Malam pun tiba, dimana David bersama-sama Geng Motor yang notabenenya adalah berasal dari kalangan kaum Borjuis sudah mengambil ancang-ancang untuk memulai balapan. Setelah tadi diberi arahan rute mana saja yang harus mereka lalui.
Seperti biasa, Willi Davidson yang lebih akrab dengan panggilan David. Tetap menjadi bintang malam ini.
Penampilan urakan dengan ciri khas gayanya David, memiliki kharisma tersendiri di mata kaum hawa yang memandangnya.
"David...David..." Teriakan histeris para wanita yang berjajar di sebelah kanan kiri David, dengan pakaian yang serba mini yang tidak mampu menutupi tubuh indah mereka.
Suara bising yang berasal dari knalpot semua anggota geng motor milik David, yang terus saja menggeber knalpot pun memenuhi jalanan, dengan kepulan asap yang menambah kesan macho pada mereka yang mengikuti balapan.
Pemandu balapan sudah mengibarkan bendera sebagai tanda balapan akan di mulai dalam hitungan ketiga.
"Satu... dua... tiga...Go!."
Semua motor besar itu sudah melaju dengan kecepatan sangat tinggi, supaya bisa memenangkan kepemilikan saham 5% dari perusahaan anggota balapan yang lain.
Hingga pada putaran terakhir, motor David yang berada paling depan, jauh meninggalkan pembalap yang lain.
Dan bisa dipastikan jika David lah yang keluar sebagai pemenangnya lagi.
Usai balapan, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka, meninggalkan kota untuk menyusuri jalan yang akan mereka lalui saja sampai mereka menemukan tempat tujuan mereka malam ini.
Sedangkan di tempat lain, tepatnya di rumah Abi Firdaus dan Umi Uswatun. Mereka sedang menikmati waktu dengan berbincang santai, setelah makan malam yang sudah dimasak oleh Bibi Elis dan Umi.
Bahkan secara tidak langsung Nenek Widya sudah mengantongi semua informasi mengenai Soleha dari Bibi Elis dan Mang Maman. Tentunya tanpa ada yang menyadarinya.
Seperti malam ini, selepas anak-anak pulang mengaji dari rumah Abi dan Umi. Soleha merapikan beberapa buku IQRA yang diletakkan bukan pada tempatnya.
Ada sepasang mata tua namun masih begitu jeli melihat kecantikan dan kebaikan yang dimiliki Soleha.
Dengan wajah yang selalu berseri, Nenek Widya selalu memperhatikan hal detail yang dilakukan gadis berhijab itu.
"Kenapa Nek?, ada yang Nenek perlukan?."
Untuk pertama kalinya Soleha menyapa Nenek Widya karena kesibukannya sebagai mahasiswi yang membantu juga mengajar ngaji semua anak para tetangga.
Nenek Widya menghampiri Soleha yang masih di teras rumah.
"Apa boleh Nenek menanyakan hal yang sifatnya pribadi pada mu?." Nenek mendudukkan dirinya di sebelah Soleha.
"Boleh Nek, tanyakan saja. Memang hal pribadi apa yang ingin Nenek ketahui tentang aku?." Soleha menghentikan aktivitasnya lalu menatap intens wajah Nenek Widya.
"Bagaimana kalau sekarang, ada seorang pria yang melamar mu?." Tanya Nenek Widya hati-hati.
Soleha tersenyum tipis namun malah semakin mempercantik wajahnya.
"Kalau itu aku terserah pada Umi dan Abi. Tapi biasanya Umi dan Abi pasti akan membicarakan dulu pada ku." Jawab Soleha.
"Apa kamu akan langsung menerimanya?." Tanya Nenek Widya lagi.
"Apa tidak bisa kami saling mengenal dulu?." Tanya balik Soleha.
"Tentu kalian bisa saling mengenal, tapi nanti setelah menikah?. Bagaimana jika seperti itu menurut mu?." Nenek Widya meminta pendapat pada Soleha. Jika Soleha sudah memberikan jawaban yang menurutnya itu yang dikehendakinya. Maka malam ini juga Nenek Widya akan melamar Soleha untuk cucunya.
Penuh dengan kemantapan dan keyakinan hati tentunya dengan mengucap basmalah, Soleha menjawab pertanyaan Nenek Widya.
"Insya Allah tidak ada masalah bagi ku, Nek." Karena Soleha tidak menganut sistem pacaran jadi hal seperti ini menurutnya sangat lumrah terjadi.
"Alhamdulilah" Ucap Nenek sambil mengusap wajah dengan kedua tangan.
Kemudian Nenek Widya pun berpamitan pada Soleha untuk menemui Mang Maman dan Bibi Elis.
Setelah rapi, Soleha masuk ke dalam kamar sebelum berkumpul di meja makan.
Soleha mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai yang bisa memberinya keleluasaan dalam bergerak dan melakukan pekerjaan yang membutuhkan tenaganya.
Semua mata tertuju padanya yang baru ikut bergabung bersama mereka di meja makan.
"Kenapa menatap Leha sepeti itu?. Ada yang salah dengan pakaian Leha?." Tanyanya pada mereka tapi lebih ditujuan pada keluarganya, seperti Abi, Umi, Mang Maman dan Bibi Elis.
Lalu Soleha duduk di sebelah Uminya.
"Ada apa sih?." Soleha merasa ada yang aneh dengan keempat orang tersebut. Sehingga Abi yang menengahi.
"Satu tahun lagi kan ya Leha selesai kuliah?."
"Enggak sampai Abi, paling yang efektifnya hanya enam sampai delapan bulan." Jawab Soleha sambil meneguk air minum yang ada didepannya.
"Bagus kalau begitu, tidak akan ada masalah." Ucap Abi Firdaus yang sontak saja membuat Soleha penasaran.
"Ada apa Abi?, kenapa Abi bilang seperti itu?. Itu pasti ditujukan pada Leha kan?." Tanya Soleha mengajukan beberapa pertanyaan sekaligus pada Abi nya.
"Iya setelah ini, kita akan bicara." Ucap Abi tambah membuat Soleha penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Abi nya.
Soleha baru keluar dari kamar Umi dan Abi sekitar pukul 12 malam lewat. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya.
Apa yang mereka bertiga bicarakan sedikit banyaknya sangat mempengaruhi keadaanya sekarang. Ada perasaan takut, was-was, ragu dan tidak ingin berada dalam posisi saat ini.
Antara percaya atau tidak, jika dirinya sekarang sudah menjadi calon istri dari seseorang yang belum dikenalnya sama sekali.
"Aku tidak percaya jika hari itu akan datang juga pada ku?." Ucap Soleha berbicara pada dirinya sendiri sambil menatap foto sang kakak yang lebih dulu dengan cara ini melakukan pernikahan.
"Tapi tidak ada yang salah, kakak ku juga bisa bahagia dalam rumah tangganya." Ucap Soleha lagi kali ini menatap dirinya yang ada di dalam cermin.
"Apa dulu kakak merasakan apa yang aku rasakan sekarang?." Tanyanya pada cermin dengan tangan yang memegang benda dengan sembarangan, sehingga tanpa di sadari nya jika hari tengahnya tertusuk jarum pentul yang sedang dipegangnya.
"Aw...Astagfirullah." Ucap Soleha sambil menatap darah yang keluar dari kulit jari tengahnya.
Brak......Gubrak...
Sementara itu, ada beberapa fasilitas warga seperti pos siskamling, mushola dan posyandu yang rusak parah, karena tertabrak oleh segerombolan pemotor besar yang melintas di kampung itu.
Dan yang lebih parahnya lagi, tidak ada satupun dari mereka yang berniat baik untuk sekedar berhenti dan melihat keadaan bangunan tersebut. Mereka semua tanpa cap begitu saja, tanpa itikad yang baik.
Karena pencahayaan yang begitu minim, sehingga ada beberapa orang yang sedang melakukan ronda keliling pun, tidak bisa melihat jelas plat nomor motor mereka, atau apa pun selain bentuk dari motor mereka yang besar-besar semua.
"Mang Asep, kayanya baru sekarang kita melihat motor-motor besar begitu ya?." Ucap teman ronda mang Asep.
"Iya Mang Dadang, tapi sayang mereka malah merusak di kampung kita." Jawab Mang Asep.
Keduanya mengecek kondisi ketiga bangunan yang rusak tersebut dan besok pagi mereka akan mengadukannya pada Pak RT dan Pak RW.
Keesokan paginya....
Semua warga desa sudah berkumpul di tempat kejadian, menyaksikan fasilitas umum mereka rusak sangat parah. Karena semua bahan ketiga bangunan tersebut terbuat dari bambu dan itu pun sudah lapuk.
"Ini ada apa?." Tanya Soleha yang ikut mendengar ada kerusakan di kampungnya.
"Itu Kak Soleha, anak-anak motor yang sudah merusak semua bangunan ini." Jawab salah satu anak yang diajarinya mengaji.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments