05| Kekacauan di Istana

...SELAMAT MEMBACA...

"Ukh!"

Gaia terbangun larut malam sambil mengeluhkan rasa sakit di sekujur tubuh terutama jantung yang terasa berdenyut hebat. Perlahan retakan pada batu kalungnya muncul sehingga buru-buru Gaia mencari kotak dimana kalung yang sama berada.

"Haa ... Haa ...Haah ... "

Peluh membanjiri leher dan pelipis. Gaia berhasil mengganti kalung namun sakit masih terasa samar. Ini pertama kali Gaia merasa sakit yang luar biasa dan wanita itu tahu penyebabnya. Kekuatan suci Gaia memang mengusir kutukan tapi kenyataannya kutukan itu diserap ke dalam tubuh lalu dimurnikan oleh kekuatan suci walau begitu jumlah kutukan yang diterima dan kekuatan suci yang dikeluarkan memiliki perbandingan.

Kekuatan suci keluar sedikit lebih banyak ketimbang kutukan yang masuk maka dari itu, walau separuh kekuatan suci dikeluarkan, Gaia tetap memiliki kekuatan yang besar. Hal itu karena kutukan yang dimurnikan menjadi kekuatan suci.

Akibat terbangun karena rasa sakit secara tiba-tiba tersebut, Gaia jadi tidak bisa tidur lagi kemudian rasa penasaran mengenai kutukan seperti apa yang ditanam dalam tubuh Rahid muncul dan mengganggu pikirannya. Kutukan besar bukan hanya tentang sihir lagi, tapi tumbal. Untuk menanamkan sihir sekuat itu, maka seseorang harus menyediakan tumbal yang sepadan maka dari itu, Gaia mulai menerka-nerka, seberapa banyak tumbal dipersembahkan saat membuat kutukan dalam tubuh Rahid dan siapa yang melakukan itu.

"Ukh! Sial, aku bahkan tidak sadar fajar sudah terlihat." Gaia mengeluh sambil memijat pelipis lantas meninggalkan tempat tidur untuk pergi mengurus beberapa tugas sebagai dayang. Gaia tentu tidak mencuci, menyapu atau pun sebagainya. Pekerjaan utama Gaia adalah membangunkan Rahid, mempersiapkan pakaian pria itu, membantu mandi, juga selalu menemani jika pria  itu hendak bepergian.

"Anda mau kemana?" 

Gaia berkedip ketika mendapati Rahid berpakaian rapi namun bukan pakaian bangsawan, itu hanya kaus agak kusam dengan celana beige dipadu sepatu boot cokelat, penyamaran menjadi rakyat biasa saat hendak pergi ke luar istana.

"Aku ada urusan. Selagi aku tidak ada, gunakan waktumu untuk hal bermanfaat." Rahid lantas berjalan melewati Gaia disusul Argio di belakangnya.

"Bagaimana dengan berkat penyembuhan pagi ini?" Gaia menghadang jalan Rahid dengan kedua tangan direntangkan. Argio terbelalak, ini pertama kali ada seseorang yang berani menghadang dan menghentikan langkah tuannya. 

"Lancang sekali!" Argio membentak.

Gaia melirik di balik punggung lebar Rahid. Ia tidak tahu sejak kapan ada orang asing disana.

"Kalau begitu lakukan di sini." Rahid sedikit merunduk lalu menunjuk kening, posisi dimana Gaia harus memberi berkat penyembuhan.

Argio menganga lebar melihat tingkah aneh Rahid dan berpikir bahwa Gaia pasti senang karena Rahid berhasil digoda, namun ketika menatap Gaia, Argio lebih terkejut karena wanita itu menunjukkan ekspresi jijik pada Rahid yang berstatus tiran.

"Kita bisa melakukannya seperti kemarin." Gaia berusaha menolak.

Namun Rahid sedikit tak suka karena lehernya mulai pegal karena merunduk untuk mensejajarkan diri dengan wanita yang sedikit pendek darinya.

