"Maaf ya merepotkan, tolong ditaruh di sini saja ya Bang!” pinta Medina begitu Kamil datang jam lima pagi.
”Semua berapa Bang?” sambung Medina.
”Totalnya 140 ribu kali lima jadi 700 ribu,” jawab Kamil.
”Baiklah tunggu sebentar ya saya ambilkan uangnya dulu.” Medina masuk mengambil uangnya.
Malvin yang baru pulang dari masjid pun terkejut melihat orang asing di teras rumahnya. ”Om, siapa ya?” tanya Malvin.
Kamil yang sedang menguap karena mengantuk pun ikut terkejut karena kedatangan Malvin.
”Eh?”
”Mm ... Malvin ingat Om yang kemarin sore di samping rumahnya Bu Broto kan? Penjual sayur itu?” tebak Malvin.
”Ya benar itu saya,” jawab Kamil.
”Bentar ya Malvin panggil mama dulu.” Malvin segera masuk memanggil Medina.
”Ma, ada tamu tuh om sayur pagi-pagi dah nongkrong di depan rumah.”
”Hust jangan begitu gak sopan! buruan persiapan sekolah!” titah Medina.
”Nanti lah Ma, baru juga jam lima mau lanjut tidur lagi bentar,” sahut Malvin.
”Ini Bang uangnya, terima kasih ya.”
”Iya, di sini kalau pagi sepi ya?” ucap Kamil.
”Ya begini ini namanya juga di kampung,” sahut Medina. ”Duh kenapa dia gak pulang malah ngajakin ngobrol ya?”
”Abang gak jualan keliling?” tanya Medina sengaja bertanya hanya bertujuan mengusirnya dengan halus Medina khawatir Kamil akan tersinggung jika dia bicara langsung dengannya.
"Oh jualan dong, kan ada asisten saya yang mengurusnya jadi saya tinggal berangkat saja,” papar Kamil.
”Hah, asisten? Kok saya baru dengar tukang sayur punya asisten? Biasanya bos besar dan kerjaannya di kantor gitu.”
”Eh itu maksud saya, tukang bantu jadi dia bantu saya mempersiapkannya jadi ya tinggal berangkat saja gitu. Duh hampir aja ketahuan.”
”Oh begitu,” Medina mengangguk padahal dia tidak mengerti apapun.
”Baiklah terima kasih untuk pesanannya saya pulang dulu,” pamit Kamil segera menyalakan motornya pulang ke kontrakan.
”Bos udah pulang?” sapa Baron.
"Sebaiknya aku gak jualan aja deh, mau sambung tidur lagi,” ujar Kamil.
”Loh bos kan udah belanja persiapan itu di keranjang bagaimana?”
”Kamu aja yang jualan kalau ada yang nyari bilang aja saya sedang libur.”
”Hah? Tapi saya gak bakat jualan sayur bos!” tolak Baron.
”Ya sudah kalau begitu bagikan saja buat sedekah ini hari jum’at kan?” papar Kamil.
”Astaghfirullah bos kalau disedekahkan nanti rugi ya? Ini semua lebih dari tiga juta loh!” ucap Baron.
”Kalau saya bilang sedekahkan ya sedekahkan bukankah kamu gak mau berangkat menggantikan saya?” terang Kamil.
”Baik bos saya akan mangkal di tempat bos mangkal seperti biasanya.”
”Cepat pergi sana.”
Baron segera pergi meninggalkan Kamil yang masih bersandar di sofa, baru beberapa detik dia memejamkan matanya ponselnya bergetar.
'Papa Hamid calling ... ’
”Hallo ada apa Pa?”
”Dimana kamu sekarang?”
”Ada di rumah.”
”Rumah mana? Sejak kemarin papa ke apartemen kamu dan di sana tidak ada orang sama sekali!”
”Iya memang Kamil sedang di rumah Pa.”
”Terserah kau saja sekarang ke kantor papa karena ada sesuatu yang harus papa bicarakan denganmu.”
”Tidak bisa Pa, Kamil sekarang ada di luar kota.”
”Apa? Kamu meninggalkan perusahaanmu berhari-hari keluar kota?”
”Papa tenang saja, Kamil sudah mempercayakan semuanya pada Daren jadi papa jangan khawatir.”
"Papa tidak mau tahu segera pulang atau papa akan menyuruh orang menyeret kamu pulang ke rumah.”
”Pa, Kamil itu sudah dewasa please, jangan campuri urusan pribadiku, papa masih ada Bang Farhan yang selalu papa banggakan itu jadi biarkan Kamil memilih jalan sendiri.”
"Kau semakin berani sama papa?”
Bip.
Kamil mematikan sambungan teleponnya dia malas berdebat dengan Hamid ayahnya karena dia yakin takkan pernah ada ujungnya. Kamil memilih untuk melanjutkan tidurnya yang sebelumnya tertunda karena harus ke pasar membeli daging untuk Medina.
Memikirkan wanita itu membuat Kamil kembali berfikir diusianya yang masih sangat muda harus melewati berbagai ujian hidup. Umurnya pun sama dengannya tapi dia terlihat sangat dewasa.
"Kenapa aku jadi memikirkan wanita itu,” gumam Kamil.
***
”Mbak, memangnya mau datang ke pernikahan Mas Daffa?” tanya Hasna teman sekaligus tetangga Medina.
"Aku gak tahu Na, enaknya bagaimana ya?” balas medina.
”Kalau menurut Hasna lebih baik datang dan bawa pasangan biar keluarganya Mas Daffa tahu jika Mbak juga bisa move on darinya, enak aja mereka menginjak-injak harga dirinya Mbak Medina.”
”Jika datang nanti yang didapat hanya hinaan, Hasna yakin Bu Yanti pasti akan mengatakan berbagai hal dan itu hanya akan menambah rasa sakit hati saja,” lanjut Hasna.
”Sudahlah, ini tolong bagikan ke tetangga ya bilang ini sedekahnya Malvin karena sedang berulang tahun.”
”Hem, baik Mbak.”
Hasna mulai membagikan nasi box ke tetangganya hingga di ujung kompleks yang sedang mangkal ibu-ibu belanja sayur.
”Ibu-ibu ini ada nasi box bisa dibawa pulang ya buat sarapan,” seru hasna.
”Ada acara apa dan siapa yang bagikan ini semua?” tanya Bu Lia.
”Mbak Medina, putranya Malvin kan sedang berulang tahun dia sengaja bikin ini buat dibagikan nanti siang tinggal teman-temannya Malvin yang datang ke rumah.”
”Oh begitu, saya ambil dua ya,” ucap Bu Lia.
”Boleh silakan Bu,” sahut Hasna.
”Ayo Bang silakan ambil, eh bukan abangnya yang biasanya ya?” ucap Hasna memberikan dia nasi box pada Baron dia box.
”Kok dua Mbak?” tanya Baron.
”Iya buat temannya yang biasanya ya, ini masakannya Mbak Medina pasti ketagihan.”
”Baiklah saya terima dengan senang hati dan terima kasih.”
”Ayo bu-ibu silakan diambil seperlunya karena hari ini gratis, khusus hari Jum'at ini ya,” seru Baron dalam satu jam keranjang yang nangkring di motor ludes diserbu ibu-ibu komplek.
”MasyaAllah, semoga berkah ya Bang,” ucap Hasna diaminkan oleh ibu-ibu yang mendengarnya.
Hasna pulang dengan membawa sedikit sayuran membuat Medina mengerutkan keningnya.
”Ini buatmu, aku ambil kacang panjang sama tauge saja ya,” ucap Hasna.
”Kamu beli dimana?” tanya Medina.
"Si abang sayur yang biasanya nongkrong di depan itu, tapi yang bawa bukan abang yang biasanya sih.”
”Kok bisa?”
”Iya mungkin temannya satu penjual ini aja gratis itu satu keranjang gak bayar siapa mau boleh ambil katanya jum’at berkah gitu,” jelas Hasna.
”Oh ... nasi box udah dibagikan semuanya kan?” Hasna mengangguk.
”Makasih ya, ini tinggal nunggu teman-temannya Malvin datang semoga mereka suka dan Malvin juga senang karena bisa ajak teman-temannya ke rumah.”
***
”Bagaimana bisa jualan kan?” tanya Kamil.
”Ya semua udah habis bos!” jawab Baron mantab.
”Lalu mana duitnya?” Kamil menagih uang dagangan.
"Loh, katanya tadi suruh dibagikan kok sekarang nagih uangnya?” Baron kebingungan dengan sikap bosnya itu.
”Astaga jadi dagangan sebanyak itu kamu kasihkan ke orang semua?” Kamil menepuk jidatnya sendiri merasakan kesal ingin marah tapi tidak bisa Baron memang terlalu polos dan belum bisa diandalkan.
”Maaf bos, ini ada nasi box pemberian dari Mbak Medina,” ucap Baron.
Kamil yang sedang marah pun melirik sekilas padanya. ”Kau yakin ini darinya?”
"Yakin bos, tadi temannya yang membagikannya.”
Kamil membawa nasi box tersebut dan membukanya, tampilannya sangat rapi dan begitu dia menikmatinya rasanya ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
revinurinsani
sejauh ini masih luruss🤭
2023-12-30
0
ajeng mardiana
lucu
2023-05-08
4