Satu Minggu sebelum pernikahan David akan dilaksanakan, dia belum sepenuhnya mempercayai jika dirinya akan segera menikah. Di saat rumah tangga kedua orang tuanya diambang kehancuran.
Terlebih menikah dengan wanita yang sudah dipilihkan oleh Nenek Widya yang tidak bisa ditolaknya.
Wanita yang sama sekali tidak di kenal atau diketahuinya. Hanya saja mereka pernah bertemu namun dengan waktu yang sangat singkat. Sehingga David tidak bisa mengingat sedikit pun sosok calon istrinya.
Wanita yang sangat diyakini oleh sang Nenek bisa membawa dirinya ke jalan yang lebih baik lagi. Dimana saat ini aku tidak bisa mempercayai ikatan pernikahan itu sendiri.
Jika harus bercermin pada kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya, David lebih memilih untuk tidak pernah menikah, jika pada akhirnya mereka harus saling menyakiti dan mengakhiri pernikahan suci tersebut.
Drama perselingkuhan dan saling menyakiti yang tersaji dari kedua orang tuanya begitu sangat membekas dalam ingatannya.
Bagiamana tidak, dimana saat dirinya yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dari mereka. Namun mereka lebih memilih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tidak jarang juga mereka bersaing untuk memperlihatkan siapa yang lebih unggul dari keduanya.
Perselingkuhan sesama rekan kerja menjadi hal yang biasa mewarnai perjalanan rumah tangga kedua orang tuanya. Dengan berkedok sebagai sekretaris dan atasan atau juga atasan dengan asisten. Mereka lakukan selama bertahun-tahun di depan mata David yang kala itu masih duduk di kelas satu bangku SMP.
Makanya rasanya sangat sulit baginya untuk bisa menjalankan pernikahan itu sendiri. Apa mungkin dirinya bisa membawa rumah tangga mereka lebih baik dari kedua orang tuanya atau malah justru lebih membuatnya hancur dari pada mereka yang sudah memberinya contoh tentang pernikahan.
Semalaman dirinya berpikir, merenung, memilah dan memilih langkah apa yang sebaiknya diambil oleh dirinya yang saat ini dihadapkan pada pernikahan.
Kalau pun dia begitu menyayangi Nenek Widya, tapi tidak seharusnya dia mempermainkan pernikahan dan menghancurkan kehidupan seorang gadis yang dikenal baik oleh neneknya sebagai wanita muslimah masa kini.
"Bagiamana keputusan mu?. Yang jelas Nenek tidak bisa menerima penolakan dari mu. Karena kamu tahu sendiri, semuanya sudah Nenek gantungkan pada mu dan wanita itu." Tanya Nenek Widya ketika mereka sedang berada di meja makan pagi ini.
"Iya Nek, aku mau menerima pernikahan ini. Tapi aku tidak bisa menjanjikan apa pun pada Nenek dan wanita itu. Karena Nenek juga tahu pernikahan bukan tujuan utama dalam hidup ku." Jawab David tidak ingin memberikan harapan angin surga bila nantinya neraka lah yang dia ciptakan dalam rumah tangga mereka.
"Iya Nenek tahu, tapi kamu harus selalu belajar untuk jujur dan setia pada istri mu. Karena Nenek sangat tahu kamu orang baik yang hanya sedang tersesat karena keadaan yang tidak sesuai dengan apa yang kamu inginkan." Nenek Widya tetap ingin menyemangati sang cucu karena bagiamana pun pernikahan itu hanya sekali seumur hidup. Sepertinya dirinya dan sang suami.
"Iya Nek." Balas David singkat, karena tidak ingin mendebat lagi.
David berusaha untuk berdamai dengan sedikit dari keadaan yang bisa ditolerir nya demi sang Nenek.
"Aku harus pergi karena aku ingin bertemu dengan teman-teman ku." David beranjak dari meja makan dengan kunci motor yang sudah ditangannya.
"Kalau kamu sudah menikah, kamu harus bekerja, pergi ke kantor dan kurangi bertemu dengan mereka jika ada hal yang terlalu penting." Teriak Nenek Widya yang mendapatkan respon berupa lambaian tangan dari David sebelum menutup pintu.
Tidak jauh berbeda dengan David, Soleha tidak bisa mengingat sedikit pun sosok pria yang beberapa waktu bertamu ke rumahnya karena Nenek Widya.
Tapi Soleha sudah memantapkan hatinya, apa pun nanti yang akan terjadi kedepannya itu adalah bagian hidup yang harus dijalaninya.
Pilihan yang terbaik dari Abi dan Umi nya, dia hanya perlu belajar untuk menyesuaikan diri dengan karakter dan watak suaminya nanti.
"Semua persiapan sudah hampir selesai, baju pengantin juga sudah." Ucap Umi di ruang tengah.
Abi hanya mengangguk sambil mengecek list untuk tamu yang akan diundangnya.
"Abi..." Panggil Umi sambil melihat kearah luar karena Soleha baru saja pergi ke kampus.
"Ada apa umi?." Tanya Abi yang meletakkan spidol di sebelah tumpukan undangan.
"Apa kita tidak salah menjodohkan Soleha dengan cucu Nyonya Widya?." Tanya Umi hati-hati karena dia baru menanyakannya sekarang. Sementara kemarin hanya diam dan menerima perjodohan ini begitu saja. Namun setelah pernikahan itu di depan mata.
"Insya Allah tidak Mi, tidak ada manusia yang langsung menjadi baik, semuanya itu butuh proses. Begitu juga pernikahan mereka, mereka akan belajar bersama untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah." Balas Abi menangkap sedikit kekhawatiran dari raut wajah sang istri.
"Iya Abi, mungkin ini bentuk kekhawatiran Umi karena pernikahan mereka sudah di depan mata. Jika dari fotonya, insya Allah David bisa menjadi suami yang baik untuk Soleha dan mereka berdua bisa membangun keluarga dengan baik." Ucap Umi sedikit merasa lega, karena Abi tidak sedikit pun mengkhawatirkan tentang putri bungsunya.
Beberapa tetangga sudah hilir mudik di rumah Umi dan Abi, entah itu hanya sekedar untuk membantu merapikan rumah, halaman dan beberapa tanaman hias.
Karena untuk dekorasi rumah Umi dan Abi, nanti akan ada orang yang datang dari Jakarta membantunya.
Nenek Widya yang sudah memastikan semuanya dengan baik. Tidak ada yang terlewat sedikit pun. Karena dia mau semua orang tau kalau cucu kesayangannya sebentar lagi akan menikah.
Sementara itu Soleha sendiri di kampus tidak fokus dengan mata kuliah. Sebab dia terpikir akan pernikahan yang sudah di depan mata.
"Kenapa bengong Leha?." Tanya teman satu kelasnya Soleha.
"Apa kamu pernah memikirkan untuk menikah muda?."
"Sebenarnya kalau ada jodohnya mau, tapi sayang sampai saat ini belum ada."
"Memang apa yang kamu harapkan dengan menikah muda?."
"Banyak, salah satunya aku ingin menjalankan apa yang menjadi amanah ibu ku. Selain memang aku ingin menikah muda karena untuk menghindari perbuatan yang sangat aku takutkan selama ini." Jawab temannya.
"Apa?." Soleha mengerutkan dahinya.
"Aku takut tidak bisa menahan diri dari zina." Jawabnya sambil berbisik.
"Iya aku paham." Balas Soleha.
"Selain itu ada lagi tidak alasan yang lain?."
"Kalau memang kita sudah menemukan pria yang tepat, kenapa harus menundanya lebih lama."
"Walau pun kamu dijodohkan?."
"Ya...karena aku percaya orang tua kita pasti sudah mempertimbangkan baik buruknya untuk kita."
"Kamu benar."
"Hem...itu yang aku yakini."
Soleha sedikit lega setelah berbicara pada temannya walau tidak terlalu dekat, tapi dia sangat tahu dengan temannya tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments