”Farhan, apa kau tahu kemana adikmu pergi?” tanya Hamid pada anak sulungnya itu.
”Aku tidak tahu Pa, biarkan saja nanti jika dia sudah jenuh pasti akan pulang dengan sendirinya,” balas Farhan.
”Papa heran sebenarnya apa yang dia cari sampai rela meninggalkan perusahaannya dan mau papa marahi.”
”Tentu saja hal yang belum pernah dia rasakan sebelumnya Pa, kayak gak pernah muda aja!”
”Tapi papa dulu tidak seperti dia, seenaknya sendiri memangnya dia gak kasihan sama mama. Jika nanti mama sampai sakit papa tidak akan memaafkan dia.”
”Jangan begitu Pa, dia itu pengin mencari cinta sejatinya biarkan saja dia pergi nanti jika dia sudah menemukan apa yang dia cari yakin dia pasti akan kembali.”
”Ck! Papa meragukan hal itu karena dia sekarang berada di luar kota dengan Baron.”
”Apa di luar kota?”
Hamid memijat pelipisnya, ”Papa juga gak tahu maksudnya apa, yang jelas papa gak suka saja jika dia seperti itu.”
”Papa harus menahan diri jangan buat dia semakin jauh dari kita, kasihan mama tiap hari selalu menanyakannya.”
”Tentu saja dia itu anak kesayangannya, lalu bagaimana hubunganmu dengan Alea apakah sudah lebih baik?”
Farhan mengedikkan bahunya singkat, ”Alea sedikit susah Pa, sebaiknya Farhan menurut saja dengan apa yang akan dia lakukan asalkan dia tidak pergi jauh dari Farhan.”
”Jangan sampai kau mengulang kegagalanmu di masa lalu, papa akan mempercepat perjodohanmu jika memang dia tidak mau bersama denganmu.”
”Terima kasih Pa, aku akan bicara padanya nanti.”
"Lebih cepat lebih baik ingat kau harus bisa mendapatkan hatinya,” papar Hamid.
”Baik Pa.” Hamid segera meninggalkan kantornya bergegas pulang menemui istrinya Alika sosok wanita paruh baya yang masih cantik di usianya.
Sesekali dia melirik ke jalanan yang mulai ramai karena jam makan siang tengah berlangsung banyak karyawan keluar dari kantor hanya untuk sekedar menikmati makan siang ataupun sekedar duduk di bawah pohon sambil merokok.
”Sayang, kau pulang?” sapa Alika tersenyum menyambut kepulangan suaminya.
”Aku ingin makan siang di rumah, bagaimana apa Kamil ada memberi kabar padamu?”
Alika diam sudah beberapa hari Kamil putranya memang tak bisa dihubungi dan lagi beberapa pesannya tidak langsung dia balas membuatnya khawatir dengan keadaan ini.
”Mungkin dia sibuk Pa, jadi tidak sempat menghubungi kita,” sahut Alika.
”Iya dia sibuk mencari wanita dan bersenang-senang di luar sana,” urai Hamid.
”Astaghfirullah istighfar Pa, putraku Kamil tidak akan melakukan hal itu terlebih dia adalah pria yang bertanggung jawab,” bantah Alika.
”Ya lihat saja nanti apa yang akan terjadi karena selama ini mama terlalu memanjakan dirinya dan itu membuatnya merasa di atas angin apapun yang dia lakukan serasa tidak salah selalu saja benar.”
Alika menghembuskan nafasnya mendengar rentetan kalimat dari Hamid. ”Mama akan menegurnya jika memang dia salah Pa, jadi papa tidak perlu merasa khawatir.”
Giliran Hamid yang terdiam jika istrinya sudah berkata seperti itu tidak akan ada yang bisa membantahnya lagi.
***
”Ini jengkol kan? Berapa satu kilonya?” tanya Kamil pada tengkulak di pasar.
”Masih mahal Bang, satu kilo delapan puluh lima ribu,” jawab Pak Ujang salah satu tengkulak terkenal di pasar tersebut.
”Hah! Mahal sekali,” sahut Kamil.
”Kalau mahal begini bagaimana orang kecil mau makan jengkol? Harganya mau ngalahin daging aja!” sambungnya.
”Ya begitulah mau bagaimana lagi, ini ada juga pete biasanya warung-warung besar yang berani ambil karena mereka butuh untuk lalapan,” terang Pak Ujang.
Melihat kondisi kampung ini membuat Kamil ingin menanamkan modal membangun pasar murah buat warganya, mengingat harga cabai yang naik sedangkan kemarin siang ada petani yang bilang jika cabainya sudah dipanen padahal belum cukup umur, dia khawatir jika harga anjlok dan petani itu rugi. Kamil ingin menstabilkan harga pokok agar antara petani dan penjual dan pembeli sama-sama dimudahkan.
”Baiklah kalau begitu terima kasih informasinya Pak Ujang.”
”Bang Kamil mau nyoba jengkolnya?” tawar Pak Ujang.
Kamil menggaruk tengkuknya merasa bingung buat apa dia jengkol sebanyak itu sedangkan dia tidak memasak selain baunya yang akan menyeruak nanti lidahnya juga tidak familiar dengan jengkol.
”Baiklah Pak, berapa semua biar saya yang bayar," ucap Kamil itu dia lakukan karena tidak tega dengan Pak Ujang yang sedang butuh uang buat berobat anaknya ke rumah sakit.
”Dua setengah juta saja Bang Kamil, jual rugi gak apa karena saya benar-benar butuh sekali uang itu,” ucap Pak Ujang.
”Baik berikan nomor rekeningnya biar saya bayar transfer karena saya tidak membawa uang cash,” jelas Kamil.
Pak Ujang pun memberikan nomor rekeningnya pada Kamil.
"MasyaAllah ini beneran Bang?” ucap Pak Ujang melihat nominal yang dikirimkan Kamil tiga juta.
”Iya semoga anaknya cepat sembuh dan tolong ini nanti jengkolnya bapak bawa ke rumah kontrakan saya saja ya, biar nanti Baron pegawai saya yang mengurusnya.”
”Baik. Makasih ya Bang.”
Kamil segera pergi meninggalkan asar menuju rumah makan padang yang berada di depan pasar. ”Nasi padangnya Bu satu porsi ya, es tehnya satu!”
”Baik.” Pemilik warung segera mengambilkan pesanan Kamil.
Baru saja akan melahap makanannya ponselnya berbunyi panggilan dari Alika mamanya menghentikan kunyahan di mulutnya.
”Hallo Ma, ada menghubungiku?”
”Dasar anak nakal! kemana saja kamu selama ini papamu marah-marah pada mama!”
”Jangan diambil hati Ma, bukankah sudah jadi kebiasannya marah-marah jujur Kamil gak kaget.”
”Astaga anak ini, jangan menyepelekan perkataan papa Nak, mama tidak mau kalian bertengkar terlebih sebentar lagi kakakmu Farhan akan segera menikah dengan Alea jadi tolong jaga hubungan baik yang sedang tercipta.”
”Ma, memangnya Kamil sudah berbuat salah apa selama ini? Kamil merasa tidak pernah melakukan kesalahan apapun jadi tolong mama tidak perlu khawatir soal Kamil karena Kamil bisa kok urus hidup Kamil sendiri.”
”Mama percaya, tolong ya kamu jangan berlama-lama di luar segera balik dan ingat perusahaanmu sangat membutuhkanmu.”
Bip.
Kamil merasa tenggorokannya tersumbat mendengar perkataan Alika tentang perjodohan kakaknya dengan Alea, kenapa gadis itu sangat bodoh mau dijodohkan dengan kakaknya sedang dalam masalah dengan mantan istrinya.
Malik segera pulang setelah menghabiskan sepiring nasi padang, begitu sampai di kontrakannya dia melihat beberapa orang sedang menurunkan jengkol yang tadi dibayar olehnya.
”Bos, jengkol begitu banyak buat apa?” tanya Baron mengingat di kota bosnya tidak pernah makan jengkol.
”Aku juga tidak tahu,” jawab Kamil acuh.
”Bagaimana kalau dibuat rendang jengkol Bang Kamil,” tawar Bu Broto.
”Saya gak bisa Bu, makan aja gak pernah?”
”Hah, yang bener Bang?”
”Iya Bu, enaknya bagaimana ya banyak begini?”
”Bagaimana kalau dipanggilkan Mbak Medina saja biar dia yang mengolahnya dan Bang Kamil yang menjualnya,” usul Bu Broto.
”Good idea, tapi apa dia mau ya Bu?”
”Coba aja sekarang!”
Kamil pun pergi ke rumah Medina berharap wanita itu mau diajak kerja sama mengingat kejadian di minimarket kemarin membuatnya malu.
”Semoga dia bersedia dan tidak lagi marah padaku,” gumam Kamil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
ajeng mardiana
cerita unik... 👍
2023-05-08
2
LISA
Bagus jg ceritanya
2023-05-07
1
Reny Saputro
semangat
2023-04-21
2