PREMAN CEO

PREMAN CEO

Perkelahian

Malam hari.

Tampak mendung bergelayut seakan hujan hendak turun. Sekiranya pukul 9 malam. Ken yang baru saja kembali dari minimarket untuk membeli indomi, mendapati sekelompok remaja sedang berkumpul di pojok gang.

Terdengar erangan kesakitan dari seorang diantaranya, namun disambut gelak tawa yang lain. Situasi yang kontras. Oleh karena itu, Ken mencoba mendekat ke arah mereka dan menemukan fakta bahwa telah terjadi penganiayaan kelompok.

Seorang anak lelaki berkacamata tersungkur di tanah dengan wajah berdarah. Tas dan bukunya berantakan, begitu pula kondisi seragam sekolahnya. Berkali-kali ia memohon ampun, namun hanya dibalas tendangan dan injakan. Suara gelak tawa dan cacian mengiringi rintihan demi rintihan korban yang telungkup dan terinjak. Ken yang mengetahui hal itu tentu tidak tinggal diam. Segera saja Ken menolong anak SMA yang tanpa daya itu. Perkelahian pun dimulai.

"Eh ada om-om ikut camput, minggir om. Bukan urusan lu!" teriak salah seorang dari mereka.

BUGHH!!!

Bogem mentah salah seorang remaja itu mendadak mendarat di pipi kanan Ken.

"Hajar, Rik!" Teriak salah satu temannya.

Ken menyeka darah yang keluar dari bibirnya. Ia mengambil ancang-ancang dan memancing lawannya untuk maju kembali.

BUGGGHH!!

PRAAAAKK!!!!

DUUGGHHH!!!

Perkelahian antar-pemuda itu pun pecah. Karena terjadi di gang sempit dan malam hari, tak banyak orang yang tahu. Mereka terlihat saling tendang dan melayangkan tinju tanpa henti. Ken dikeroyok. Namun, ia tak menyerah. Satu per satu tinju diblokir dan dibalas.

BUGH!!!

Kena ulu hati, satu tumbang.

BUGHH!!

Kena tenggorokan, satu tumbang

PRAKKK!!

Lengan ken menjadi memar karena menangkis balok kayu yang dipukulkan padanya. Balok yang terpecah jadi dua itu kemudian dihantamkan kembali pada empunya.

**PRAAKKK!!

PRANGGG**!!

Tiga orang telah tumbang. Dua orang lain yang ada di sekitar kejadian, lari terbirit-birit. Tersisa Ken dan remaja berkacamata yang meringkuk ketakutan.

"To... Tolong... Jangan sakiti saya," Ia menutupi wajahnya dengan tangan gemetar.

Ken membungkuk memunguti buku pelajaran dan kacamata yang terserak. Gagang sebelahnya patah, lensanya retak.

"Maaf, rusak nih," Ujar Ken sambil menyodorkan kacamata ke arah remaja tersebut.

Dito Narendra.

Begitu papan nama yang ada di seragam remaja korban perundungan itu. Ken tersenyum dan membantunya berdiri.

"Terima kasih. Kakak rupanya menolong saya?" Dito tak jadi takut. Ia tersenyum. Giginya yang ternoda darah tampak rapi. Wajahnya bulat dengan beberapa jerawat. Kulitnya coklat dengan rambut berponi. Anak yang lucu, pikir Ken.

"Hati-hatilah lain kali, lapor gurumu atau orang tua, kalau bisa, kenapa sendirian aja?" Ken tampak tak habis pikir. Sepertinya ini bukan pertama kali dia dirundung.

"Hehe... Nggak kak, kasian ibu kalau harus mikir. Kalau guru, guru saya nggak peduli. Ini cuma candaan anak-anak, katanya," Raut wajah Dito tampak sedih. Ken menahan amarah. Bagaimana bisa seorang guru tidak menjaga murid-muridnya dan meremehkan perundungan? Padahal, bisa berakibat fatal.

Setelah mengamati beberapa saat, Ken pun memutuskan untuk mengajarkan teknik bela diri pada anak itu. Perawakannya cukup besar, seharusnya ia bisa menahan serangan. Namun, karena mentalnya loyo, anak itu akan tetap jadi bulan-bulanan.

"Benarkah? Kakak mau ngajarin saya?" Mata Dito berbinar.

Mereka pun pindah ke minimarket dan mengobrol sambil belajar teknik bela diri dasar. Dito yang merupakan yatim sejak kecil, tidak mengerti cara berkelahi. Dito hanya tinggal bersama ibunya, karena ayah dan kakaknya sudah meninggal. Anak seorang janda seperti Dito memang cocok jadi mangsa perundung. Karena, mereka hanya akan menahan rasa sakit tanpa bisa membalas. Ken menaruh simpati mendalam pada situasi Dito. Ken jadi teringat dirinya ketika masih kecil dulu. Sejak ditinggal ibu, dunia rasanya terbalik. Apalagi kakaknya masih bersekolah di luar negri. Ken menjadi uring-uringan dan tidak punya tempat untuk mengadu. Sejak saat itulah, Ken menjadi pemberontak. Ayahnya mulai menjauh dari Ken kecil yang butuh perhatian. Ken semakin liar dan terluka batin.

*

"Pertama, dalam ilmu bela diri, yang terpenting adalah MIKIR. Jadi, bukan sok jagoan, kalau sekiranya musuhmu berbahaya. Ya menghindarlah! Kamu ngga lagi syuting film laga. Nggak semua musuh harus dihadapi," Ken memberi petuah pertama. Dito mencatatnya dalam buku tulis yang diberi judul "KURSUS BELA DIRI KAK KEN". Ia tampak sangat antusias dengan apa yang diajarkan oleh Ken. Meski baru mengenal satu sama lain, mereka cepat akrab. Wajah Dito cukup familiar. Mungkin karena Ken teringat keponakan-keponakannya yang berumur sama dengan anak tersebut.

"Nah, yang kedua, karena kamu masih pemula. Teknik bertahan ini penting. Teknik ini, terdiri dari, teknik menghindar, menangkis, dan memblokir serangan lawan,"

Ken kemudian mencontohkan beberapa gerakan untuk menhindar, menangkis dan memblokir serangan. Karena, perkelahian bukan hanya adu tinju, tapi juga adu stamina. Jika terlalu lelah di awal. Tentu saja akan lekas tumbang.

"Yang ketiga, teknik menyerang. Ini nih, bisa pakai tinju, bisa pakai kaki, nendang gitu, tau ya.... Begini cara meninju yang benar, dorong tangan dari belakang dan putar pergelangan tangan pake kekuatan ya. Ayo.. Coba!"

Dito mencoba menirukan gerakan yang diajarkan Ken. Namun malah tampak seperti hendak mendorong orang.

"Bukan gitu, hahaha.... Diputar loh pergelangannya,"

Dito mencobanya lagi, kali ini, sudah lumayan.

"Nah, tinggal dikasih kekuatan ya... Jadi mendorongnya yang kuat," Pesan Ken. Dito mengangguk dan mencatatnya kembali. Belum selesai kursus, ada panggilan dari ponsel Ken. Rupanya telepon dari kak Hilda, kakak perempuan Ken satu-satunya.

"Halo, kak?"

"Ken, dimana? Kok belum pulang?"

"Iya, ini mau pulang, maaf tadi ada urusan sedikit,"

"Yaudah, kakak tunggu, cepat ya... "

Klik.

Pembicaraan mereka selesai. Dito tampak sedih karena harus berpisah. Ken tersenyum.

"Maaf ya, dek. Kakak balik dulu. Ini no. Telpon kakak, lain kali kita ngobrol lagi ya? Ingat! Harus latihan fisik. Lari, angkat beban, pull up, push up, supaya otot kuat, janji?"

"Janji, Dito akan berusaha, kak,"

Kelingking mereka berkait. Ken pamit undur diri, Dito juga tampak akan pulang segera. Setelah saling melambaikan tangan, Ken keluar dari minimarket dan berbelok ke pertigaan Lengkeng Tiga. Dito yang masih berada di minimarket, membereskan alat tulisnya.

*

Jam 10 malam.

Kebanyakan jalanan di Jakarta belum terlalu sepi. Ibukota yang seperti kota 24 jam itu selalu ramai orang. Namun, berbeda dengan suasana di area Lengkeng Tiga. Bilangan Jakarta Selatan yang termasuk pinggiran itu tak memiliki akses metro terpadu, sehingga jalanannya cenderung lengang. Tak banyak kios dan penjaja keliling, trotoar pun tampak sunyi. Jam 10 adalah jam yang cukup malam. Suasana sekitar tampak mencekam. Oleh karena itu, Kak Hilda panik jika Ken tidak segera pulang.

*

Jlebb!

Tiba-tiba, dari arah belakang, ada sesosok orang yang menusukkan pisau ke perut Ken. Ken terkejut, reflek ia mencengkeram tangan si penusuk itu lalu membantingnya ke tanah. Pelaku penusukan itu tampak meringis kesakitan, namun langsung bangkit meski sempoyongan. Ia kemudian melarikan diri sekuat tenaga tanpa bisa dikejar oleh Ken yang sedang terluka.

Ken jatuh ke tanah. Tubuhnya dirambati rasa nyeri akibat tusukan pisau. Beruntung, tusukan itu tak mengenai organ vitalnya. Ia mencoba meraih ponsel dan menghubungi kak Hilda. Ken memencet 'bagi lokasi' dan menekan pesan suara.

"Kak.. To.. Loong... Jem.. Put... "

Dengan tangan berlumuran darah, ia menekan tombol ponselnya. Setelah berhasil terkirim. Ken mencoba berjalan menepi sambil memegangi perutnya. Jika pisau dicabut, malah bahaya. Ken akan mengalami pendarahan hebat. Ken hanya bisa berharap jemputan Kak Hilda datang segera. Ia menepuk-nepuk wajahnya supaya tak tertidur. Jika ia tidur, bisa dipastikan tidak akan bangun lagi. Ken harus menjaga kesadarannya.

"Ya ampun, Ken!!!"

Selang 10 menit, Kak Hilda sampai dengan mobil. Ia lantas memapah Ken ke dalam, dan menyetir ngebut ke rumah sakit terdekat. Wajah ken pucat kebiruan, suhu tubuhnya sangat rendah, darah yang keluar terlalu banyak. Hilda menberikan pertolongan pertama terlebih dahulu sebelum Ken dirawat intensif di UGD.

Sesampainya di UGD. Dokter langsung memerintahkan untuk menyiapkan kamar operasi. Hikda terisak namun mencoba tegar. Ia menunggu dengan cemas, tak tidur.

Tiga jam sudah lampu kamar operasi menyala. Sesaat kemudian, lampu padam. Operasi Ken baru selesai. Seorang dokter keluar dari kamar tersebut dan menyampaikan kondisi terkini pasien. Beruntung, pasien tertolong. Masa kritis Ken telah berakhir. Hilda merasa lega. Dalam hati, ia bersumpah akan menemukan pelaku penusukan adik semata wayangnya itu.

Atas anjuran dokter, Ken harus dirawat intensif selama tiga hari. Jika hasil observasi baik, Ken diperbolehkan pulang.

*

Sementara itu, Ayah Ken terlihat murka dengan video yang ditunjukkan oleh ajudannya.

"Dimana bocah itu sekarang??" Tanyanya ketus. Ajudannya menjawab, bahwa, Ken sedang dirawat karena luka tusuk. Wajah ayahnya merah padam. "Dasar tukang bikin onar! Preman!" Bukannya bersimpati, Ayah Ken malah meradang. Ayah Ken yang saat ini berada di Kanada, tampak memerintahkan sekretarisnya untuk memesankan tiket pulang ke Jakarta esok. Sekretaris Ayah Ken yang bernama Miss Elle itu pun sigap menghubungi maskapai rekanan perusahaan, dan menjadwalkan keberangkatan Presdir Grup Tang ke Jakarta esok pagi, pukul 08:00.

