Insiden Club X

<10 tahun yang lalu>

"Yak!! Upper cut!!! Hajar, Dek!"

Hilda tampak heboh sendiri dengan layar gawai yang menyiarkan live streaming dari TWINS BOXING. Dengan wajah serius, terkadang tertawa terbahak-bahak, Hilda tak melepaskan pandang dari ponsel kecilnya itu. Sesekali tangannya meraih popcorn dan soda yang tersedia di meja. Bibi Dian geleng-geleng melihat kelakuan majikannya itu yang sedari tadi tak beranjak dari sofa ruang tengah.

"Pasti siaran Tuan Ken lagi itu," bisik Bik Dian pada asisten dapur lainnya.

"Tuan Ken itu kok seneng banget tinju-tinjuan gitu, ya Bu? Apa gak sayang kalo wajah gantengnya bonyok?," tanya asisten yang bernama Ina, sambil tetap membersihkan sayuran dan daging untuk diolah menjadi santapan malam.

"Yah, hobi aja. Daripada mukulin anak orang," dengus Bik Dian setengah berbisik supaya tak terdengar Hilda. Takut Nona muda itu tersinggung. Padahal, sudah jadi rahasia umum kalau Kenneth Tang memang hobi tawuran.

Sejak kecil, anak bungsu keluarga Tang itu memang sudah sering keluar-masuk kantor kepala sekolah. Ketika di SMP, bahkan pernah digelandang ke polsek karena tuduhan penganiayaan. Bik Dian yang sudah 20 tahun bekerja sebagai kepala pelayan tahu betul sifat agresif Ken mulai muncul sejak ibunya meninggal. Ken kecil yang baru berusia 5 tahun itu tentu saja larut dalam kesedihan. Kakak Ken yang kala itu masih berada di Akademi Luar Negri bahkan tak bisa berlama-lama di Indonesia. Ketika ibunya meninggal, Hilda sempat cuti untuk mengurus pemakaman ibu bersama ajudan ayahnya. Segera setelah cuti sekolahnya habis, Hilda bertolak kembali ke Kanada. Ken sangat kesepian. Ayahnya, Presdir Devon Tang, sangat sibuk. Tak ada waktu mengurusi Ken. Jadilah Ken semakin terasing, sehingga emosinya sering meledak-ledak.

Ina mengangguk paham. Ina yang baru bekerja selama sebulan belum begitu mengenal karakter tuan rumah.

"Yang penting, kamu jangan kaget kalo kadang Tuan Ken pulang-pulang bonyok atau berdarah. Rahasiakan dari Tuan Besar," pesan Bik Dian yang membuat Ina merinding.

"Ouchhh!!! Duh, goblok, kok bisa kena sih!" Hilda tampak kecewa karena adiknya terkena hantam. Bik Dian dan Ina bertukar pandang, lantas melanjutkan persiapan makan malam.

"Papa pulang,"

Presdir Tang melangkah masuk ke kediaman. Yessi, asisten kebersihan, menyambut tuannya dan dengan sigap melepaskan mantel serta membawakan tas kerja beliau.

"Mana anak-anak, Yes?" tanya Presdir setelah mengamati sekeliling yang tampak sepi.

"Nona di sana, Tuan," Yessi menunjuk Hilda yang sedang rebahan di sofa sambil memakai headset dan fokus pada gawainya.

"Ken, mana?"

"Tuan Ken.. Em..... " Yessi tidak bisa menjawab.

Presdir menghela nafas panjang. Sudah tahu kelakuan putranya itu. Ia berjalan pelan menuju ke tempat Hilda. Wajahnya menyembul dari balik sofa. Mengamati anak gadisnya yang sibuk sendiri itu. Hilda tak sadar akan kedatangan ayahnya. Ia masih mengunyah popcorn sambil menghentak-hentakkan kakinya mengikuti gerakan adiknya yang sedang adu-jotos di ring tinju.

"Pertandingan Kelas Bulu: KEN vs LIAM" Presdir mengeja judul yang terpampang di siaran langsung tersebut. Buluk kuduk Hilda merinding. Ketika ia menoleh....

"PAPAAAA!! NGAGETIN AJA!!"

Hilda terperanjat sampai jatuh dari sofa.

Presdir tergelak, namun, seketika mimiknya berubah serius. "Ngapain lagi adekmu itu?!!"

"Biarin sih pah, olahraga dia," jawab Hilda membela adiknya. Presdir geleng-geleng kepala. 'susah diatur anak dua ini, batinnya.

"Yaudah, Papa mau mandi dulu. Habis ini kita makan bareng," Presdir beranjak ke kamar utama dan bersiap untuk membersihkan diri. Hilda mengacungkan jempol lalu kembali pada aktivitasnya tadi.

"YESSS!! MENANGGGG!!!"

Dalam siaran itu, tampak Ken memukul KO lawannya. 2-1 begitu angka yang tertera di papan atas ring tinju. Hilda lari-lari kegirangan namun tak sengaja menghamburkan popcorn-nya ke lantai. "Waduhhh... ngapain aku ini, gabisa dimakan deh," sesalnya kemudian. Bik Dian geleng-geleng kepala dan memerintahkan Yessi untuk mem-vakum remahan popcorn yang terjatuh.

*

"Bre, ayo lah ikut,"

Dewa Kemenangan, Kenneth Tang, yang sudah muak merayakan keberhasilannya, bersiap pulang. Pelatih Ken tersenyum puas dan memberinya protein bar untuk camilan. Setiap pertandingan, Ken selalu memenangkannya. Jadi, pertandingan kali ini tidak istimewa baginya. Pelatih memperbolehkan Ken pulang untuk beristirahat. Namun, Hadi, teman sparring-nya tampak memohon-mohon pada Ken untuk ikut ke acara party-nya. Ken menolak. Ia sudah ada janji dengan sepupunya.

Hari ini ulang tahun Ferdi, sepupu dari pihak ayah, anak satu-satunya dari paman dan bibi Ken yang sudah meninggal. Ferdi kemudian diasuh oleh Ayah Ken dan menjadi sangat dekat karena sejak kecil tinggal serumah.

"Next time, ya... " Ken pun beranjak pergi. Ia menggendong tasnya menuju ke parkiran. Motor Ducati Panigale berwarna hitam tampak jinak ditunggangi pemiliknya. Ken men-starter mesin kuda besi itu untuk dilajukan menuju Bilangan Jakarta Pusat, tempat kursus Ferdi, sepupunya.

*

"Ken!" Ferdi melambaikan tangannya dari arah trotoar. Di Indonesia ini, sangat sedikit pemilik motor Ducati. Ferdi bisa langsung mengenali kedatangan Ken.

Ken memarkir motornya di tepi jalan, dan menyerahkan helm pada Ferdi. "Kemana kita hari ini?" tanyanya. Ferdi terkekeh. Rasanya seperti dijemput kencan seseorang.

"Ken, lo tuh pacaran sana, biar gak gabut ama gue terus," sahut Ferdi geli. Ken menarik gas motornya dan mengeremnya.

BRRRRMM

CKIIIT

Bugh!

Ferdi terhempas ke punggung Ken dengan sangat keras.

"EH ORANG GILA!!" Ferdi mengamuk, jantungnya berdetak tak karuan.

"Bawel sih," Ken berseloroh tanpa rasa bersalah.

"Iye...Iye... Dasar!! Ayo kita ke Club X," Ferdi mengomando. Ken memicingkan matanya.

"Ngapain, Bre? Dugem bikin capek!" protes Ken tak setuju.

Ferdi memasang tampang sedih. Seumur-umur ia belum pernah ke kelab malam. Baru kali ini ia bisa merasakan masuk ke kelab, karena sudah berumur 21 tahun.

"Plis, yah?"

Ken memutar bola matanya. Namun, tak bisa menolak. Mereka pun meluncur menuju Club X, sesuai permintaan Birthday Boy.

*

JEDAG... JEDUG...

JEDAG... JEDUG...

Suara musik kelab memekakkan telinga. Ken merasa pusing. Ferdi tampak takjub. Mereka menepi ke meja bar.

"Whiskey, 2," Ken memesan minuman ke bartender wanita yang ada di seberang mereka. Ferdi tampak melongo.

"Boleh kita minum?" tanyanya polos.

"Boleh lah, for your birthday! Happy birthday, Fer!"

Whiskey pesanan mereka sudah datang. Ferdi menenggaknya langsung seperti minum air putih. Lalu ia terkapar di meja bar. Ken terkekeh. "Bego, lu" desisnya dan kemudian meminun Whiskey-nya pelan-pelan.

"Vodka, please. 1 shot," Pinta Ken pada Winny, bartender wanita yang sedari tadi melayaninya.

"Right away, Gorgeous," jawab Winny sambil mengedipkan sebelah matanya. Ken tersenyum tipis.

Minuman pesanan Ken sudah tersaji, ia langsung menghabiskannya dalam sekali teguk. Wajahnya berubah merah, dadanya panas. Ia mulai mengantuk. Ken menggoyang-goyangkan Ferdi yang sudah tertidur duluan.

"Mahhuu cahhbut, Bhhreee?" Tanya Ken pada Ferdi yang tentu saja tidak dijawab. Ferdi sudah ngorok. Ken ikut tertidur di sebelahnya. Badannya sakit semua setelah pertandingan tinju tadi, saat ini, sakitnya serasa hilang. Tubuhnya ringan seperti akan terbang.

Tiba-tiba, perut Ken terasa sakit. Sebelum minum alkohol, ia lupa makan malam terlebih dahulu. Sepertinya, efek perut kosong yang diisi alkohol langsung bereaksi. Ken bergegas menuju ke toilet.

*

"Lehhhgaaahhh.... " desis Ken masih dalam pengaruh alkohol. Baru saja Ken hendak kembali pada Ferdi. Ia mendengar suara teriakan minta tolong yang tersamarkan oleh hentakan musik dalam kelab.

"Tolong... Jangannnn.... "

Ken yakin mendengar suara seorang wanita. Ken mendekat ke arah suara dengan sempoyongan. Ia mencoba membelalakkan matanya supaya dapat melihat secara jelas. Ada seorang wanita yang dikepung oleh beberapa pria. Satu orang terlihat sedang menjambakknya. Seorang lain menekan keras pipinya supaya tak bersuara, sedang yang lainnya memblokir jalan untuk menghalangi pandang dari pengunjung lain.

Ken mendekat ke arah mereka.

"Eh, Bhaaanciiihh.... Bheeraninya shaama cehwekk.. Shiinii Lhooo... " tantang Ken gagah berani padahal sedang tak begitu sadar. Perkataannya pun tak jelas, jalannya juga sempoyongan.

"Eh ada orang mabok ikut campur!" Tukas salah satu preman.

"Minggir, Dek! Ntar bonyok, loh... " celetuk salah satu dari mereka sambil tertawa.

Wanita itu berhasil melepaskan diri. Dan kini berlindung di balik Ken setelah mendorong salah satu dari mereka. Toni, Jefri, Didit. Rupanya itu nama mereka.

"Ayo lariiiii," wanita itu menarik Ken yang tak begitu sadar. Mereka pun berlari sekuat tenaga, tiga preman yang agak bodoh itu baru tersadar, mangsanya menghilang.

"Eh, goblok! Kejar!"

"Eh! Iya bang!"

Ken dan wanita itu menyibakkan lautan manusia yang berada di kelab lalu menuju pintu keluar. Derak kaki mereka terdengar lantang di koridor gedung yang sepi. Ken dan wanita itu berlari ke atap gedung melewati tangga darurat. Para pengejar tampak mengikuti mereka dari belakang.

"Jangan sampe lolos!" Perintah Toni.

"Siap Bos!" Jefri dan Didit mempercepat lari mereka.

Ken dan wanita itu sampai di atap. Dengan sigap, wanita itu mengunci pintu darurat. Sekarang, hanya ada mereka berdua. Ken terengah-engah kemudian tergeletak di lantai. Nafasnya memburu, kepalanya sakit. Rasanya mau mati.

"Makasih ya," ujar wanita yang masih belum menyebutkan namanya itu.

Ken membuat tanda 'OK' dengan tangan. Ia masih sibuk mengatur nafas.

"Maaf ya, jangan terlalu benci sama aku. Ini cuma masalah bisnis,"

Ken terganggu dengan kata-kata anehnya. Ia bangkit dari posisinya, namun tak menemukan sosok wanita tadi. Ken mencari ke sekeliling, tapi tak ketemu.

Tiba-tiba.

BRRUUUUKKKKKKK

Tak lama, terdengar suara dentuman keras yang menghantam salah satu mobil di bawah gedung. Alarm mobil berbunyi nyaring. Membuat semua orang yang berada di kelab menghambur ke luar.

"OH ASTAGA????!!! ADA ORANG MATI!!!" Teriak salah satu pengunjung yang pertama kali sampai ke sumber suara. Orang-orang Club X tak mempercayai apa yang sedang mereka saksikan.

Bunuh diri?

Atau..

Pembunuhan?

*

Tiga preman yang mengejar Ken tadi mundur teratur.

'Misi Selesai'

Terlihat Toni mengetik pesan pada gawainya, dan mengirimkannya pada klien yang menyewa jasanya.

DDRRRRTTTT....

Ferdi mengecek pesan masuk yang baru ia terima. Senyumnya seketika mengembang. Ia bangkit dan membayar minuman yang telah dipesan sebelumnya. Wajah polosnya tiba-tiba berubah tajam. Rambutnya dirapikan. Ferdi lalu meninggalkan kelab segera tanpa menunggu Ken kembali.

Tak lama, puluhan juta rupiah mengalir ke rekening Toni. Tiga preman itu menghilang seperti angin. Pekerjaan mereka sudah selesai.

Terpopuler

Comments

gah ara

gah ara

wahhh ferdi penghianat

2023-07-23

0

vina

vina

upper cut itu apa?

2023-05-25

0

Adinda.Putri.S

Adinda.Putri.S

ceritanya bagus banget kak, jangan lupa mampir kecerita aku ya🥰

2023-05-10

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 55 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!