Kesepakatan Yang Menghukum Sang Tiran

Kesepakatan Yang Menghukum Sang Tiran

01| Kesepakatan untuk Sang Tiran

...SELAMAT MEMBACA...

"Katanya semua anggota keluarga kita akan dieksekusi."

Gaia Kahina Seil, Putri pertama keluarga Isra tampak tercenung setelah menguping pembicaraan ayah dan ibunya. Celah kecil di pintu sudah cukup membuatnya tahu penyebab ayah cemas beberapa pekan terakhir ini.

"Apa kita membuat masalah, Sayang?" Hare, Marchioness bertanya cukup cemas pada suaminya, Abian.

"Tidak. Orang itu menganggap kita akan membuat masalah di masa depan karena sebelumnya Isra adalah faksi terkuat mendiang pangeran kedua."

"Jadi Yang Mulia berpikir kita bisa melakukan pemberontakan?"

"Ya. Aku sudah menemuinya dan bersumpah tidak melakukan pemberontakan dan setia berada di sisinya, tapi ... "

Abian tampak rapuh dan hendak menangis karena kalimat yang menggantung tidak memberi hal baik.

Empat bulan lalu, Kerajaan Retkan mengalami kekacauan. Pria bernama Rahid Stearic Hill melakukan pembantaian besar di istana, membunuh semua suksesor termasuk raja, ayahnya sendiri. Rahid merupakan anak haram raja dengan seorang peramu nikmat tersohor di ibu kota. Oleh karena itu, raja enggan mengakui Rahid sebagai salah satu suksesor takhta dan menganggapnya sebagai aib kerajaan sehingga kemudian raja mengasingkan istrinya yang baru saja melahirkan Rahid  jauh dari ibu kota, tepatnya di wilayah utara, wilayah terdingin Kerajaan Retkan yang dipenuhi monster.

"Aku siap menerima eksekusi mati, tapi bagaimana denganmu dan dua putri kita?" Abian begitu nelangsa lantas Hare mendekap suaminya penuh kasih sayang.

Gaia sudah tidak sanggup menguping dan berpura-pura tidak tahu lebih lama jadi dia masuk dan mengejutkan kedua orang tuanya.

"G-gaia?" Abian terbata namun Gaia hanya menunjukkan raut wajah tak berseri seperti biasa.

"Aku akan membuat kesepakatan pada Yang Mulia, Ayah." Gaia berujar penuh keyakinan.

Abian dan Hare langsung melotot dan menggeleng cepat sembari melontarkan larangan.

"Apa yang kamu pikirkan, Gaia?! Bisa saja orang itu akan memenggalmu sebelum mulutmu terbuka."

Itu mungkin benar. Gaia sudah menangkap beberapa rumor mengenai Rahid. Pria berdarah dingin itu sudah terbiasa menggelontorkan kepala seseorang seolah itu adalah hal menyenangkan, tapi rumor tetaplah rumor.

"Aku tahu kelemahan pria itu, Ayah," ungkap Gaia.

"Kamu?" Abian tampak skeptis.

Gaia terdiam cukup lama. Beberapa hari lalu, ia mendatangi sebuah guild informasi untuk mendapat beberapa potong rahasia. Walau harganya memang fantastis, Gaia pikir itu sepadan sekarang.

"Aku akan berangkat besok."

"Tidak! Ayah melarangmu!" Abian membentak.

Gaia lantas menautkan alis dengan menatap berang Abian. "Melindungi keluarga adalah bagian dari tugasku karena aku adalah penerus keluarga ini!"

Abian termenung. Ini pertama kali Gaia menunjukkan sikap keras kepala terhadapnya dan mungkin ekspresi penuh kemarahan itu berusaha menamparnya agar tidak menyelesaikan masalah sendiri di saat ada yang bisa menyelesaikannya.

"Aku akan pergi bersama Sir Daniel, jadi ayah tidak perlu terlalu khawatir. Lagi pula aku yakin bahwa pria itu tidak akan menolak tawaranku."

Gaia lantas berlalu dari sana dan berpapasan dengan adiknya, Wysia Sirian.

"Apa yang terjadi, Kak?" Wysia bertanya setelah mendapati kecanggungan dan ketegangan dalam ruangan.

Gaia tersenyum sembari mengusap pucuk kepala Wysia. "Kamu baru pulang dari pesta teh Lady Irian, ya. Apakah menyenangkan?"

Wysia angguk kepala dengan antusias, menyiratkan kebahagiaan padahal dia sangat sedih karena Lady Irian dan wanita bangsawan lainnya terus menyinggung rumor tentang keluarganya yang akan dieksekusi.

"Kamu bohong, ya?" Ibu jari Gaia bergerak untuk mengusap jejak air mata di pipi gembil kemerahan adiknya.

Perlahan mata Wysia berkaca-kaca dan Gaia menahan geraman. "Apa yang terjadi disana?"

Wysia melirik Abian dan Hare dengan cemas. "Ayah, ibu ... apa benar kalau keluarga kita akan dieksekusi pekan depan?"

Napas Abian seolah tercekat di kerongkongan. Lidah Abian menjadi kelu saat hendak menjawab pertanyaan Wysia namun, Gaia mengalihkan perhatian Wysia untuk mendengarkannya. "Apa Lady Irian yang mengatakannya?"

Wysia mengangguk lemah. "Semua wanita menyinggung masalah itu."

Irian adalah putri duke, keluarga yang mengkhianati raja setelah tahu pergerakan Rahid. Oleh karena itu, Gaia paham mengapa Irian begitu percaya diri menghina keluarganya yang sebelumnya jauh lebih terpandang. Keluarga Isra dan Keluarga Duke Agneto sering berselisih, seharusnya Gaia bertindak lebih tegas agar Wysia tidak hadir disana setelah tahu kalau berita buruk yang menimpa keluarganya sudah menyebar di kalangan bangsawan.

"Itu tidak akan terjadi. Sebaliknya, apa kamu mau aku memberi mereka sedikit pelajaran?" Gaia tersenyum manis dan Wysia menggeleng dengan cepat.

"Pelajaran itu pasti cukup keras, kan?" pikir Wysia sambil menelan ludah.

...***...

Gerbang utama berderit. Dua penjaga mempersilakan kereta kuda berlambang keluarga Marquess Isra memasuki istana. Beberapa mata telah terpaku pada Gaia yang turun dari kereta kuda sembari menerima uluran tangan Daniel, ketua kesatria di keluarga Isra.

Sudah lama tidak mengunjungi istana, tapi Gaia masih mendapati susunan yang tak berubah namun, suasana terasa berat.

"Bisakah saya bertemu Yang Mulia?"

Gaia langsung mengutarakan maksudnya pada pemuda yang menyambutnya sesaat pintu terbuka.

"Anda bisa menunggu. Saya akan menyampaikannya pada Yang Mulia."

Gaia angguk kepala dan berdiri di depan pintu ruang takhta. Tak lama si pemuda kembali dan meminta Gaia untuk masuk. Permadani merah terjulur hingga ke bagian singgasana berada.

Rahang wajah kokoh nan tegas, rambut dan mata hitam pekat bak bulu gagak, tubuh gagah, serta kulit tan mengilap, begitulah sosok yang tengah duduk di singgasana tersebut. Gaia hampir terbuai hingga buru-buru memutuskan kontak mata dari pria itu.

"Apa Marquess mencoba melakukan kesepakatan dengan memberikan putrinya?" cibir Rahid.

Gaia lantas angkat kepala, bahkan belum sempat memberi salam, Rahid langsung menyuguhkannya dengan perkataan yang sarkas.

"Tidak, Yang Mulia. Saya datang untuk membuat kesepakatan dengan Anda."

Rahid diam. Matanya menelisik jauh ke dalam hazel indah Gaia yang berkilau tanpa rasa takut, seolah kepercayaan diri melingkup tubuh kecil yang rapuh tersebut.

"Kamu?" Rahid tampak tidak senang.

"Saya ..., " Gaia berdiri kemudian kedua tangannya menadah di depan perut seperti berdoa dan tak lama cahaya dengan pertikel-partikel emas berkilau mengudara di sekitar tubuhnya.

Sepasang mata hitam Rahid terbelalak melihat betapa indahnya cahaya itu, tapi bukan hanya itu yang membuai pandangan melainkan rambut blonde Gaia yang mengembang oleh cahaya disusul mata hazel berubah menjadi amber.

"Kekuatan suci saya bisa menyembuhkan kutukan yang menggerogoti tubuh Anda," lanjut Gaia.

Mendengar perkataan Gaia, ekspresi Rahid lantas berubah berang. Pria itu bangkit dari singgasana setelah menarik pedang di pinggangnya, mengarahkannya pada leher jenjang Gaia. Jauh di belakang Gaia, Daniel sudah mencekam kuat gagang pedangnya namun, Gaia memberi kode dengan jemari di balik punggung agar Daniel tetap memperhatikan saja dari sana.

Sementara itu, para kesatria Rahid yang sudah sejak awal bersembunyi di balik pilar terbelalak mendengar perkataan putri marquess itu. Wanita itu tampak tak goyah dan ketakutan dan tetap mempertahankan kontak mata dengan raja mereka.

"Beraninya kamu mencari tahu tentangku."

"Saya tidak punya pilihan lain untuk menggunakan kelemahan Anda sebagai kesepakatan karena keluarga saya sudah berada dalam genggaman Anda."

"Bagaimana jika aku menolakmu? Lagi pula, aku tidak peduli jika harus mati karena dendamku sudah terpenuhi." Rahid menyeringai, menekan pedang pada bawah dagu Gaia agar lebih menatapnya.

Gaia mulai goyah. Jika Rahid bersungguh-sungguh dengan perkataan barusan, maka pada akhirnya ia akan melihat keluarganya berakhir di bawah guillotine.

Rahid tersenyum sinis melihat Gaia terpojok. "Kenapa kamu berhenti bicara?"

Gaia kesal dan secara sadar menatap sengit pada Rahid. "Saya melihat aura kutukan itu sudah sampai jantung Anda. Sepertinya sebelum keluarga saya, Anda akan mati lebih dulu."

Para kesatria bergidik sambil melotot. Saat ini mereka seperti mendapati dua guntur saling melilit dan menyambar satu sama lain. Gaia terlihat seperti Tiran dari negara lain, mulutnya seolah menjadi pedang pengganti untuk menahan pedang rahid di bawah dagunya.

Rahid terkesiap lantas tergelak sambil kembali menyarungkan pedang ke pinggang.

"Kalau begitu, mari kita buat kesepakatan." Rahid meraih punggung tangan Gaia dan mendaratkan kecupan singkat di sana.

...BERSAMBUNG ......

Terpopuler

Comments

Rizky Anindiya

Rizky Anindiya

gaia keberanian mu sungguh di luar dugaan👍

2024-03-04

0

Anramu

Anramu

omg gaia swag😭

2023-05-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!