David & Soleha (Ketua Geng Motor Itu Suami Ku)
Kawasan balapan liar,
Segerombolan pemotor sudah bersiap untuk melakukan balapan liar. Dengan memperebutkan hadiah yang tidak tanggung-tanggung yakni atas kepemilikan saham lima persen dari mereka pemilik perusahaan.
Suara berisik dari knalpot yang sudah dimodifikasi sangat menggema di tempat itu, dibarengi gemerlap lampu dari cahaya lampu motor itu sendiri.
"David..."
"David..."
"David..."
Teriak semua wanita begitu histeris, saat David sudah menunggangi kuda besi miliknya.
Decak kagum tidak hentinya keluar dari mereka, yang memiliki bibir bergincu merah menyala, seperti habis menghisap darah.
Karana nama David sendiri merupakan nama yang paling memiliki pengaruh dan daya tarik tersendiri. Karena wajah tampan blasteran Spanyol dan Indonesia. Yang menjadikan dia di elu-elu kan oleh kaum wanita.
Tapi sangat disayangkan ketika balapan harus terhenti di saat dering ponsel yang ditunjukan oleh asistennya. Dimana pada layar ponsel itu tertera nama Grand Mother.
Perumahan Elit, Jakarta.
Selepas pulang dari area balapan, David segera pulang menuju rumah karena sang Nenek memintanya demikian.
Padahal dia sudah bersiap untuk membawa lari kuda besinya sekencang mungkin. Untuk semakin memuncak kan nama Davidson Club pada pundak kejayaannya.
David segera melepas atribut balapan dan diserahkan pada asistennya. Kemudian dia pulang dengan mengendarai mobil.
Sesampainya di rumah, David di sambut oleh isak tangis sang Nenek.
Pertanyaan yang memang tidak memerlukan jawaban pun keluar dari mulut David. Sebab dia tidak menemukan lagi kalimat tanya yang bisa menenangkan sang Nenek. Karena bisa David pastikan jika itu karena ulah kedua orang tuanya.
"Ada apa, Nek?. Kenapa Nenek menangis?."
"Nenek mau pergi saja dari rumah ini!." Nenek mengelap air matanya sambil memegangi ujung tasnya.
David hanya mampu menghela nafas sambil menatap dua daun pintu, dimana Mommy nya pasti berada di kamar, dan Daddy nya pasti berada di ruang kerja.
"Mereka sudah tidak menghormati dan menganggap Nenek lagi!." Sambung sang Nenek masih dengan isak tangisnya.
"Nenek mau aku antar kemana?. Mau ke rumah Tante Santi dan Om Heru?, atau mau ke rumah Om Wisnu dan Tante Olive?, atau mau ke rumah Om Putra dan Tante Tamara?." Tanya David memberikan beberapa pilihan. Yang menurutnya rumah mereka yang disebutkan namanya itu merupakan rumah ternyaman sepanjang penglihatannya.
Akan tetapi sang Nenek menggeleng sebagai bentuk penolakannya. Karena baginya semuanya tetap sama, tidak ada bedanya dengan Fahmi dan Bella, kedua orang tua Willi Davidson.
"Lalu Nenek mau pergi kemana kalau bukan ke rumah mereka?." David dengan sabar mencoba mengikuti apa yang diinginkan Neneknya. Sebab sang Nenek merupakan wasiat dari mendiang sang Kakek, yang sudah berpulang enam tahun silam.
"Nenek mau ke rumah Bibi Elis dan Mang Maman saja. Biar hidup Nenek sedikit tenang, jauh dari sini." Jawab sang Nenek.
"Nenek sudah yakin mau tinggal di rumah mereka?,kan Nenek tahu sendiri mereka tinggal dimana?." Tanya David meyakinkan lagi sang Nenek. Karena yang dia tahu, pembantu di rumahnya yang bernama Bibi Elis dan Mang Maman tinggal di desa, yang jauh kemana-mana.
"Iya Nenek sangat yakin!." Jawabnya mantap.
David segera memanggil Bibi Elis dan Mang Maman, guna menyampaikan niat sang Nenek untuk sementara waktu akan tinggal di sana. Sampai Neneknya merasa tenang.
"Tapi rumah kami sangat jelek, tidak ada apa-apanya..."
"Mang Maman dan Bibi Elis tenang saja, mungkin Nenek tinggal di sana tidak akan lama. Bisa satu Minggu atau bisa kurang, karena saya yakin Nenek tidak akan betah tinggal di sana."
Bibi Elis dan Mang Maman saling pandang, rasanya ingin menolak pun sudah tidak bisa karena keinginan Nenek Widya seperti sebuah perintah yang harus segera dilaksanakan oleh mereka.
Akhirnya mereka pun menyetujuinya.
Desa Bojong Rawa.
Gadis berparas cantik, mengenakan hijab segi empat berwarna hitam senada dengan warna gamisnya. Dia adalah Soleha Fatimah. Anak kedua dari dua bersaudara.
Sedang mengajari beberapa anak-anak kecil sekitar usia 4 sampai 7 tahun membaca IQRA. Dimana mereka semua mengaji mendatangi rumah sederhana milik kedua orang tuanya, yang memiliki teras dan halaman cukup luas.
"Shadaqallahul-'adzim'...."
Semua anak-anak mengucapkan kalimat tersebut sambil menutup IQRA masing-masing.
Kemudian sebelum pulang mereka melanjutkan membaca surat-surat pendek seperti An-Nas, Al-Falaq dan Al-ikhlas. Yang diakhiri dengan membaca surat Al-Ashr.
"Assalamu'alaikum Kak Soleha...." Pamit semua anak-anak pada Soleha sambil menyalami tangannya sebagai bentuk penghormatan karena sudah mengajari mereka.
"Wa'alaikumsalam...." Soleha menjawab salam dari mereka sambil tersenyum kearah mereka.
"Kalian hati-hati di jalan."
"Iya Kak Soleha."
Dengan serempak mereka menjawab Soleha sambil berlarian meninggalkan halaman rumah.
Soleha mengganti pencahayaan yang sangat terang dengan yang cukup redup untuk menerangi teras rumahnya.
"Kamu mau makan atau langsung tidur?." Tanya Umi Uswatun dari arah ruang makan.
"Tidur saja, Um. Aku besok ada kuliah pagi." Soleha langsung masuk ke dalam kamar dan segera mengganti pakaian.
Umi Uswatun dan Abi Firdaus melanjutkan lagi obrolan mereka, terkait Mang Maman yang akan membawa salah satu majikannya untuk tinggal di rumah mereka.
"Bagaimana menurut Abi?."
Karena Umi tahu, rumah Mang Maman yang merupakan adik dari Abi Firdaus sangat sudah tidak layak untuk ditempati. Bahkan sudah hampir roboh. Makanya sudah lama rumah itu dikosongkan.
Jadi harapan Mang Maman ya hanya di rumah ini nantinya Nenek Widya akan menenangkan pikirannya. Tapi tentunya harus mendapatkan izin dari tuan rumah.
"Kalau memang tidak lama tinggal di sini, ya silakan saja. Takutnya kan beliau tidak nyaman juga dengan keadaan rumah kita. Apalagi sudah sepuh, dari dini juga kan rumah sakit jauh, jadi Abi hanya takut saja kalau ada apa-apa kita akan kesulitan untuk memberikan pertolongan."
Banyak hal yang Abi pertimbangkan sebelum memberikan izin. Tidak lama kemudian, Abi menerima telepon dari Mang Maman untuk semua kesiapan mereka untuk melakukan perjalanan malam ini juga.
Dan pada akhirnya, Abi Firdaus mengiyakan apa yang diminta oleh Mang Maman.
Umi Uswatun menyiapkan satu kamar yang tersedia di rumah itu untuk di tempati sementara oleh
Sekitar pukul satu dini hari, ada dua mobil mewah yang sudah terparkir di halaman rumah Abi Firdaus dan Umi Uswatun.
Bibi Elis dan Mang Maman yang sudah turun terlebih dahulu, untuk membangunkan pemilik rumah yang sedari tadi ditelepon tapi tidak dijawabnya.
Sudah hampir sepuluh menit Mang Maman dan Bibi Esti berdiri depan pintu, berulang kali mengetuk pintu dan memanggil pemilik rumah. Dengan ponsel yang terus berdering memangil nomer Abi Firdaus.
Karena Mang Maman tidak kunjung kembali ke mobil dan mereka malah lama di depan pintu. Akhirnya David turun untuk melihat situasi di sana.
"Ada apa Mang?." David berjalan mendekati mereka.
"Maaf Tuan David, Kakak saya belum bangun." Jawabnya tidak enak hati karena sudah membuat majikannya menunggu lama.
Tanpa permisi atau izin pada Mang Maman dan Bibi Elis, David menggedor kencang daun pintu itu berulang kali.
Sehingga tidak membutuhkan waktu lama, pintu pun terbuka cukup lebar, dengan kepalan tangan David yang menggantung di udara hampir mengenai jidat Soleha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments