Sudah tiga kali dari semenjak kejadian hari itu, dimana geng motor mulai masuk dan mengusik ketenangan warga desa.
Seperti menggeber knalpot dengan begitu kencang di tengah malah, sehingga banyak warga yang mengeluhkannya. Atau membunyikan klakson secara maraton dalam waktu yang cukup lama di keheningan malam saat warga desa terlelap.
Sampai-sampai Pak RT, Pak RW dan warga desa bekerja sama untuk menambahkan orang untuk menjaga keamanan kampung, namun hingga saat ini geng motor itu ada lewat atau membuat keonaran.
Beberapa hari sudah berlalu, Nenek Widya semakin betah tinggal di rumah Umi dan Abi Soleha. Karena ada misi khusus yang sedang dijalankannya.
Semakin Nenek Widya mengenal kepribadian Soleha, semakin Nenek Widya yakin jika Soleha adalah wanita yang cocok untuk cucunya.
Seperti pagi ini, saat Soleha tidak pergi ke kampus, sebab hari ini hari Minggu. Soleha menggantikan Umi dan Bibi Elis untuk memasak dan menyiapkan sarapan untuk mereka semua.
Dengan begitu cekatannya Soleha sudah berhasil menyajikan beberapa makanan di atas meja makan. Soleha begitu melayani mereka semua.
Semenjak tahu, dirinya sudah ada meminta pada Abi. Soleha belajar untuk memanaskan diri dari segi apa pun. Karena dia tidak ingin mengecewakan orang yang akan menjadi suaminya kelak. Terlebih dia tidak ingin membuat Abi dan Umi malu karenaya.
"Ayo kita sarapan!." Serunya pada semua anggota keluarga.
Perut mereka yang merasa terpanggil pun segera mengisi kursi kosong yang mengitari meja makan.
Mereka mulai mengisi piring dengan mengambil makanan yang di masak oleh Soleha.
Di sela-sela acara sarapan mereka. Mang Maman membicarakan tentang geng motor yang tidak diketahui asal usulnya.
Bukan warga kampung di sana atau pun kampung lainnya anggota geng motor tersebut. karena jika mendengar dari mereka yang melihat langsung jenis motornya seperti anak-anak kota dan orang-orang kaya.
Tapi kenapa mereka menyasar ke kampung-kampung yang semua warganya tidak memiliki apa pun?. Sebab biasanya geng motor akan mengambil barang berharga milik warga atau melakukan pencurian yang lainnya. Tapi ini tidak.
"Iya siapa pun mereka, semoga saja cepat tertangkap dan bisa dimintai pertanggungjawabannya." Ucap Abi setelah menghabiskan sarapannya dengan mengucapkan hamdalah.
"Iya Abi, Umi juga cukup heran. Masa ada geng motor ke kampung kita." Sahut Umi.
"Nyasar kali, Um." Sambar Soleha sambil cekikikan karena merasa geli.
Usai sarapan, Soleha mengerjakan cucian piring dan baju. Setelahnya baru menjemur.
"Soleha..." Panggil Nenek Widya sambil berjalan menghampiri Soleha.
"Iya Nek, ada apa?." Soleha tetap menjemur pakaian yang hanya tinggal beberapa potong saja.
"Katanya kamu sudah ada yang meminta ya?." Tanya Nenek Widya.
Soleha diam lalu menaruh ember di dekat kamar mandi.
"Kata Abi dan Umi begitu." Jawab Soleha.
"Kamu tahu dia siapa?." Soleha mengajak Nenek Widya untuk duduk di atas batang pohon jambu merah yang memang untuk tempat duduk.
"Enggak Nek.." Soleha tampan berpikir. Karena sebenarnya Abi sudah memberikan gambaran walau pun hanya sedikit.
"Eh bukan enggak Nek, tapi belum. Katanya insya Allah bulan depan." Soleha melarat ucapannya di saat keduanya sudah duduk bersebelahan.
"Kenapa tidak tanya Umi dan Abi dari mana asal pinangan tersebut?."
Soleha menggeleng sambil menatap wajah Nenek Widya lalu tidak lupa Soleha memperlihatkan senyumnya yang teramat manis.
"Tahu sekarang atau pun nanti sama saja Nenek. Jadi biarlah aku serahkan saja semuanya pada Umi dan Abi. Insya Allah apa yang Umi, Abi lihat dan pilihkan untuk ku itu yang terbaik." Soleha selalu yakin apa yang keduanya orang tuanya pilihkan untuknya, itu lah yang terbaik.
"Begitu ya menurut mu?."
"Iya Nenek."
"Oh iya, besok ada cucu nenek yang mau menjemput Nenek, Mang Maman dan Bibi Elis. Nenek harap kamu dan Nenek bisa bisa bertemu."
"Insya Allah Nek."
Putaran waktu kali ini sungguh terasa begitu cepat, sehingga tidak terasa saat ini sudah pagi menjelang siang.
Nenek Widya harus berpamitan untuk meninggalkan rumah Umi dan Abi. Karena ada keperluan yang akan diurusnya.
Semua koper yang kemarin memenuhi kamar tamu, kini sudah berjejer di teras depan.
Nenek Widya sedang bercengkrama dengan Umi dan Abi untuk terkahir kalinya. Ribuan kali Nenek Widya mengucapkan kata terima kasih untuk segala kebaikan yang diterimanya, kata maaf karena dirinya sudah sangat merepotkan selama tinggal di rumah itu.
Di saat sedang berbicara santai di ruang tengah. Datang sebuah mobil mewah berhenti di halaman rumah Umi dan Abi.
Mang Maman yang Bibi Elis yang tahu mobil itu milik majikannya, segera membawa koper-koper itu menuju mobil untuk di taruh di bagasi.
"Tuan David..." Sapa Mang Maman.
"Hem..." Jawab David dangan sebuah deheman.
David duduk di kursi yang ada di teras sambil memainkan ponselnya.
Nenek Widya terus saja melirik jam dinding, sudah satu jam Soleha belum juga pulang dari kampus. Padahal Nenek ingin memperkenalkan David pada Soleha.
Nenek sudah merancang waktu sedemikan rupa untuk mempertemukan keduanya, namun rupanya mereka belum berjodoh.
Dengan perasaan kecewa, Nenek Widya berpamitan pada Umi dan Abi.
"Sampaikan salam ku untuk Soleha!." Ucap Nenek pada Umi sambil memeluk Umi.
"Iya Nenek, pasti aku sampaikan sampaikan pada Soleha."
Nenek Widya menghampiri David dan meminta David untuk bersalaman dengan Umi dan sebelum meninggalkan rumah mereka. David pun melakukannya demi sang Nenek tercinta.
Kemudian mobil yang mereka tumpangi sudah perlahan menghilang dari pandangan Umi dan Abi.
Sepanjang perjalanan perkampungan Nenek Widya selalu melihat ke depan, masih berharap akan bisa mempertemukan Soleha dan David.
"Bibi Elis...Mang Maman." Panggil Nenek Widya arah kursi depan.
"Iya Nenek Widya..." Keduanya menjawab secara bersaman.
"Kalau kalian bertemu di Soleha di jalanan begini, apa kalian bisa mengenali Soleha?." Tanya Nenek sambil tetap fokus pada beberapa pengendara motor yang datang dari arah depan.
"Kadang bisa kadang juga enggak, Nek. Karena kadang kan Soleha memakai masker." Jawab Elis, karena beberapa kali bertemu di jalanan umum, selalu saja tidak mengenali Soleha karena memakai masker atau pun penutup wajah.
Ada benarnya juga yang dikatakan oleh Bibi Elis. Mana bisa mengenali seseorang bila wajahnya tertutup masker atau penutup wajah yang lain.
"Kalau dari pakaiannya?." Tanya Nenek lagi, masih berusaha untuk melihat pakaian yang dikenakan oleh Soleha tadi pagi.
"Sama Nenek Widya, kadang bisa mengenali kadang juga enggak. Karena Soleha suka menyiapkan jaket yang disimpan di jok motornya.
Karena dari tadi yang dibahas neneknya adalah Soleha, sehingga David menengok sang Nenek yang memasang wajah kecewa dan putus asa.
"Siapa Soleha, Nek?."
"Calon istri mu!."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments