Tambang Batu

Damaskus Prabasampurna berjalan di atas tanah berpasir yang keras, di sekelilingnya terhampar pegunungan batu yang gersang.

Sepatu kulit sapinya terasa ringan menahan beban tubuh seberat 85 kg. Besar dan kuat dengan tinggi hampir 2 meter. Kacamata hitamnya mengarah ke depan dan cangklong di bibirnya mengeluarkan asap yang beraroma tembakau yang kental.

Di bawah kakinya kini, ada beberapa orang terkapar.

Tubuh mereka penuh lebam dan luka.

Ivander, salah satu anak buah Damaskus yang memiliki kemampuan tak biasa di hal-hal berbau teknologi, memeriksa gambar tangkapan beberapa kamera yang ia tanam di antara batu-batu. Kamera itu kuat, tahan banting, water proof dan saat excavator menghancurkan batu itu letak kamera itu ditanam, kamera itu tidak akan hancur.

Dan kedatangan Damaskus kemari karena kamera Ivander merekam adanya aktifitas mencurigakan.

Setiap orang yang ada di pertambangan sudah hafal dengan alat-alat mekanis sang penemu. Saat menemukan alat yang tercecer biasanya mereka mengumpulkannya di satu drum agar saat Ivander kembali ke area tambang bisa ia letakkan kembali di area tersembunyi.

Masalahnya letak alat itu hanya Ivander yang tahu.

Seringkali alat itu bahkan terpasang di kendaraan angkut mereka.

Seperti yang saat ini terjadi, area tambang seperti ini pasti ada saja pekerja nakal yang menyusupkan satu Dump Truck berisi material batu Gamping (batu ini digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan semen Portland yang berguna sebagai bahan perekat pada adukan atau spesi) untuk didistribusikan ke perusahaan lain.

“Orang sering salah sangka ke saya,” kata Damaskus dengan suaranya yang berat. Dagunya masih terangkat dan matanya masih menatap lurus. Tidak ke arah orang-orang yang terkapar di kakinya, namun karena terbiasa dengan situasi seperti itu tanpa memandang pun ia sudah tahu keadaannya seperti apa.

“Dikira kalau orang butuh bantuan saya pasti akan tolak dengan kejam atau bersikap licik, atau memanfaatkan situasi yang ada,”

Di antara orang-orang tak berdaya itu, ada satu yang mengenakan seragam perusahaannya, tanpa luka, berlutut dengan gemetaran sampai terkencing-kencing.

“Terutama bantuan keuangan, orang pikir saya preman yang sering mematok bunga tinggi, rentenir atau apalah itu,” gumam Damaskus lagi.

Lalu dia mencebik, “Hei Baron, memang saya seperti itu?”

Baron yang sedang memeriksa kondisi satu per satu orang yang luka mengangkat wajahnya dan mengernyit, “Iya Boss?” ia bahkan tak yakin jawabannya.

“Kamu di sini saya gaji kan ya? Bukan kerja paksa?!” Damaskus tampak sebal dengan jawaban Baron.

“Ya worth it lah antara gaji dan pekerjaan,” desis Baron lagi.

Senyum Damaskus baru terkembang, “Bagus,” pria dengan rambut abu-abu itu mengangguk puas. “Lalu kenapa masih saja ada karyawan yang mencuri ya?”

Pria di tengah yang gemetaran menyatukan tangannya dan mengangkatnya bagai memohon ampunan. Saking gemetarannya ia bahkan tidak bisa berkata apa pun.

“Bukannya sudah pernah dijelaskan konsekwensi dari ketahuan mencuri ya?” Artemis berlutut untuk mengamati lebih dekat pria yang gemetaran itu, dahinya berkerut karena kesal. “Kalau gue sih lebih baik kelaparan daripada ketahuan mencuri dari Prabasampurna,”

“Artemis, “ sahut Damaskus, “Berikan tunjangan ke anak istrinya,” ini berarti perintah untuk menghabisi.

“Pak!!” orang itu langsung histeris, “Pak!! Paaak!! Saya mohon ampuni saya sekali saja Paaaak!! Saya masih baru di sini Pak! Saya masih punya anak kecil-kecil Pak! Saya tulang punggung!!”

Damaskus menendang dengan mudahnya sampai tubuh kurus si Pekerja Pencuri terpelanting membentur tanah berbatu.

“Kalau mau memohon ampunan, sana berdoa ke Tuhan supaya Beliau membolak-balikkan hati saya. Dia Maha Penyabar, kalau saya minim kesabaran, saya kan manusia biasa kayak kamu,” Damaskus agak ngedumel.

“Boss, dana tunjangannya kalau terjadi kecelakaan kerja kira-kira segini, masih dapat asuransi jiwa,” Artemis memperlihatkan layar ponselnya. “Saya nggak hitung antek-anteknya ya. Soalnya bukan pekerja kita,”

“Yaaa, dibagi-bagi aja ke anteknya, kan dia yang bawa sendiri,” sahut Damaskus sambil membalik tubuhnya dan berjalan ke arah lain.

Artemis kembali berlutut ke si pekerja nakal, dan tersenyum licik. “Kamu mau dibikin lumpuh seumur hidup tapi masih bisa melihat anak istri kamu, atau kamu mau mati aja tapi prosesnya pelan-pelan?”

**

Sambil mengangkat kakinya ke atas meja salah satu manajer Operasionalnya, Damaskus menjumput lintingan tembakau Cavendish dan meletakkannya di tengah ceruk cangklongnya, lalu membakarnya dengan korek kayu. Aroma wangi yang solid menyelimuti udara ber-AC.

Dengan mengernyit, Pria 53 tahun itu memandang perkebunan masyarakat lokal di depannya. Jaraknya sekitar 100 meter dari area pertambangan batu miliknya. Area yang saat ini dikunjunginya tampak panas dan gersang, karena curah hujan yang rendah.

“Pak,” Manajer Operasional menghampirinya sembari mengirimkan email mengenai target produksi bulan ini ke Ivander yang berdiri di samping kursi Sang Big Boss. “Target produksi 18.000 ton/ hari yang bapak ajukan bulan lalu masih terasa berat kalau mengukur kapasitas Crusher kita. Paling tidak, kita harus menambah 1 lagi crusher,”

“Kalau ditambah satu lagi, targetnya nggak jadi 860 ton/jam dong, pasti melebihi target rencana saya,” gerutu Damaskus, “Itu akan buang-buang bahan baku, permintaan pasar belum sebesar itu,”

“Tapi mesin kita nggak capable Pak,”

Terdengar decakan Damaskus.

Dan ponselnya berdering, pesan singkat masuk.

Dari Contessa.

Isinya,

Pak, Mohon maaf, tapi salah satu jaminan yang ada di dalam samsak melarikan diri dan sekarang membuat heboh satu gedung. Polisi dalam perjalanan ke sini.

“Wah, anaknya Adiwilaga bikin kacau lagi,” gumam Damaskus. Pertama kali Contessa mengiriminya pesan singkat, isinya malah hal menjengkelkan.

Tapi entah kenapa ada angin sejuk berdesir di hati Damaskus. “Fin!! Sini Fin!” panggilnya.

“Ada apa Boss?” tanya Griffin sambil menghampiri Damaskus.

“Ayam kamu kabur nih, jahit yang bener dong kurungannya,” gerutu Damaskus.

“Lah! Kurungannya mah udah bener, kulit banteng loh itu! Palingan yang jagain tergoda nati nurani!” seru Griffin kesal.

Dengan sebelah kakinya, Damaskus mengangkat meja kopi di depannya dan ia tendang sambil terlempar ke wajah Griffin.

BRAKK!!

“Kalau gitu kenapa semua ikut ke sini , heh?” desis Damaskus dengan nada rendah, “Kan bisa salah satu jaga kantor. Contessa kan anak baru, dan dia manusia normal. Bukan viking seperti kita,”

“Erghhh!” Griffin terlungkup di lantai sambil berusaha bangkit sambil memegangi dahinya dengan tangan yang masih diperban akibat lemparan Damaskus kemarin. “Demen banget sih lempar-lempar barang pake kaki,” keluh pria itu.

Sementara akibat lemparan meja itu, ruangan kantor jadi sedikit porak poranda. Sang Manajer dengan jengah berdiri sambil mengatur nafasnya yang terasa sesak akibat tekanan kerja yang berat.

“Hey, Tong...” desis Damaskus ke si Manajer, “Kau beli lah satu crusher lagi sana, ajukan proposal ke kantor pusat, pakai barang punya C-Corp aja nanti saya hubungi si Gaspar itu. Tapi barang produksi kau bagi jadi dua jenis, satu kualitas A, satu kualitas B, biar kondisi pasar tetap stabil,”

“B-b-baik Pak...”

“Terus... ada makanan enak apa di sekitar sini?” tanya Damaskus.

“Adanya lauk batu Boss, hehe,” kekeh Artemis sambil memeriksa keadaan Griffin yang berlumuran darah.

“Kamu cari nasi rames sambil bawa Griffin ke ICU, darahnya ngucur terus tuh,” gumam Damaskus sambil kembali menghirup tembakaunya ke Artemis.

“Ceile luka gini doang pake ICU. Lu sih sompral mulu,” gumam Artemis sambil membantu Griffin berdiri.

Terpopuler

Comments

Wandi Fajar Ekoprasetyo

Wandi Fajar Ekoprasetyo

manggilnya enak banget ya ...Fin sini Fin.....

2025-02-15

0

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

Sadis

2024-08-19

0

YK

YK

kok sadis... 😖

2023-09-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!