*

"Ka... Kak," Ken membuka mata untuk pertama kali. Sepanjang penglihatan, hanya ada langit-langit rumah sakit, set infus dan beberapa perawat yang mempersiapkan obat.

"Ken! Syukurlah kamu sudah bangun," Hilda yang sedari tadi tertidur di sisi Ken, mengelus rambut adiknya.

"Dimana ini, Kak?"

"Rumah sakit lah, masa akhirat? Dasar anak nakal! Bikin orang jantungan!" Hilda merajuk. Sudah tiga hari Hilda tak enak tidur. Ken yang berhasil melewati masa kritis, cukup menenangkan hatinya, baru kemarin ia tidur dengan nyenyak.

"Makasih, kak... " Ken tersenyum tipis. Hilda memegang erat tangannya sambil menenangkannya.

Tok tok!

"Masuk,"

"Permisi, Bu... Ada keadaan darurat,"

Tampak seorang pria berjas rapi dengan sepatu pantofel hitam dan dasi biru gelap, menyodorkan sebuah tablet ke arah Hilda. Pria itu bernama Romy. Sekretaris Kak Hilda.

"Kita ngomong di luar aja. Ken, kakak tinggal sebentar ya,"

Ken mengangguk pelan. Ia mencoba menggerak-gerakkan lengannya yang terasa kaku. Badannya sakit semua. Sepertinya efek kelamaan rebahan.

"Pak Presdir pulang hari ini, Bu," Jelas Romy.

"Hah? Mendadak banget!"

"Ibu harus lihat ini, baru diunggah kemarin malam," Romy menyodorkan kembali tablet berlogo apel tergigit yang tadi ditolak Hilda. Sebuah video viral berjudul "Perkelahian Preman dan Anak Sekolah," sedang trending di media sosial. Meski tak terlihat identitas pria yang disebut preman itu karena memakai topi, tapi jelas Hilda mengenalinya.

"Itu Ken, kan?"

Romy mengangguk.

"Pak Presdir sepertinya murka karena kejadian ini, Bu. Harap berhati-hati," Romy menjelaskan situasi saat ini.

Hilda yang mengelola Perusahaan nirlaba internasional milik almarhumah ibunya sebetulnya tidak ada hubungan dengan Grup Ayahnya. Memang sejak awal Grup akan diwariskan pada anak lelaki keluarga, dan anak perempuan akan meneruskan perusahaan ibunya.

Skandal belum terjadi, karena belum ketahuan siapa preman yang disebut-sebut di video. Namun, Ayah Ken yang sudah menyematkan label 'pembuat onar' pada Ken tentu bereaksi lain. Ayah Ken marah besar, melihat putranya terlibat perkelahian sampai trending di media sosial. Kepalanya sakit memikirkan skandal yang mungkin terjadi.

"Cari pengunggahnya dan hapus video itu. Bereskan media-media yang memberitakannya," Perintah Hilda pada Romy. Pria itu mengangguk dan segera melakukan tugasnya. Hilda kembali ke kamar Ken dan mencoba untuk tersenyum, supaya Ken tidak kepikiran.

"Ada masalah, kak?"

"Enggak, kok. Kamu istirahat aja, ya,"

Perasaan Ken tidak enak.

Pasti terjadi sesuatu.

Namun, ia tak bisa berbuat banyak dengan tangan terinfus seperti ini.

Terpopuler

Comments

Nina Melati

Nina Melati

Salam kenal Thor, aku penggemarmu di plafon G. Coba buka disini ketik namamu ketemu langsung baca deh karyamu. Tetap semangat Thor.

2023-11-26

0

Sasha ✨️

Sasha ✨️

Aq mampir, semangat kak 💪

2023-06-01

0

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

hampir sama ya sama judul aku..
tentang preman hahaa..

2023-05-30

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 55 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!