The Big Boss For A Countess

The Big Boss For A Countess

Awal Segala Konflik

Kupersembahkan novel ini untuk Almarhum Sahabatku.

Nama panggilanmu kupinjam ya Jeng.

Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan meringankan alam kuburmu.

Al Fatihah,

Aamiin.

**

BRAKK!!

"Astaghfirullah Ya Tuhan!!" seru Contessa sambil melompat ke belakang dan memegangi tasnya berusaha berlindung.

Sementara Kepala SDI, Bu Lilyana berusaha melindungi Contessa dengan tangan kanannya yang terentang.

"Goblok kamu!! Yang begini masih tidak mengerti juga?! Harus saya juga yang selesaikan hah?!" Terdengar sebuah teriakan menggema dari dalam ruangan.

"Bu-bu-bu Lily?" sambil gemetaran Contessa memeluk tangan Bu Lily dan memandang ngeri ke ruangan di ujung lorong.

Bu Lily, yang merasa tak enak sudah menyuguhkan situasi mencekam untuk anak baru seperti Contessa hanya bisa tersenyum masam. Ia menepuk-nepuk tangan Contessa mencoba menghiburnya.

"Pak Damaskus sebenarnya baik kok Tess, kalau kamu mengikuti aturannya," desis Bu Lily dengan suara pelan.

"Hah?! Memang aturannya seperti ap-"

"Keluar kamu semua!! Manusia-manusia nggak berguna!! Percuma saya gaji kalian kalau nggak bisa kerja!!"

Terdengar teriakan lagi, lalu tak menunggu waktu lama, dari dalam pintu besar itu berhamburan belasan orang berjas rapi dan wajah kuatir mereka. Mereka berlomba-lomba berlarian menghindar dari ruangan mewah itu.

Ruangan dengan papan nama keemasan,

...'Presiden Direktur'...

...PT. Argadhing Corporation....

...Damaskus Prabasampurna....

Perusahaan mewah ini main corenya bergerak di bidang Jasa alat berat dan tambang batu, dengan beberapa anak perusahaan yang bergerak di bidang property dan tranportasi.

Dan dari belakang mereka, muncul pria dengan janggut putih dan tatapan mata tajam. Tubuh pria itu tegap dan kemejanya dilipat sampai siku, memperlihatkan jalinan tato dengan gambar mengerikan di sepanjang lengannya, dan otot besar yang bersembulan dihiasi urat-urat yang terukir.

Tubuh itu tinggi besar, tampak tidak sesuai dengan janggut dan rambut putihnya.

Pria itu melihat ke arah Lily dan memicingkan mata ke Contessa, "Mau apa kamu?" suaranya besar dan menggema.

Lilyana yang sudah bekerja di perusahaan itu selama hampir 20 tahun, tersenyum semanis mungkin sambil menyembunyikan rasa dongkolnya, "Tidak jadi Pak," katanya cepat sambil balik badan.

"Heh! Enak saja mau lari! Saya sudah terlanjur bertanya ini!"

"Kelihatannya bapak sedang sibuk, bisa ditunda kok Pak,"

"Kamu?" tanya Damaskus sambil memiringkan kepala menatap Contessa yang semakin menyembunyikan dirinya di punggung Bu Lily.

"Hanya sekretaris baru Pak Dam," Kata Bu Lily sambil dengan lembut menarik Contessa ke depannya untuk menemui calon Bossnya itu dengan lebih resmi. "Dia baru saja menyelesaikan masa trainingnya,"

Contessa mau tak mau maju ke depan. Hanya berjarak satu meter dari sosok tinggi itu. Perlahan ia angkat wajahnya untuk menatap atasanya. Yang ia lihat pertama kali adalah sepatu kulit buaya berwarna hitam yang menyentuh lantai granit hitam, lalu celana bahan yang tampak mahal berwarna hitam. Waist hitam dengan ornamen rantai di kantongnya, tangannya yang dipenuhi tatto diselipkan di kedua kantong celananya. Jam tangan silver yang besar terhias di salah satu tangannya, lalu kemeja biru yang tampak ketat di tubuhnya. Tatto sampai lehernya yang terbuka. Ia tidak mengenakan dasi. Kancing dibuka sampai ke pangkal leher.

Dan janggut panjang berwarna keabuan.

Berapa usia pria ini…? Begitu pikir Contessa. Mungkin lebih dari 50 tahun dilihat dari warna rambutnya. Tapi tubuh pria itu terjaga dengan baik bagaikan anak muda berusia 20an.

Jambang yang juga keabuan, dan raut wajah yang tegas menatapnya setajam elang bagaikan terganggu dengan keberadaan Contessa di sini.

Dan saat itu Contessa menyadari kenapa pria itu merasa terganggu.

Karena ia juga begitu.

Contessa kaget dan membeku di tempatnya.

Pikirannya langsung dipenuhi umpatan penyesalan.

Sial! Sial! Sial! gumamnya berulang-ulang.

Masa lalu langsung membayanginya. Ia ingat wajah itu.

Seketika kakinya langsung gemetaran menyadari kalau ia saat ini berada di dalam lorong gelap, dengan api membara mengejarnya dari belakang. Ia lari tak tentu arah dan api itu terus mengejarnya.

"Kamu…" gumam Damaskus yang menatap Contessa dengan raut wajah sulit diartikan. Antara prihatin tapi juga mengandung rasa malu.

"Contessa ini salah satu kandidat yang terpilih hanya 5 orang, Pak," kata Bu Lily.

Mengikuti ujian masuk perusahaan ini lumayan sulit. Apalagi mereka di karantina seminggu di puncak untuk mengikuti pendidikan khusus. Dari 150 orang yang mendaftar, yang lolos kualifikasi akhir hanya 5 orang ini.

Dan dari 5 orang, semua disebar untuk menempati divisi sesuai bidangnya masing-masing. Contessa yang santun, cerdas dan manis ditempatkan untuk jabatan bergengsinya. Sekretaris Presiden Direktur.

"Bawa dia ke ruangan saya," sahut Pak Damaskus sambil menerima file data diri Contessa dari Bu Lily.

"Berdoa ya," bisik Bu Lily sambil menggiring tubuh mungil Contessa untuk masuk ke dalam ruangan Damaskus, dan ia menutup pintu itu dari arah luar.

Walau pun sebenarnya Contessa ingin lari saja karena dadanya semakin terasa sesak.

**

Tinggallah di ruangan itu Contessa berdua bersama Damaskus.

Pria dengan rambut ke-abuan itu berdiri bersandar di tepian meja dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

Dengan tajam ia menatap Contessa. Pandangannya menyelidik.

"Sehat kamu?" tanya pria itu tanpa basa-basi.

Kalimat yang membuat Contessa memejamkan matanya.

Dalam benaknya menari-nari adegan demi adegan yang telah ia lakukan bersama pria di depannya ini, yang menurutnya sangat memalukan kalau diingat kembali.

Saat itu Contessa hilang kendali, dan Pria ini meladeninya. Uang jadi motifnya, dan ia diberikan yang ia mau.

Karena memang ia yang menyerahkan dirinya dengan sukarela.

Kini, kakinya gemetaran dan tangannya sangat dingin.

Ia tak ingin ada di sini.

Ia ingin pergi saja.

Naif sekali aku tidak memeriksa terlebih dulu siapa orang di balik perusahaan ini! Bodoh sekali aku! Pikirnya menyesal.

"Kalau… Bapak tidak berkenan saya ada di sini, saya akan resign dan mengganti biaya ganti rugi training saya kemarin," gugup Contessa sambil mundur selangkah.

"Seperti biasa kamu berspekulasi sendiri," gumam Damaskus sambil mengelus janggutnya. Bibirnya menyunggingkan senyum sinis.

Tapi dia bilang, 'seperti biasa'. Seakan Damaskus sudah lama mengenal Contessa. Padahal pertemuan mereka hanya 3 kali. Itupun minim percakapan.

"Ayah kamu sehat?" tanya Damaskus sambil berdiri bersandar di tepi meja kerjanya.

Contessa hanya berdiri dan tak menjawab. Ia hanya bisa menunduk.

Sekarang rasanya ia merasa sangat pusing.

"Saya lihat usaha kalian sudah berkembang lumayan pesat. Asalkan Ayah kamu tidak memakai metode lamanya dan tetap bekerja dengan jujur, saya pikir keadaan akan semakin membaik,"

"Saya pulang saj-"

"Contessa,"

Astaga! Dia bahkan ingat namaku!! Umpat Contessa dalam hati.

Contessa berhenti karena tangannya tertahan, Damaskus meraih dan menggenggamnya, bagaikan menangkap layangan yang pernah lepas dari benangnya.

"Masa lalu hanya masa lalu, kan? Seperti yang sudah kita sepakati," desis Damaskus.

"Karena itu, lebih baik saya pergi," desis Contessa sambil menepis tangan Damaskus.

"Saya butuh sekretaris, dan kamu kandidat yang dianggap mumpuni,"

"Masih banyak orang yang seperti saya,"

"Nurut saja kamu,"

Contessa menoleh ke arah Damaskus dengan mata membesar, "Sekarang bapak ini mengancam saya?! Kita sama-sama malu kalau skandal itu keluar loh Pak!"

"Saya sudah biasa dengan pemberitaan nyeleneh,"

"Tapi saya tidak terbiasa!" Contessa cukup trauma saat melihat ayahnya mengenakan seragam orange yang disematkan oleh KPK. Semua akibat gugatan PT. Praba Adidaya, Tbk.

Yang ternyata adalah anak usaha PT ini.

Semua dikendalikan oleh satu orang mantan preman jalanan. Damaskus Prabasampurna.

"Tolong, Pak… Biarkan saya pergi," desis Contessa.

"Contessa, hanya seperempat dari jumlah itu yang saya anggap lunas,"

"Kenapa baru sekarang bapak mengungkit hal itu? Tidak ada statement ini saat dulu. Saya pikir semua sudah lunas dengan saya menyerahkan diri saya,"

"Yaaa, karena itu kamu di terima di sini. Untuk melunasi semuanya,"

Contessa ternganga.

"Kamu pikir jabatan kamu yang sekarang ini sesuai dengan fresh gradute macam kamu? Walau pun nilai tes kamu tertinggi, saya masih bisa memilik kandidat nomor 1 dan 2 yang sudah berpengalaman bertahun-tahun di urusan administrasi,"

"Ayah saya bilang kalau-" Contessa pun terdiam. Lalu ia sampai pada suatu kesimpulan. "Kalian bersekongkol,"

Ia sangat marah saat ini.

Teringat saat ayahnya, Adiwilaga menyerahkan ponselnya, menyuruhnya untuk mencoba melamar pekerjaan di PT. Argadhing Corporation.

"Sejak kapan ayah saya tahu?" bibir Comtessa bergetar saat mengucapkan kalimat ini.

Damaskus menghela nafas dan menatap jendela di samping, "Dari awal…"

"Apa?!" mata bening Contessa kembali membesar. "Bagaimana kalian tega-"

"Dia bukan ayah kandung kamu, tentu saja dia tega,"

"Tapi hubungan kami selama ini baik-baik saja, saya bahkan menyerahkan diri saya supaya kalian mencabut tuntutan!"

"Kamu masih terlalu naif terhadap dunia ini, Contessa," desis Damaskus. "Kamu pikir diri kamu cukup untuk 250 miliar? Kamu menutupi seperempatnya saja sudah dianggap tinggi,"

"Nilai apa yang cukup untuk menutupi harta duniawi sejumlah itu? Tidak pernah cukup karena dikendalikan oleh orang-orang tamak seperti bapak ini,"

"Orang bisa saling membunuh untuk 1 miliar. Anak bunuh ibu, ayah bunuh anak, saudara saling menghabisi,"

"Bisnis dan masalah bertahan hidup, adalah urusan yang berbeda," geram Contessa.

"Bisnis ini saya dirikan dengan tumpah darah saya. Hidup saya di sini. Anggap saja semua itu sama. Dan dengan ringannya Ayah kamu selewengkan, ia sudah melangkahi harga diri saya. Sesuatu yang kamu tak miliki,"

"Apa…" emosi Contessa meledak-ledak. Hampir saja keluar dari mulutnya makian-makian. Ia kini sedang direndahkan. "Saya berniat menjauh dari bapak justru karena saya masih memiliki harga diri!"

"Contessa, dengan bekerja di sini, hutang Adiwilaga saya anggap lunas setengahnya. Kamu juga masih diberikan gaji sesuai standar setiap bulannya. Jadi buang anggapan kalau kami menganggapmu barang,"

"Untuk apa Bapak melakukan semua ini?!" pekik Contessa tak sabar.

Damaskus menarik nafas panjang, lalu melipat kedua lengan di depan dadanya. Dengan sendu ia menatap Contessa, "Saya suka kamu, itu saja alasannya,"

Contessa hanya bisa terdiam sambil terpana. Ia bahkan memiringkan kepalanya karena tak percaya dengan yang barusan ia dengar.

"Pokoknya, bekerja saja sebaik mungkin di sini. Tapi…" Damaskus pun merendahkan suaranya, "Kalau belum 2 tahun kamu berniat resign atau kabur, saya akan memburu keluarga kamu. Nyawa mereka berada di tangan kamu. Mengerti?"

***

Terpopuler

Comments

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

Sadis sekali, tp Mas Yan masih jadi favorit aku...
maaf ya Pak'Dam🙏😁

2024-08-19

0

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

Langsung to the point aja dong pak'Dam kan jadinya gak muter-muter, bikin emosi aja...
kalo langsung bilang "Aku tresno Karo koe" kan kelar...
🤭

2024-08-19

0

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

Masa lalu...😁
Kaya lady sama mas yan ya

2024-08-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!