NovelToon NovelToon

END

[ S A T U ]

Lagi lagi dirinya di pertemukan dengan cowok yang ia sukai dulu saat masih mengenakan seragam putih biru.

Cowok pintar yang suka menebar senyuman itu kini tengah duduk memegang sapu ijuk yang terlihat baru.

Baru dilihat dari kejauhan saja Adena dibuat senyam senyum gak jelas. Dirinya tak menyangka bahwa cowok tersebut mendaftar di SMA yang sama dengan dirinya.

Tuk-tuk

Sebuah kertas yang di gulung menyerupai tongkat menghantam dahinya, berdecak kesal Adena menatap cowok tampan berwajah kaku yang tengah menyodorkan sebotol minuman pesanannya.

"Nih cepetan ambil."

Dengan sewot ia mengambilnya lalu dengan rakus meminum air sampai tersisa setengahnya saja.

Tak beberapa lama kemudian tiba tiba saja para anggota OSIS pun mulai memberi pengumuman untuk berkumpul di lapangan kembali.

Adena lantas bangkit berdiri di bantu oleh Rafael , sekilas menepuk nepuk roknya yang sedikit ketempelan debu.

°°°

Kini lapangan di penuhi oleh murid baru yang lengkap dengan peralatan untuk mengikuti MPLS.

Semua murid kelas 11 dan 12 pun tengah menonton mereka dari atas di karenakan kelas mereka berada di lantai 2 .

Cahaya matahari yang begitu terik membuat beberapa murid baru sedikit mengeluh. Untunglah ketua OSIS segera mengkoordinir anggotanya untuk menyuruh murid yang terkena panas matahari ke tempat yang tidak terkena matahari.

Adena yang sedaritadi duduk menempel pada Rafael pun sedaritadi cuman menoleh memerhatikan tempat dimana sang pujaan hati berada.

Bukannya mencatat tulisan yang berada pada layar proyektor, ia malah tersenyum menatap senyuman cowok yang ia sukai tersebut.

Untunglah hari ini adalah hari terakhir MPLS dan tes psikotes sehingga tinggal menunggu dua hari kemudian untuk pengumuman kejurusan.

Dua hari pun berlalu-- Adena yang sudah datang pagi pagi sekali pun kini tengah berkeliling menatap gedung sekolahnya yang memiliki tiga tingkat tersebut.

Sekolah elit berfasilitas lengkap serta berakreditasi A-- membuat Adena merasa bangga pada dirinya karena bisa masuk ke sekolah tersebut.

Sekolahnya jika di lihat menggunakan drone dari atas--membentuk persegi empat dengan lapangan yang dipakai untuk upacara yang berada di tengah.

Satpam serta tukang bersih di sekolahnya sudah berada di sekolah lebih duluan darinya alhasil kini mereka tengah sibuk menjalani tugas mereka masing masing.

Waktu pun berlalu dan perlahan lahan murid serta para guru pun berdatangan.

Berdecak kagum Adena menatap para guru muda yang nampak tampan serta cantik---bukan itu saja , para kakak kelasnya yang benar terlihat keren dengan berbagai gaya ciri khas mereka.

Dengan sopan ia menyapa guru dan beberapa kakak kelas yang melemparinya senyuman. Tak butuh waktu lama manik matanya melihat Rafael yang berada dari kejauhan ---tengah sibuk mengatur rambutnya sembari melihat ke kaca spion motornya.

Sambil tersenyum ia berlari menuju parkiran motor --- karena terlalu bersemangat ia akhirnya terjatuh dengan posisi telungkup mencium paving bKamuck .

Seluruh perhatian orang orang yang berada di parkiran pun tertuju pada Adena termasuk Rafael. Lantas beberapa murid laki laki yang berada dekat Adena pun membantunya bangun dari posisi telungkupnya.

Adena yang malu pun cuman menunjukkan senyum pucatnya lalu mengucapkan terimakasih pada laki laki yang sudah membantunya bangun.

Merasa sakit karena luka di dagu dan beberapa goresan kecil di lutut seta tangannya--lantas ia menatap Rafael dengan wajah melasnya.

Bukan kasihan, Rafael malah tertawa terbahak bahak sambil mengatai Adena.

"Hahaha --ngapain Kamu tadi? Malu maluin aja Kamu hahaha...."

Mendengar ejekan tersebut membuat Adena cemberut lalu segera pergi meninggalkan Rafael yang masih menertawai dirinya.

°°°

"Margaretha Adena Arundati."

Mendengar namanya lantas Adena mengikuti orang yang namanya dipanggil sebelum dirinya --mengingat ia juga tak tahu ruangan kelas X IPA 4 .

"Hai!! Salam kenal, Adena. " sapa Adena saat sudah berada dalam kelas dan menyapa cewek yang tengah duduk sendirian di dekat jendela tersebut..

Perempuan bermata sipit tersebut langsung tersenyum memperlihatkan lesung pipinya dan membalas uluran tangan Adena dengan ramah.

"Salam kenal juga, nama aku Cici."

"Boleh aku duduk di samping kamu?"

Dengan anggukan senang Cici mempersilahkan Adena. Adena pun segera mendaratkan bokongnya di kursi lalu mulai melepaskan tasnya.

Baru saja lewat beberapa menit, tiba tiba saja Adena menutup mulutnya menatap sosok yang baru masuk ke dalam kelas.

Masih tak percaya bahwa ia sekelas dengan cowok manis tersebut.

Segala syukur Adena panjatkan pada Tuhan yang benar benar mengabulkan keinginannya dulu sewaktu SMP dan baru kesampaian saat masuk SMA.

Dapat ia pastikan hari harinya akan benar benar indah.

Setelah itu seorang guru datang membacakan ulang nama nama--memastikan benar benar para siswa yang tidak salah masuk ke dalam kelas.

Tiba tiba saja Rafael muncul di depan pintu sambil melambai pada Adena. Dan ternyata sang sahabat dipindahkan ke kelasnya.

Mendesah kecewa, Adena menatap kesal wajah songong Rafael yang tengah duduk di samping cowok yang disukai Adena.

°°°

"Dena!!"

Ia yang tadinya tengah menunduk menatap sepatunya pun mendongkak lalu mencari asal suara tersebut.

"Dena!! "

"Iya?"sahut Adena sambil menatap Rafael yang tengah berjalan menuju dirinya sambil memegang helm.

"Dijemput ayah kan? KaKamu enggak, bareng Aku aja."

Menggeleng sebentar Adena tersenyum menatap Rafael."Makasih, tapi aku dijemput ayah. "

"Oh kalau begitu,Aku pulang duluan ya? Atau mau Aku temenin?"

Lagi lagi Adena menggeleng. Setelah memastikan dengan benar benar barulah Rafael meninggalkan Adena yang tengah sendirian menunggu di bawah pohon sambil menatap ke arah gerbang sekolah yang berada jauh.

°°°

"Sore om."

Xion dan Adena yang baru keluar dari mobil pun membalas sapaan teman teman tongkrongan Rafael yang kebetulan tengah berkumpul di teras rumah Rafael.

Rafael yang baru keluar dengan nampan berisi beberapa gelas kopi dan toples berisi cemilan di kedua tangannya langsung melambai memanggil Adena setrlah menyimpan nampan di meja.

"Ayah ke dalam,gih sana Rafa panggil tuh."

Adena pun buru buru melepas tas serta sepatunya di bangku depan terasnya lalu berjalan masuk ke rumah Rafael.

"Nih kebetulan Aku mampir beliin buat bunda pas juga inget Kamu suka ini makanya Aku beli double."

Melihat dengan dramatis ia mengambil sekantung berisi seporsi kue terang bulan berisi cokelat itu.

"Aw makasih sayangku~"pekik senangnya membuat Rafael berakting ingin seolah olah ingin muntah.

Langsung saja Adena berlari terbirit birit keluar dari rumah Rafael dengan senyuman lebarnya membuat beberapa teman Rafael menatapnya.

"Temen Kamu cantik Raf."

"Iya,cantik kayak valak."sambung Rafael baru saja muncul masih dengan membawa beberapa snack.

°°°

"Siang bu."sapa Adena pada sosok wanita cantik yang tengah sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.

Tak ada sahutan ataupun senyuman. Sudah biasa Adena dapati sikap dingin ibunya jika sedang berurusan dengan pekerjaannya.

Baru saja beberapa langkah Adena berbalik menatap ayahnya yang muncul dan langsung mencari koran untuk di baca. Melihat ayah dan ibunya yang masih belum juga saling berbincang layaknya pasangan suami istri yang saling mencintai--- membuat suasana rumahnya nampak sepi tak ada canda tawa sama sekali.

Menghela nafas, ia segera melanjutkan langkahnya.

Bruk

Menatap sejenak plafon kamarnya lalu segera beralih pada tiga bingkai foto dimana masing masingnya berisikan foto dirinya dengan sang ayah, satunya lagi dengan ibunya serta satu bingkai lagi berisi foto dirinya serta kedua saudara laki lakinya . Tak ada satupun bingkai berisi foto keluarganya yang lengkap.

Kakak laki lakinya tengah bertugas di luar kota serta adiknya masih belum sadarkan dari koma---mengingat hal itu membuat kepalanya merasa kesakitan lantas ia segera mencari obat yang biasa ia minum.

Terlalu stres juga membuat dirinya bisa bisa masuk kembali ke rumah sakit jiwa, maka dari itu ia tak mau lagi terlalu banyak memikirkan hal hal yang membuat dirinya memiliki depresi.

Baru beberapa menit ia menutup mata, dapat ia rasakan elusan dikepalanya. Ia yang tahu bahwa ibunya tengah mengelus kepalanya itu pun membiarkannya dan jatuh kedalam alam bawah sadarnya tanpa mendengarkan ucapan ibunya.

°°°

[Mansion Rey]

Suara ketukan membuat Gavin beralih dari gitarnya dan menatap cewek cantik berseragam putih abu yang muncul dengan sebuah kotak cantik berwarna merah berukuran besar tak lupa pita berwarna kuning menghiasinya.

"Hbd kak."ucap Kayla sambil mengacak acak rambut kakaknya lalu segera menyodorkan kotak yang ia pegang .

Gavin pun tersenyum lalu segera membukanya ,didalamnya berisi beberapa parfum cowok ,jaket kulit dan dua buah lilin beraroma lavender.

"Makasih hadiahnya."ucapnya sambil menggoyang sebentar lilin beraroma itu.

Kayla pun mengangguk lalu beranjak pergi menuju kamarnya.

Senyuman yang sedaritadi Gavin pertahankan pun luntur berganti tatapan datarnya. Sebenarnya ia sama sekali tak bisa selalu memasang senyumannya , ia bukanlah cowok ramah penuh senyuman namun demi keluarganya--- ia pun mulai berakting seramah mungkin.

Dengan pelan ia menyimpan barang pemberian adiknya lalu segera beralih menatap satu kotak berisi jangka yang berlumuran darah---mengingatnya membuat Gavin sedikit tertawa seperti orang sinting lalu segera menggelengkan kepala dan berlalu pergi dari walk in closet miliknya.

°°°

[ D U A ]

Seperti biasa Adena tengah menunggu Rafael mengeluarkan motornya dari garasi. Dengan hati hati Adena pun segera menginjak footstep sambil memegang bahu cowok itu.

Ia segera menelusupkan tangannya pada pinggang sang sahabat dikarenakan ia tengah duduk menyamping." Bahaya duduk kek gitu, duduk menghadap depan aja."tiba tiba Rafael bersuara.

Mendengus sebentar ia pun mengikuti ucapan sang sahabat lalu melepas pelukan pada pinggang Rafael.

Motor pun melaju walau pada akhirnya terkena macet untunglah mereka berdua berangkat sedu mengingat Kamukasi sekolah yang lumayan jauh dan setiap pagi pada pukul 7.30 selalu diadakan apel pagi alhasil mereka berdua berangkat pada pukul 6.30.

Untunglah mereka akhirnya sampai pada pukul 7.15. Adena segera bergegas merapikan tatanan rambutnya sambil mengikuti langkah Rafael.

"Pagi."sapa mereka berdua membuat beberapa penghuni kelas pun menyapa balik termasuk Gavin sang pujaan hati yang sempat mendongkak menatap Adena dan Rafael.

"Pagi."sapa Adena pada Gavin dan langsung saja dibalas oleh cowok itu tak lupa dengan senyuman manisnya membuat Adena seketika menarik tas Rafael yang hendak duduk di samping Gavin.

"Apaan sih?! Gak jelas banget Kamu."kesal Rafael karena ia merasa terganggu.

Mau bagaimana lagi?! Dirinya pagi pagi begini disenyumin sama crush ,gimana nggak tersipu malu coba! Rasanya Adena pengen banting diri di lantai namun segera tersadar dan menormalkan kembali eskpresinya saat Gavin menatapnya dengan kerutan di dahi akibat tingkah Adena.

Adena yang kebetulan duduk bersampingan dengan meja Gavin dan Rafael pun cuman bisa tersenyum sambil menopang dagunya mencuri curi pandang pada Gavin yang tengah menatap ke luar jendela.

Bel pun berbunyi, Adena dengan sengaja memperlambat jalannya agar menyamai langkah Gavin yang kebetulan searah dengannya menuju lapangan tempat biasa mereka apel pagi.

"Kenalin, Adena."akhirnya ia memberanikan diri saat berada si barisan.

Gavin yang tengah mencari cari suara cempreng yang ia kenali seketika kaget lalu dengan secepat kilat ia menyambut uluran tangan cewek di sampingnya yang sekelas dengannya itu sambil memberitahu namanya.

Rafael ingin rasanya muntah melihat temannya tengah menciumi tangannya bekas pegangan Gavin. "Aneh banget."gumamnya.

Seluruh murid kelas 12 pun seketika berteriak riuh kala seorang siswi cantik tengah memberi arahan untuk membentuk barisan yang rapi.

"Gila cantik banget."gumam Adena melihat kakak kelasnya yang sangat cantik.

Menoleh sebentar dirinya dibuat lesu saat Gavin tengah tersenyum menatap kakak kelas yang berada di depan bahkan sampai telingannya memerah entahlah mungkin efek terkena sinar matahari namun Adena dibuat insekyur melihat sang kakak kelas tengah mengedipkan matanua nakal pada Gavin.

Disaat Adena dilanda insekyur ,Gavin malah dibuat malu melihat tingkah sang kakak yang terlihat genit padanya bahkan tengah memberinya ciuman dari jauh.

°°°

Hari pun berganti minggu,minggu berganti bulan dan sudah lewat dari 7 bulan Adena menjadi murid SMA Atlanta.

Cewek manis itu tengah berlari lalu segera menyembunyikan dirinya dan setelah guru laki laki yang tengah memegang penggaris kayu panjang itu berlalua ia segera keluar dari persembunyiannya lalu mengelus dadanya.

"Ih gila, horor banget."ucapnya merasa merinding mengingat guru killer itu yang tengah membawa semangkuk berisi cat rambut berwarna hitam.

Bruk

Baru saja membalikkan badannya tiba tiba saja dirinya menabrak tubuh seseorang, Adena segera mendongkak---raut wajah kesalnya berganti menjadi senyuman manis mengetahui sosok yang ia tabrak.

Gavin pun menghela nafas melihat cewek tengil bertubuh pendek sebatas dadanya itu tengah menatapnya sambil tersenyum.

" Eh Avin. Mau kemana?"

Khusus untuk perempuan satu ini, sifat Gavin yang ramah berganti menjadi dingin,jutek cuek hebek. Awal awalnya ia merasa fine fine aja namun semakin kesini ia merasa risih kala terus terusan didekati Adena.

Seperti saat ini dirinya tengah dibuntuti oleh Adena , dengan sengaja ia pergi ke WC ---mengira Adena akan pergi karena malu namun hal tersebut segela buyar saat melihat perempuan itu tengah berdiri dengan bersandar pada tembok bahkan kini melambai lambaikan tangan sambil tersenyum manis.

"Kamu bisa nggak, nggak ngikutin Aku?! Risih Aku jadinya."sentak Gavin memukul tangan Adena yang hendak memegang seragamnya.

Adena pun berdecak memegang tangannya yang terasa perih akibat dipukul oleh Gavin. "Yaelah Gavin, jangan gitu lah sama aku. Aku pengen lihat senyum kamu tau."

"Kamu kok makin cuek bikin aku makim cinta deh. Pacaran yuk?"ajak Adena sambil menyamai langkah kaki Gavin yang panjang.

"Nggak."tolak Gavin mengubah raut wajah cueknya lalu tersenyum ramah menyapa para siswi yang menatapnya.

"Wo-wo-wo-wo-Ah-ya-ya-ya-ya, ya-ya-Wo-wo-wo-wo-Ah-ya-ya-ya-ya, ya-ya

Bukan aku tak tertarik,Dengan kata rayuanmu,Saat matamu melirik,Aku jadi suka padamu,Tiap kali kau bermanja,Gemetar rasa di dada,Ingin kubisikkan cinta,Tapi hati ini malu jadinya" nyanyi salah satu cowok yang tengah memegang sapu untuk dijadikan mig .

"Engkau masih anak sekolah, satu SMA

Belum tepat waktu 'tuk begitu-begini

Anak sekolah datang kembali

Dua atau tiga tahun lagi" semua anak laki laki pun menyambung lagunya secara serempak membuat para siswa dan siswi menoleh menatap mereka yang tengah duduk berkumpul di bawah pohon beringin itu tak lupa beberapa ember tengah mereka pukul sebagai alat musik.

Atensi Adena pun beralih akibat suara nyanyian itu,ia pun tersenyum namun segera tertawa melihat salah satu guru killer tengah datang sambil membawa stick drum membuat perkumpulan itu pun segera lari berhamburan sambil tertawa ngakak. Gavin yang melihat hal itu cuman bisa menggeleng heran lalu mempercepat langkahnya kala Adena tak memerhatikannya namun cewek disampingnya ini juga ikut mempercepat langkah kakinya agar tak ditinggalkan.

"Kok gitu sih? Avin senyum ke aku dong, masa senyumnya sama orang lain. Akunya mau juga disenyumin kamu."lanjut Adena terus mengoceh bahkan sampai duduk pun ia masih mengoceh.

Bel pun berbunyi kini tengah memasuki jam mapel ke 3 yaitu bioKamugi.

Masa bodo dengan cewek ribet di sampingnya, Gavin kini tengah sibuk memerhatikan teman kelasnya yang tengah membaca.

Brak

"Adena." Guru biologi itu pun kini tengah berjalan menuju Adena yang terkejut akibat bunyi pukulan di papan tulis.

"Ganggang dimasukkan ke dalam kingdom?"tanya bu Fina dengan penggaris besinya yang di acungkan ke atas.

"Protista."

"Terdapat empat filum protozoa,coba sebutkan?"

" Ci-ciliata , rhizopoda,flagellata dan sporozoa ."

"Karenia brevis menghasilkan racun?"

"Brevetoksin dan gymnocin A."

Hening

"Bagus." Mendengar ucapan sang guru , Adena langsung ngos-ngosan tidak jelas merasakan jantungnya berdetak begitu kencang akibat tiba tiba ditanyai seperti itu, rasanya ia tengah mengikuti lomba saja.

"Makanya jangan bengong pe'a."

Adena pun menoleh masih dengan memegang dadanya menatap tajam sahabatnya yang merutuki dirinya.

Gavin yang juga menatap Adena pun sedikit tersenyum melihat cewek disampingnya ini tengah memegang dadanya sambil mengipasi wajahnya mungkin efek terkejut menjawab pertanyaan sang guru dengan cepat.

[ T I G A ]

"Memilikinya adalah halu terindah bagiku."

"Aku mencintainya secara membabi buta,tanpa tau dia hanya akan semakin menjauhiku seperti babi hutan."

Saat ini wanita mungil berambut merah itu tengah berdiri di atas ranjang Rafael dengan gaya seakan akan tengah membacakan puisi. Rafael yang sibuk mengerjakan pr cuman membiarkan manusia halu itu berbicara sendirian bahkan sampai membuat seprai dan bantalnya terlempar kesana kemari.

"Semesta nggak adil deh. Aku mintanya dia jadi pacar aku malah dapat cueknya doang."

"Bukan semestanya yang engga adil, tapi lu-nya yang banyak minta."sambung Rafael membuat Adena yang tengah memeluk guling pun berdecih kesal.

"Kan akunya minta dia, kalau bukan dia aku nggak mau."

"Buka mata,lihat masih banyak cowok yang lebih tampan dari Gavin, seperti aku." Rafael dengan pede menaikkan alisnya memamerkan ketampanannya.

"Halah,udah bosan aku liat muka kamu. Eneg yang ada."ucap Adena melempar kertas yang ia remas membentuk bulat ke wajah Rafael." Kapan ya dia suka aku?"

"Nolak banyak orang, demi satu orang yang gatau hatinya untuk siapa. T**** kan!"dumel Rafael.

"Raf kamu ngomong apa tadi?"tanya Adena mendengar dumelan sang sahabat yang tak jelas.

"Ah enggak,aku lagi ngehafal rumus. Besok kan ulangan agama."elaknya.

"Sejak kapan agama ada rumus? Ngadi ngadi kamu."

"Ah jadi nggak mood deh aku. Siniin buku aku!! Udah dikerjain kan?"

Rafael mendengus sebentar lalu mengangguk mengiyakan.

"Yaudah kalau gitu bye sayangku,cinta badara ,luka luka."

Rafael yang mendengar ucapan nyeleneh Adena cuman bergumam sebagai jawaban. Adena pun segera pergi setelah mengambil buku yang sempat ia beri ke Rafael untuk dikerjakan oleh sahabatnya itu.

Baru saja bersenang senang dari rumah sahabatnya, Adena dibuat menghela nafasnya panjang saat memasuki rumah yang nampak sepi itu.

Dengan pelan ia melangkah menuju kamar kedua orang tuanya dan ternyata ayahnya belum juga pulang dari kantor dan hanya ibunya yang sibuk mengutak atik handphonenya sambil menyandar pada bantal.

"Selamat malam bunda."sapanya dengan memasang senyumnya.

Wanita paruh baya itu sekilas mendongkakkan kepalanya dan membalasnya dengan anggukan saja tanpa mengeluarkan suaranya.

"Aku ke kamar dulu bun."

Tak ada sahutan apapun, Adena pun segera berbalik dan mengubah raut wajahnya yang tadinya ceria berganti menjadi murung lalu segera menyemangati dirinya untuk tak terlalu larut dalam kesedihan.

Dengan pelan ia membuka pintu kamarnya sejenak berhenti menatap dua kamar yang menghimpit kamarnya. Dulu sewaktu abang dan adiknya ada ia tak merasa kesepian jika melihat kedua orang tuanya yang nampak cuek bebek, namun kini terasa sepi melihat kedua kamar yang lampunya biasanya menyala dengan penghuni kamarnya yang melakukan kegiatan mereka masing masing kini cuman ada keheningan dengan kunci kamar yang di gembok.

Menutup mata sejenak menahan perasaan sedihnya yang ingin meluap lalu segera masuk kedalam kamarnya dan membaringkan badan sambil menatap plafon putih itu.

°°°

"Pagi Avinku~"

Gavin yang hendak masuk pun terperanjat kaget lalu segera mengelus dadanya sebentar dan mendorong pelan Adena untuk menghindar dari jalannya.

"Sebentar kita ulangan agama loh. Duduk bersebelahan yuk?"tawar Adena.

"Nggak,makasih."

"Yah~seiman tapi tak seamin, kapan sih kamu peka?"tanyanya sambil menopang dagu menatap cowok manis disebelahnya yang sibuk mengutak atik handphonenya.

"Kapan-kapan."balas Gavin cuek.

"Ouh ya,aku beliin kamu kue. Dimakan ya!!"

Dengan senyuman lebar diwajahnya, Adena menyodorkan kotak berisi kue putu yang nampak masih panas itu. Ia pun segera terpekik senang saat Gavin menerimanya bahkan mengucapkan terimakasih.

Sepanjang jam pelajaran, mata Adena terus terusan mencuri curi pandang pada Gavin sampai sampai Gavin dibuat jengkel.

Bel jam istirahat pun berbunyi, dengan cepat Gavin bangkit hendak keluar dari tempat duduknya namun Adena malah menghalanginya." Barengan yuk?!"

"Minggir nggak? Bikin jengkel aja."sentak Gavin lalu mendorong kasar meja membuat Adena terkejut.

"kamu nggak apa apa kan?"tanya Rafael yang juga melihat begitu kasarnya Gavin mendorong meja.

"Hah?! Ah nggak apa apa. Don't worry honey."cengir Adena membuat Rafael cuman bisa menatapnya dengan tatapan penuh arti.

Tak mau melihat tatapan sang sahabat, Adena lantas menarik tangan Rafael bergegas menuju kantin sambil mempertahankan senyumannya.

°°°

"Udah?"tanya Rafael melihat wajah pucat Adena.

"Khodam aku keluar semua. Keras tai aku ,mau pup aja susah. Anus aku panas jadinya."rengek Adena membuat Rafael menatap sedih sahabatnya yang baru saja selamat dari sakratul maut.

"Makanya banyak banyak makan sayur sama pepaya biar lancar beraknya. Nggak perlu ngeden lagi."nasihat Rafael membuat Adena yang tengah menempelkan kepalanya di meja kantin pun berdecih kesal mendengar sang sahabat yang terus menasehatinya.

"Bacot kamu, gih pesenin buat aku."ucap Adena menyodorkan selembar uang dua puluh ribu.

Setelah Rafael pergi, Adena pun menoleh menatap Gavin yang tengah serius memakan makanannya. Tiba tiba dirinya di landa rasa cemburu melihat kakak kelas yang waktu itu membuat Gavin senyam senyum tak jelas tengah mengacak acak rambut Gavin bahkan dengan genit menelusupkan jemarinya pada sela sela jemari Gavin. Sama sekali tak ada penolakan dari Gavin, bahkan cowok itu sibuk mengunyah makanannya dan membiarkan cewek di sampingnya tengah sibuk dengan jari jari Gavin.

Tatapan Adena terus terusan tertuju pada bangku dimana Gavin berada bahkan Rafael yang sudah menyimpan pesanan dimeja pun ia hiraukan.

"Makan. Dia nggak akan datang suapin kamu."ucap Rafael menepuk nepuk punggung tangan Adena membuat Adena menoleh lalu segera menyantap makanannya.

°°°

"Hai,udah lama ya kita nggak ketemuan. Maklum aku beberapa pekan ini sibuk sama sekolah."

Dengan senyuman manisnya, Adena perlahan duduk di brankar sebelah ranjang sang adik--- menatap ranjang tempat adiknya yang tengah tertidur panjang dengan ventilator yang setia membantunya tetap bernafas,tak lupa selang makanan yang berada di hidung serta infus .

Walau tak dapat respon dari sosok yang tengah terbaring itu, Adena terus terusan berbicara berbagai banyak hal selama seminggu ini. Ia pun sejenak berhenti dari kegiatannya lalu menatap monitor yang menunjukan aktivitas detak jantung sang adik---untunglah tak terjadi apa apa. Ia sedikit trauma mengingat dimana sewaktu ia menjenguk,adiknya tiba tiba saja kejang kejang membuat dirinya dilanda rasa panik.

"Cepat bangun,aku rindu. Maaf kalau selama ini aku jadi kakak yang jahat,aku sebenarnya sayang sama kamu hanya gengsi aja. Cepet sadar,biar kita bisa jalan jalan lagi. Jajan kesana kemari seperti keinginan kamu dulu." Adena terus menggenggam tangan sang adik lalu segera bangkit menciumi dahi adiknya lalu segera keluar dari ruangan itu.

°°°

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!