, iya udah lah sayang. Ngapain mikirin dia. Dia sama aja kaya mamanya. Dia itu pelakor. Bahkan, dia itu gak pantes banget ada di keluarga kami. Dia hanya membuat mama menjad sedih. Anak pembawa sial" ketus Vania. Dia sangat berapi-api, dan itu kelihatan dari kilat matanya dan dia sangat tidak menyukai Asya.

...

Mandala, sudah mengantar Vania ke rumah. Dia tidak menjelaskan apa-apa selain mengatakan kepada Vania bahwa dia--mereka tidak bisa makan malam bersama malam ini. Vania menerima walau dia ngambek. Memang, Selly adiknya dan mamanya Mandala, bisa menerima Vania. Karena, Vania anak yang cantik, baik dan supel. Itulah penilaian keluarganya terhadap Vania. Hanya papanya yang masih biasa saja. Tapi, pertunangan mereka pun memang sudah terlaksana bukan, dia hanya akan mengumumkan pernikahan karena berhubungan spesial dengan Vania selama tiga tahun ini, sudah membuat Mandala banyak mengenal sifat wanita itu. Setelah ditinggalkan dengan kekasihnya dulu, Mandala tidak berhubungan sampai tiga tahun lalu. Vania datang dan menawarkan pertemanan hingga hubungan. Dia tergoda, tentu saja. Tapi belum sampai ke tahap serius atau melakukan hal yang dilanggar seperti dulu dia bersama dengan Anggia. Karena rasanya dia tidak memiliki nafsu. Itu sebelum akhirnya dia bertemu dan melakukan hal tidak senonoh kepada Asya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!