Para Sekretaris Sang Big Boss

Contessa berdiri sambil menatap para laki-laki yang berada di ruangan itu.

Dan entah kenapa, semua yang ada di ruangan itu juga menatap Contessa lekat-lekat.

Terlihat dari papan nama di depan ruangan, ini adalah ruangan sekretaris pribadi Damaskus. Di sebelah ruangan itu ada jendela besar yang mengarah ke ruangan Damaskus. Kacanya bisa diatur, mau buram atau bening melalui sistem dari ruangan Damaskus.

Ini sebabnya ruangan ini tidak terlihat dari kantor Damaskus tadi.

Dan ruangan ini tidak terlihat seperti normalnya kantor. Seluruh ornamen bergaya klasik danmewah, dengan lampu kristal besar di atas plafon. Meja dan kursi berada di sisi dinding, namun masing-masingnya penuh berisi benda-benda tak jelas seperti botol minuman keras, mesin-mesin aneh, koleksi pedang, bahkan tumpukan uang.

Kalau ditemukan obat terlarang atau senjata, Contessa mungkin tak heran lagi.

Udara di sekeliling mereka tercemar asap rokok.

Ada sekitar 4 orang di dalam ruangan Sekretaris. Dan penampilan mereka tidak seperti orang-orang yang menghambur dari ruangan Damaskus tadi pagi. Yang ini sangat berbeda.

Sofa besar berderet di tengah dan layar tv raksasa menampilkan banyak gambar yang terpecah-pecah bagaikan CCTV dalam satu layar. Dan orang-orang itu sedang berkumpul di atas sofa. Dan Contessa berani bersumpah, samsak-samsak tinju yang berderet di belakang sana bergerak bagaikan ada sesuatu yang hidup di dalamnya.

“Boss?” tanya salah satunya ke Damaskus, “Cewek ini kan yang waktu itu, bukan?”

Damaskus hanya menggeram sambil maju ke depan dan duduk di salah satu sofa sambil menggunting ujung cerutunya. Dengan santai ia menatap Contessa dan berujar, “Ini rekan-rekan sesama sekretaris kamu, tapi mereka lebih banyak mengurusi masalah teknis,”

Dalam hal ini Contessa langsung berpendapat kalau mereka ini adalah... para tukang pukul Damaskus. Dan sepertinya Contessa pernah melihat mereka.

“Jadi kamu mengerti kan kenapa saya butuh sekretaris yang mengerti masalah administrasi?” ujar Damaskus lagi.

Dengan gugup, Contessa mengamati sekelilingnya.

Orang-orang ini... bagaikan preman dipakaikan kostum CEO.  Di balik kemeja mereka tergambar banyak ukiran mengerikan, banyak luka, wajah mereka penuh tindik, gaya rambut mereka aneh. Tidak ada cela untuk keanggunan.

Mereka tampak sangar, tampak jahat, dengan aura kriminal yang kuat.

“Ya Pak, karena yang bapak miliki hanya bodyguard,” gumam Contessa sambil mundur mendekat ke arah Damaskus.

Dalam hal ini, ia beranggapan lebih baik diapa-apakan Damaskus daripada harus berhadapan dengan preman-premannya.

“Heh!!” Damaskus berujar ke orang-orangnya dengan tegas, “Ini punya saya, jangan pegang-pegang ya!”

“Kehehehehehe,” kekeh mereka geli.

“Nggak lah Boss, kita belom mau mati. Paling gr3pe dikit,”

“Kamu dengar? Mereka nggak takut sama saya,” kata Damaskus ke arah Contessa, “Jadi lebih baik kamu jauh-jauh,”

“Ruangan saya?”

“Kamu kerja di dalam kantor saya,”

“Cieeee,” seru semua menggoda Damaskus, “ini sih bakal istri muda,”

Dengan sebelah kakinya Damaskus mengangkat nakas di sebelahnya dan menendangnya ke arah Si Sekretaris.

BRAKK!!

Meja itu menghantam tubuh salah satu sekretaris, lalu terpental ke dinding karena ditangkis.

“Sedikit lagi ngebacot, kamu udah di dalam sana, jadi bahan latihan golf saya,” Damaskus menunjuk ke arah samsak di ujung ruangan.

“Sori Boss, Ehem!” desis si sekretaris sambil memegangi sikutnya yang berlumuran darah karena kulitnya sobek terkena lemparan nakas.

“Saya bilang jangan pegang ya JANGAN DIPEGANG. Ngerti nggak otakmu itu? Hah?!” hardiknya.

“Ya Boss,” desis semua. Tapi tetap sambil menyeringai nakal ke arah Contessa.

Pandangan mereka yang nyalang seakan berniat melahap Contessa hidup-hidup tak peduli larangan Bossnya.

“Sambil nunggu Lily menata meja kamu, santai-santai saja di sini. Saya mau meeting,” kata Damaskus sambil beranjak.

“Hah? P-Pak??” Contessa langsung panik.

“Mereka udah jinak kok, tapi kayaknya lagi mabok aja. Ada apa-apa tembak aja, bisa pakai pistol kan?”

“Ya nggak lah Pak! Saya kan orang awam!”

“Tinggal geser kunci pinnya, kokang, tekan pelatuknya. Pastikan pistolnya mengarah ke lantai saat kamu buka kuncinya ya-“

“Bapak mau jelaskan sampai satu buku saya tetap tidak mengerti!” seru Contessa panik sambil berjalan ke arah Damaskus meminta untuk ikut dengannya.

Tapi salah satu sekretaris menghalanginya di depan pintu, sehingga mau tak mau ia harus menghentikan langkahnya secara mendadak.

Dada Contessa yang membusung menabrak perut pria di depannya. Contessa mundur sambil langsung menutupi dadanya dengan tasnya.

Tapi di belakangnya, sudah ada orang yang mengepungnya.

Contessa terjebak di tengah-tengah.

“Wah... ternyata kamu kalau dilihat dari jarak dekat cantik banget ya, waktu itu aja pas gayanya masih polos udah manis banget, sekarang udah mateng nih,” Pria di depan Contessa menunduk agar wajahnya sejajar dengan gadis itu.

Gayanya ala-ala Mafia Korea, Namanya Artemis. Tentu saja bukan nama sebenarnya. Mereka ini residivis dan orang jalanan, akan berbahaya bagi eksistensi mereka kalau nama mereka yang asli terungkap. Bisa-bisa perusahaan Damaskus dibilang kumpulan para preman dan diperiksa pemerintah.

“Pegang nggak boleh,” pria di belakang Contessa, namanya Baron, berbisik tepat di sebelah telinga Contessa. Bau alkohol yang menyengat langsung menyerang hidung Contessa. “Tapi cium boleh kan ya?” bisik Baron sambil menjilat daun telinga Contessa.

Contessa memekik sambil menghindar dan menepis dada Baron, namun sia-sia. Tenaga pria-pria di sana sekokoh dinding batu.

“Brengsek!” jeritnya ketakutan.

Pria yang lengannya robek terkena hempasan nakas tadi, dengan tubuhnya yang tinggi mendesak Contessa ke dinding, diapit tubuhnya yang menekan erat tubuh mungil Contessa. Bahkan beratnya tak lebih dari 45 kg dan tingginya hanya 155cm, bagaimana ia bisa melawan makhluk tinggi besar yang sehari-harinya berkutat dengan kekerasan.

Griffin, nama si preman, mengendus rambut Contessa dalam-dalam, “Wooh, dia lebih wangi dari yang terakhir  gue inget,” ia menunduk untuk menempelkan dahinya ke dahi Contessa agar gadis itu mendongak ke arahnya, “lo bener, kayaknya setelah diperawanin si Boss udah mateng nih, bisa lah kita garap seharian,”

“Nggak usah macem-macem bro,” desis Artemis sambil menyundut rokoknya, “Tangan lo hampir ilang. Gue nggak mau ntar harus diperintah buat ngegiring lo arena ya,”

“Ck!” decak Griffin sebal. “Sekal-kali gue pingin steak... suguhannya ayam broiler melulu,”

“Steak bekas Boss, tapi hehehehehe,” gumam Artemis.

Diringi dengan suara tawa Baron dan Griffin.

“Cuy, target udah dateng nih,” Ivander, pria yang dari tadi duduk di sofa dan serius dengan laptopnya, beranjak dan menuju ke meja yang memaparkan koleksi katana. Ia memilih salah satunya dan memeriksa isinya, “Kayaknya kurang tajem buat nyabet kuman,” ia mengernyit tak yakin.

“Harus dimatiin atau bagaimana?” tanya Artemis.

“Nggak sih, perintahnya dibuat lumpuh,”

“Ya jangan tajem-tajem dong, pakai yang tumpul aja biar lebih kerasa, hehehehe,”

Semua terkekeh dan akhirnya melepaskan Contessa yang langsung terduduk di lantai dengan lemas.

“Sayang banget dia milik Boss,” desis Griffin sambil menjilat bibirnya tanda ia sangat lapar akan wanita.

“Dorong sekali juga pingsan, apa enaknya sih, badan krempeng begitu,” Ivander menyampirkan katana di bahunya dan terkekeh sambil keluar ruangan.

“Baik-baik ya di sini, kerja yang rajin, khehehehe,” Kata Artemis sambil menyelipkan laras pendek ke pinggangnya.

Baron mengerling ke arah Contessa sambil mengiktui Artemis keluar ruangan.

“Eh, Princess,” Griffin berlutut sambil menatap Contessa, “Kamu boleh liat-liat ruangan di sini, tapi jangan sentuh samsak di sana ya. Itu isinya jaminan. Hidup mereka tergantung pembayarannya lancar atau enggak, ya? Sip!” katanya sambil mengambil tongkat baseball yang di ujungnya kehitaman, kemungkinan noda darah yang dibiarkan terlalu lama sampai warnanya berubah.

Ruangan itu tampaknya tidak benar-benar hening saat semua sudah keluar dari sana. Contessa masih bisa mendengar suara rintihan dari ujung ruangan. Tempat jajaran samsak digantung.

“Ini perusahaan apa sih?!” tangisnya sambil berusaha berdiri dan kabur dari sana, menuju ruangan SDI untuk menenangkan dirinya dan minta minum.

Terpopuler

Comments

Wandi Fajar Ekoprasetyo

Wandi Fajar Ekoprasetyo

serem serem sedep ini ....../Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2025-02-14

0

Renesme

Renesme

Aiish serem amat Pak Sampurna. Mafia seksoi 😅

2025-01-12

0

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

Beneran manusia yang d jadiin samsak😭

2024-08-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!