END
Lagi lagi dirinya di pertemukan dengan cowok yang ia sukai dulu saat masih mengenakan seragam putih biru.
Cowok pintar yang suka menebar senyuman itu kini tengah duduk memegang sapu ijuk yang terlihat baru.
Baru dilihat dari kejauhan saja Adena dibuat senyam senyum gak jelas. Dirinya tak menyangka bahwa cowok tersebut mendaftar di SMA yang sama dengan dirinya.
Tuk-tuk
Sebuah kertas yang di gulung menyerupai tongkat menghantam dahinya, berdecak kesal Adena menatap cowok tampan berwajah kaku yang tengah menyodorkan sebotol minuman pesanannya.
"Nih cepetan ambil."
Dengan sewot ia mengambilnya lalu dengan rakus meminum air sampai tersisa setengahnya saja.
Tak beberapa lama kemudian tiba tiba saja para anggota OSIS pun mulai memberi pengumuman untuk berkumpul di lapangan kembali.
Adena lantas bangkit berdiri di bantu oleh Rafael , sekilas menepuk nepuk roknya yang sedikit ketempelan debu.
°°°
Kini lapangan di penuhi oleh murid baru yang lengkap dengan peralatan untuk mengikuti MPLS.
Semua murid kelas 11 dan 12 pun tengah menonton mereka dari atas di karenakan kelas mereka berada di lantai 2 .
Cahaya matahari yang begitu terik membuat beberapa murid baru sedikit mengeluh. Untunglah ketua OSIS segera mengkoordinir anggotanya untuk menyuruh murid yang terkena panas matahari ke tempat yang tidak terkena matahari.
Adena yang sedaritadi duduk menempel pada Rafael pun sedaritadi cuman menoleh memerhatikan tempat dimana sang pujaan hati berada.
Bukannya mencatat tulisan yang berada pada layar proyektor, ia malah tersenyum menatap senyuman cowok yang ia sukai tersebut.
Untunglah hari ini adalah hari terakhir MPLS dan tes psikotes sehingga tinggal menunggu dua hari kemudian untuk pengumuman kejurusan.
Dua hari pun berlalu-- Adena yang sudah datang pagi pagi sekali pun kini tengah berkeliling menatap gedung sekolahnya yang memiliki tiga tingkat tersebut.
Sekolah elit berfasilitas lengkap serta berakreditasi A-- membuat Adena merasa bangga pada dirinya karena bisa masuk ke sekolah tersebut.
Sekolahnya jika di lihat menggunakan drone dari atas--membentuk persegi empat dengan lapangan yang dipakai untuk upacara yang berada di tengah.
Satpam serta tukang bersih di sekolahnya sudah berada di sekolah lebih duluan darinya alhasil kini mereka tengah sibuk menjalani tugas mereka masing masing.
Waktu pun berlalu dan perlahan lahan murid serta para guru pun berdatangan.
Berdecak kagum Adena menatap para guru muda yang nampak tampan serta cantik---bukan itu saja , para kakak kelasnya yang benar terlihat keren dengan berbagai gaya ciri khas mereka.
Dengan sopan ia menyapa guru dan beberapa kakak kelas yang melemparinya senyuman. Tak butuh waktu lama manik matanya melihat Rafael yang berada dari kejauhan ---tengah sibuk mengatur rambutnya sembari melihat ke kaca spion motornya.
Sambil tersenyum ia berlari menuju parkiran motor --- karena terlalu bersemangat ia akhirnya terjatuh dengan posisi telungkup mencium paving bKamuck .
Seluruh perhatian orang orang yang berada di parkiran pun tertuju pada Adena termasuk Rafael. Lantas beberapa murid laki laki yang berada dekat Adena pun membantunya bangun dari posisi telungkupnya.
Adena yang malu pun cuman menunjukkan senyum pucatnya lalu mengucapkan terimakasih pada laki laki yang sudah membantunya bangun.
Merasa sakit karena luka di dagu dan beberapa goresan kecil di lutut seta tangannya--lantas ia menatap Rafael dengan wajah melasnya.
Bukan kasihan, Rafael malah tertawa terbahak bahak sambil mengatai Adena.
"Hahaha --ngapain Kamu tadi? Malu maluin aja Kamu hahaha...."
Mendengar ejekan tersebut membuat Adena cemberut lalu segera pergi meninggalkan Rafael yang masih menertawai dirinya.
°°°
"Margaretha Adena Arundati."
Mendengar namanya lantas Adena mengikuti orang yang namanya dipanggil sebelum dirinya --mengingat ia juga tak tahu ruangan kelas X IPA 4 .
"Hai!! Salam kenal, Adena. " sapa Adena saat sudah berada dalam kelas dan menyapa cewek yang tengah duduk sendirian di dekat jendela tersebut..
Perempuan bermata sipit tersebut langsung tersenyum memperlihatkan lesung pipinya dan membalas uluran tangan Adena dengan ramah.
"Salam kenal juga, nama aku Cici."
"Boleh aku duduk di samping kamu?"
Dengan anggukan senang Cici mempersilahkan Adena. Adena pun segera mendaratkan bokongnya di kursi lalu mulai melepaskan tasnya.
Baru saja lewat beberapa menit, tiba tiba saja Adena menutup mulutnya menatap sosok yang baru masuk ke dalam kelas.
Masih tak percaya bahwa ia sekelas dengan cowok manis tersebut.
Segala syukur Adena panjatkan pada Tuhan yang benar benar mengabulkan keinginannya dulu sewaktu SMP dan baru kesampaian saat masuk SMA.
Dapat ia pastikan hari harinya akan benar benar indah.
Setelah itu seorang guru datang membacakan ulang nama nama--memastikan benar benar para siswa yang tidak salah masuk ke dalam kelas.
Tiba tiba saja Rafael muncul di depan pintu sambil melambai pada Adena. Dan ternyata sang sahabat dipindahkan ke kelasnya.
Mendesah kecewa, Adena menatap kesal wajah songong Rafael yang tengah duduk di samping cowok yang disukai Adena.
°°°
"Dena!!"
Ia yang tadinya tengah menunduk menatap sepatunya pun mendongkak lalu mencari asal suara tersebut.
"Dena!! "
"Iya?"sahut Adena sambil menatap Rafael yang tengah berjalan menuju dirinya sambil memegang helm.
"Dijemput ayah kan? KaKamu enggak, bareng Aku aja."
Menggeleng sebentar Adena tersenyum menatap Rafael."Makasih, tapi aku dijemput ayah. "
"Oh kalau begitu,Aku pulang duluan ya? Atau mau Aku temenin?"
Lagi lagi Adena menggeleng. Setelah memastikan dengan benar benar barulah Rafael meninggalkan Adena yang tengah sendirian menunggu di bawah pohon sambil menatap ke arah gerbang sekolah yang berada jauh.
°°°
"Sore om."
Xion dan Adena yang baru keluar dari mobil pun membalas sapaan teman teman tongkrongan Rafael yang kebetulan tengah berkumpul di teras rumah Rafael.
Rafael yang baru keluar dengan nampan berisi beberapa gelas kopi dan toples berisi cemilan di kedua tangannya langsung melambai memanggil Adena setrlah menyimpan nampan di meja.
"Ayah ke dalam,gih sana Rafa panggil tuh."
Adena pun buru buru melepas tas serta sepatunya di bangku depan terasnya lalu berjalan masuk ke rumah Rafael.
"Nih kebetulan Aku mampir beliin buat bunda pas juga inget Kamu suka ini makanya Aku beli double."
Melihat dengan dramatis ia mengambil sekantung berisi seporsi kue terang bulan berisi cokelat itu.
"Aw makasih sayangku~"pekik senangnya membuat Rafael berakting ingin seolah olah ingin muntah.
Langsung saja Adena berlari terbirit birit keluar dari rumah Rafael dengan senyuman lebarnya membuat beberapa teman Rafael menatapnya.
"Temen Kamu cantik Raf."
"Iya,cantik kayak valak."sambung Rafael baru saja muncul masih dengan membawa beberapa snack.
°°°
"Siang bu."sapa Adena pada sosok wanita cantik yang tengah sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.
Tak ada sahutan ataupun senyuman. Sudah biasa Adena dapati sikap dingin ibunya jika sedang berurusan dengan pekerjaannya.
Baru saja beberapa langkah Adena berbalik menatap ayahnya yang muncul dan langsung mencari koran untuk di baca. Melihat ayah dan ibunya yang masih belum juga saling berbincang layaknya pasangan suami istri yang saling mencintai--- membuat suasana rumahnya nampak sepi tak ada canda tawa sama sekali.
Menghela nafas, ia segera melanjutkan langkahnya.
Bruk
Menatap sejenak plafon kamarnya lalu segera beralih pada tiga bingkai foto dimana masing masingnya berisikan foto dirinya dengan sang ayah, satunya lagi dengan ibunya serta satu bingkai lagi berisi foto dirinya serta kedua saudara laki lakinya . Tak ada satupun bingkai berisi foto keluarganya yang lengkap.
Kakak laki lakinya tengah bertugas di luar kota serta adiknya masih belum sadarkan dari koma---mengingat hal itu membuat kepalanya merasa kesakitan lantas ia segera mencari obat yang biasa ia minum.
Terlalu stres juga membuat dirinya bisa bisa masuk kembali ke rumah sakit jiwa, maka dari itu ia tak mau lagi terlalu banyak memikirkan hal hal yang membuat dirinya memiliki depresi.
Baru beberapa menit ia menutup mata, dapat ia rasakan elusan dikepalanya. Ia yang tahu bahwa ibunya tengah mengelus kepalanya itu pun membiarkannya dan jatuh kedalam alam bawah sadarnya tanpa mendengarkan ucapan ibunya.
°°°
[Mansion Rey]
Suara ketukan membuat Gavin beralih dari gitarnya dan menatap cewek cantik berseragam putih abu yang muncul dengan sebuah kotak cantik berwarna merah berukuran besar tak lupa pita berwarna kuning menghiasinya.
"Hbd kak."ucap Kayla sambil mengacak acak rambut kakaknya lalu segera menyodorkan kotak yang ia pegang .
Gavin pun tersenyum lalu segera membukanya ,didalamnya berisi beberapa parfum cowok ,jaket kulit dan dua buah lilin beraroma lavender.
"Makasih hadiahnya."ucapnya sambil menggoyang sebentar lilin beraroma itu.
Kayla pun mengangguk lalu beranjak pergi menuju kamarnya.
Senyuman yang sedaritadi Gavin pertahankan pun luntur berganti tatapan datarnya. Sebenarnya ia sama sekali tak bisa selalu memasang senyumannya , ia bukanlah cowok ramah penuh senyuman namun demi keluarganya--- ia pun mulai berakting seramah mungkin.
Dengan pelan ia menyimpan barang pemberian adiknya lalu segera beralih menatap satu kotak berisi jangka yang berlumuran darah---mengingatnya membuat Gavin sedikit tertawa seperti orang sinting lalu segera menggelengkan kepala dan berlalu pergi dari walk in closet miliknya.
°°°
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments