"Memilikinya adalah halu terindah bagiku."
"Aku mencintainya secara membabi buta,tanpa tau dia hanya akan semakin menjauhiku seperti babi hutan."
Saat ini wanita mungil berambut merah itu tengah berdiri di atas ranjang Rafael dengan gaya seakan akan tengah membacakan puisi. Rafael yang sibuk mengerjakan pr cuman membiarkan manusia halu itu berbicara sendirian bahkan sampai membuat seprai dan bantalnya terlempar kesana kemari.
"Semesta nggak adil deh. Aku mintanya dia jadi pacar aku malah dapat cueknya doang."
"Bukan semestanya yang engga adil, tapi lu-nya yang banyak minta."sambung Rafael membuat Adena yang tengah memeluk guling pun berdecih kesal.
"Kan akunya minta dia, kalau bukan dia aku nggak mau."
"Buka mata,lihat masih banyak cowok yang lebih tampan dari Gavin, seperti aku." Rafael dengan pede menaikkan alisnya memamerkan ketampanannya.
"Halah,udah bosan aku liat muka kamu. Eneg yang ada."ucap Adena melempar kertas yang ia remas membentuk bulat ke wajah Rafael." Kapan ya dia suka aku?"
"Nolak banyak orang, demi satu orang yang gatau hatinya untuk siapa. T**** kan!"dumel Rafael.
"Raf kamu ngomong apa tadi?"tanya Adena mendengar dumelan sang sahabat yang tak jelas.
"Ah enggak,aku lagi ngehafal rumus. Besok kan ulangan agama."elaknya.
"Sejak kapan agama ada rumus? Ngadi ngadi kamu."
"Ah jadi nggak mood deh aku. Siniin buku aku!! Udah dikerjain kan?"
Rafael mendengus sebentar lalu mengangguk mengiyakan.
"Yaudah kalau gitu bye sayangku,cinta badara ,luka luka."
Rafael yang mendengar ucapan nyeleneh Adena cuman bergumam sebagai jawaban. Adena pun segera pergi setelah mengambil buku yang sempat ia beri ke Rafael untuk dikerjakan oleh sahabatnya itu.
Baru saja bersenang senang dari rumah sahabatnya, Adena dibuat menghela nafasnya panjang saat memasuki rumah yang nampak sepi itu.
Dengan pelan ia melangkah menuju kamar kedua orang tuanya dan ternyata ayahnya belum juga pulang dari kantor dan hanya ibunya yang sibuk mengutak atik handphonenya sambil menyandar pada bantal.
"Selamat malam bunda."sapanya dengan memasang senyumnya.
Wanita paruh baya itu sekilas mendongkakkan kepalanya dan membalasnya dengan anggukan saja tanpa mengeluarkan suaranya.
"Aku ke kamar dulu bun."
Tak ada sahutan apapun, Adena pun segera berbalik dan mengubah raut wajahnya yang tadinya ceria berganti menjadi murung lalu segera menyemangati dirinya untuk tak terlalu larut dalam kesedihan.
Dengan pelan ia membuka pintu kamarnya sejenak berhenti menatap dua kamar yang menghimpit kamarnya. Dulu sewaktu abang dan adiknya ada ia tak merasa kesepian jika melihat kedua orang tuanya yang nampak cuek bebek, namun kini terasa sepi melihat kedua kamar yang lampunya biasanya menyala dengan penghuni kamarnya yang melakukan kegiatan mereka masing masing kini cuman ada keheningan dengan kunci kamar yang di gembok.
Menutup mata sejenak menahan perasaan sedihnya yang ingin meluap lalu segera masuk kedalam kamarnya dan membaringkan badan sambil menatap plafon putih itu.
°°°
"Pagi Avinku~"
Gavin yang hendak masuk pun terperanjat kaget lalu segera mengelus dadanya sebentar dan mendorong pelan Adena untuk menghindar dari jalannya.
"Sebentar kita ulangan agama loh. Duduk bersebelahan yuk?"tawar Adena.
"Nggak,makasih."
"Yah~seiman tapi tak seamin, kapan sih kamu peka?"tanyanya sambil menopang dagu menatap cowok manis disebelahnya yang sibuk mengutak atik handphonenya.
"Kapan-kapan."balas Gavin cuek.
"Ouh ya,aku beliin kamu kue. Dimakan ya!!"
Dengan senyuman lebar diwajahnya, Adena menyodorkan kotak berisi kue putu yang nampak masih panas itu. Ia pun segera terpekik senang saat Gavin menerimanya bahkan mengucapkan terimakasih.
Sepanjang jam pelajaran, mata Adena terus terusan mencuri curi pandang pada Gavin sampai sampai Gavin dibuat jengkel.
Bel jam istirahat pun berbunyi, dengan cepat Gavin bangkit hendak keluar dari tempat duduknya namun Adena malah menghalanginya." Barengan yuk?!"
"Minggir nggak? Bikin jengkel aja."sentak Gavin lalu mendorong kasar meja membuat Adena terkejut.
"kamu nggak apa apa kan?"tanya Rafael yang juga melihat begitu kasarnya Gavin mendorong meja.
"Hah?! Ah nggak apa apa. Don't worry honey."cengir Adena membuat Rafael cuman bisa menatapnya dengan tatapan penuh arti.
Tak mau melihat tatapan sang sahabat, Adena lantas menarik tangan Rafael bergegas menuju kantin sambil mempertahankan senyumannya.
°°°
"Udah?"tanya Rafael melihat wajah pucat Adena.
"Khodam aku keluar semua. Keras tai aku ,mau pup aja susah. Anus aku panas jadinya."rengek Adena membuat Rafael menatap sedih sahabatnya yang baru saja selamat dari sakratul maut.
"Makanya banyak banyak makan sayur sama pepaya biar lancar beraknya. Nggak perlu ngeden lagi."nasihat Rafael membuat Adena yang tengah menempelkan kepalanya di meja kantin pun berdecih kesal mendengar sang sahabat yang terus menasehatinya.
"Bacot kamu, gih pesenin buat aku."ucap Adena menyodorkan selembar uang dua puluh ribu.
Setelah Rafael pergi, Adena pun menoleh menatap Gavin yang tengah serius memakan makanannya. Tiba tiba dirinya di landa rasa cemburu melihat kakak kelas yang waktu itu membuat Gavin senyam senyum tak jelas tengah mengacak acak rambut Gavin bahkan dengan genit menelusupkan jemarinya pada sela sela jemari Gavin. Sama sekali tak ada penolakan dari Gavin, bahkan cowok itu sibuk mengunyah makanannya dan membiarkan cewek di sampingnya tengah sibuk dengan jari jari Gavin.
Tatapan Adena terus terusan tertuju pada bangku dimana Gavin berada bahkan Rafael yang sudah menyimpan pesanan dimeja pun ia hiraukan.
"Makan. Dia nggak akan datang suapin kamu."ucap Rafael menepuk nepuk punggung tangan Adena membuat Adena menoleh lalu segera menyantap makanannya.
°°°
"Hai,udah lama ya kita nggak ketemuan. Maklum aku beberapa pekan ini sibuk sama sekolah."
Dengan senyuman manisnya, Adena perlahan duduk di brankar sebelah ranjang sang adik--- menatap ranjang tempat adiknya yang tengah tertidur panjang dengan ventilator yang setia membantunya tetap bernafas,tak lupa selang makanan yang berada di hidung serta infus .
Walau tak dapat respon dari sosok yang tengah terbaring itu, Adena terus terusan berbicara berbagai banyak hal selama seminggu ini. Ia pun sejenak berhenti dari kegiatannya lalu menatap monitor yang menunjukan aktivitas detak jantung sang adik---untunglah tak terjadi apa apa. Ia sedikit trauma mengingat dimana sewaktu ia menjenguk,adiknya tiba tiba saja kejang kejang membuat dirinya dilanda rasa panik.
"Cepat bangun,aku rindu. Maaf kalau selama ini aku jadi kakak yang jahat,aku sebenarnya sayang sama kamu hanya gengsi aja. Cepet sadar,biar kita bisa jalan jalan lagi. Jajan kesana kemari seperti keinginan kamu dulu." Adena terus menggenggam tangan sang adik lalu segera bangkit menciumi dahi adiknya lalu segera keluar dari ruangan itu.
°°°
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments