”Hm, enak sekali dia pandai sekali memasak,” gumam Kamil.
”Bagaimana bos?” tanya Baron.
”Enak, kamu cepat makan nanti kita sholat jum’at di masjid yang dekat saja, hari ini saya sedang malas pergi jauh-jauh mood ku hancur gara-gara papa meneleponku tadi,” jelas Kamil.
”Pak bos marah lagi?” tanya Baron.
”Iya, beliau memintaku segera pulang, mana mungkin saya pulang sedangkan saya belum menemukan apa yang sedan aku cari.”
”Tapi kasihan nyonya besar jika ditinggal kelamaan pasti beliau sedih,” ucap Baron.
”Itu urusan nanti yang penting beliau baik-baik saja itu sudah cukup buatku,” sahut Kamil.
”Tapi bos tetap saja saya ikut khawatir.”
Kamil terdiam dia sadar jika mamanya pasti tengah menghawatirkan dirinya tapi pantang buat dia kembali sebelum membuktikan perkataannya.
”Sudah jangan dipikirkan pasrahkan saja semuanya sama Allah, ayo buruan persiapan sholat jum’at.”
Kamil dan Baron segera berangkat ke masjid, masjid sudah penuh dan terpaksa mereka berdua mengambil barusan di belakang, tepat saat Malvin juga baru mendudukkan dirinya di sana.
”Eh ketemu lagi, gak ajak teman Dek?” sapa Kamil.
”Eh Om sayur, jum’atan di sini juga?”
Kamil mengangguk, mereka bertiga pun nampak asyik saling bercerita satu sama lain.
”Makasih ya nasi boxnya,” ucap Kamil tiba-tiba.
”Gak perlu berlebihan Om, itu memang acaranya mama kok mungkin daripada gabut mau ngapain, tapi itu lebih baik sih daripada dia kepikiran papaku yang mau kawin lagi!” ucapnya.
‘’Astaga anak kecil kamu ngomongnya frontal banget ’kawin' kayak hewan aja!” sungut Baron.
”Ya memang demikian faktanya, aku tuh benci banget sama papaku udah nyakitin mamaku sedemikian dalamnya aku saja lahir bukan karena keinginan mama.”
”Astaghfirullah, jangan bicara begitu semua bayi yang terlahir itu fitrahnya suci apapun prosesnya dia lahir ke dunia. Harusnya bersyukur punya mama yang baik udah ngerawat kita hingga sekarang,” jelas Kamil.
”Tapi karena dia mamaku diusir dari rumahnya, karena ada aku dalam perutnya dulu mamaku dibuang sama keluarganya. Kakekku dari keluarga mama marah setelah tahu jika mama hamil lalu mengusir mama keluar dari rumahnya.”
”Semua itu terjadi karena papaku,” sambung Malvin.
”Sabar ya,” ucap Kamil menepuk bahu Malvin memberikan support untuknya.
Setelah selesai sholat jum'at mereka bertiga memutuskan untuk makan bakso dan mie ayam yang ada di ujung jalan. Sesekali Kamil menggoda Malvin agar anak tersebut tidak canggung dengannya.
”Kamu kelas berapa sekarang?” tanya Kamil.
”Dua SMA setahun lagi mau lulus dan aku bakal masuk ke universitas impianku,” jawab Malvin.
”Memangnya mau kuliah dimana?”
”Di kota lah Om, masa mau tetap di kampung saja.”
”Mm, boleh juga maju terus pantang mundur!” Kamil menyemangati Malvin.
”Makasih ya Om, kalau boleh sering-sering traktir saja ya.” Malvin berlalu meninggalkan Kamil dan Baron.
”Gila tuh anak ya, udah kenyang main pergi aja!” seru Baron.
Kamil melotot mendengar perkataan Baron, ”Jangan begitu dia itu masih kecil.”
”Apaan masih kecil dia itu mulai beranjak dewasa bos sudah keras dua SMA loh!” balas Baron tak kalah ketus.
Kamil tidak menanggapi perkataan Baron dan memilih menyebrang jalan membuat Baron bertanya-tanya.
”Loh, kita mau kemana bos?”
”Kita ke minimarket dulu ya, mau beli beberapa camilan sebentar,” ajak Kamil.
Kamil mengingat di rumah kontrakannya tak ada apapun untuk dimakan berbeda dengan apartemennya yang selalu penuh karena mamanya selalu datang membawakan makanan untuknya.
”Eh bukannya itu mamanya anak tadi ya bos?” tanya Baron.
Kamil menoleh dan memang benar Medina berada di minimarket tersebut.
”Sedang belanja Mbak?” tanya Kamil.
”Eh iya nih.”
”Mbak Medina awet muda ya meskipun anaknya dah gede tapi tetap cantik kayak baru berumur dua puluhan,” puji Baron.
”Hust, kamu ini omong apa sih!” sahut Kamil kesal.
Medina hanya tersenyum mendengar percakapan keduanya. ”Saya memang nikah muda waktu itu baru berusia tujuh belas tahun jadi ya bisa ketebak umur saya umur berapa?”
"Oh begitu, jadi kita gak jauh ya saya baru dua delapan tahun, kalau ini berusia tiga puluh dua tahun tapi belum nikah!” papar Baron membuat Kamil memutar bola matanya jengah dengan apa yang dilakukan oleh Baron asistennya.
”Jangan dengarkan dia, dia memang begitu apalagi kalau bekerja kadang serampangan,” sela Kamil.
”Eh jangan gitu bos!”
Kamil. melotot mendengar Baron mengucap. kata ’bos’ seketika nyali Baron menciut!
”Mbak Medina belanja apa?” tanya Kamil.
”Ini hanya keperluan sehari-hari saja kebetulan besok Malvin ada acara di sekolah dan harus menginap jadi mau gak mau harus beli yang baru.”
Kamil pun mengangguk, ”Btw makasih ya nasi boxnya sangat enak.”
Medina kembali tersenyum dan itu mampu membuat hati Kamil berdesir melihat senyumannya.
”Astaga apa ini, kenapa hatiku berdesir dan jantungku berdebar kencang,” gumam Kamil.
”Ayo Mbak kita pulang!” ajak Hasna.
”Eh, ada abang yang jual sayur ternyata,” lanjutnya.
”Jangan panggil abang sayur, namanya Kamil dan saya Baron,” jelas Baron.
”Eh iya maaf ya habisnya gak tahu nama jadi kita panggilnya begitu,” sahut Hasna.
”Gak apa-apa apapun itu gak masalah kok,” sela Kamil.
Hasna menyenggol lengan Medina ketika melihat Daffa dan calon istrinya masuk ke minimarket tersebut. Medina mengalihkan pandangannya ke arah pintu begitu juga dengan yang lainnya.
Terlihat Daffa dan Lastri berjalan dengan posisi tangan Lastri memegang tangan Daffa.
”Eh ada Mbak Medina di sini,” sapa Lastri.
”Ini kan tempat umum siapapun berhak datang ke sini gak ada larangan kan?” ucap Kamil. Dia menyadari jika Medina hanya akan diam saja mendengar semua itu membuatnya berinisiatif untuk mengambil alihnya.
”Mas ini benar, kenapa kau bertanya begitu,” ucap Daffa mengingatkan Lastri dan juga untuk menutupi rasa malunya.
”Maaf Anda siapa ya?” tanya Daffa.
”Saya kekasihnya Medina.”
Yang mendengarnya langsung menatap ke arah Kamil terlebih Medina dia melotot mendengar pengakuan tersebut.
”Apakah dia sudah gila mencari mati dengan mengatakan hal itu, kenapa dia justru buat aku malu!” gumam Medina.
Daffa menatap intens pada Medina meminta kepastian atas pernyataan pria yang ada di depannya itu.
”Apa benar itu Din?” tanya Daffa.
”I-itu ...”
”Kami baru jadian beberapa hari yang lalu doakan saja semoga kami bisa menyusul kalian,” potong Kamil membuat yang lainnya kembali terkejut.
”Duh bos kamu cari mati!” gumam Baron.
”Kenapa dia nekad sekali,” ucap Medina.
”Wah, mantab nih saingannya Mas Daffa, gak kaleng-kaleng meskipun hanya tukang sayur tapi tampangnya CEO, sukur kamu Daffa!” ucap Hasna.
”Katakan tidak Medina, bilang jika itu semua bohong!” harap Daffa.
”Mbak Medina laku juga ya meskipun statusnya janda beranak satu, tampan juga sih pria ini,” ujar Lastri dalam hati.
”Astaga apakah aku sudah gila?” gumam Kamil dia tidak menyangka akan berkata senekad itu sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Rina Wati
langsung gas dah bang kamil,pepet trus itu mbak janmud nya😂😂
2023-05-08
5
Reny Saputro
semangat
2023-04-21
2