"Selama perjanjian berlangsung, Pihak pertama adalah milik Pihak kedua. Apapun yang diperintahkan oleh Pihak kedua harus dituruti oleh Pihak pertama. Apa kamu lupa isi perjanjian kita?" Rahid mengingatkan.

Tidak mau kalah, Gaia lantas mengingatkan isi perjanjian yang lain. "Pihak pertama akan menerima perintah apapun dari Pihak kedua, dengan syarat bahwa Pihak kedua tidak akan menggunakan tubuh Pihak pertama untuk kepuasan pribadi. Sepertinya Yang Mulia lupa hal itu." 

"Jadi kamu berpikir memberi berkat adalah kepuasan pribadiku? Kamu bercanda? Kepuasan pribadiku adalah jika kamu melayaniku di ranjang, menghabiskan malam yang panas dan bergairah denganku, itulah kepuasan pribadiku." 

"Hah?!"  Gaia melotot dengan wajah merah padam sementara Rahid mengetuk-ngetukkan telunjuk di dahi agar Gaia segera memberi pemberkatan.

Argio merinding melihat perseteruan pandang dari dua orang di depannya. Berbeda dengan Gaia yang kelewat kesal karena tidak bisa membantah lagi, Argio justru mendapati sudut bibir Rahid sedikit terangkat.

"Ukh!" Gaia tampak tak sudi namun, tetap melakukannya dengan mulai menangkap rahang kokoh Rahid sembari menyatukan dahi. 

Gaia memejamkan mata dan perlahan cahaya keemasan muncul, persis kemarin dan Argio terpukau melihat kekuatan suci secara langsung sementara Rahid hanya menatap wajah Gaia yang hanya terpaut beberapa senti, ia bahkan bisa merasakan betapa hangat dan lembutnya napas Gaia yang menyapa wajah, tapi Rahid sedikit menyayangkan satu hal, saat proses pemberkatan, mata Gaia harus terpejam seolah memfokuskan aliran berkat menuju objek atau subjek yang dituju, jadi pria berkulit tan tersebut tak mampu menikmati mata hazel Gaia dari dekat.

"Sudah." 

Gaia langsung menjauh sesudah melakukan tugas lantas bergegas dari sana setelah membungkuk rendah sementara Argio kini menyipitkan mata melihat Rahid tercenung cukup lama.

"Apa saya perlu memberi berkat pada anda juga?" Argio berdehem untuk mengumpulkan kesadaran Rahid.

"Pedangku sudah lama tidak berdarah. Kamu mau mencobanya, Argio?" Rahid tersenyum manis pada Argio namun komandan kesatria tersebut langsung menggeleng cepat sambil memegang batang lehernya.

...***...

Duke Agneto datang ke istana untuk menemui Rahid, namun di tengah perjalanan menuju koridor, ia malah bertemu dengan Eslan, ajudan kepercayaan Rahid.

"Sampaikan kedatanganku pada Yang Mulia." Duke Agneto berdiri tegap dan angkuh di hadapan Eslan yang terasa kecil.

Eslan menujukkan ekpresi tak kalah angkuh, lantas ia berdiri di depan pintu kerja Rahid yang tertutup. "Saat ini beliau sedang sibuk dan berpesan pada saya untuk menolak kedatangan siapapun termasuk anda, Duke." 

"Berani sekali kamu menatap orang yang berstatus lebih tinggi dengan angkuh!" hardik Duke Agneto namun, Eslan tidak akan lupa bahwa di belakangnya ada Rahid yang menjadi pelindungnya selain itu, sebelum pergi Rahid sudah berpesan padanya untuk menjaga istana.

"Maaf, Duke. Saya hanya menjalankan perintah." Eslan sedikit menunduk dengan tangan kanan berada di dada kiri. 

Duke Agneto lantas pergi dari sana dengan raut wajah berang dan langkah berat. Namun, senyum Duke Agneto merekah, lagi pula tujuan awalnya bukan untuk menemui Rahid, itu hanya akal-akalannya saja karena tujuan utamanya adalah membuat kekacauan.

"Selamat pagi, Duke." Rasila menyapa saat berpapasan.

Duke Agneto mengamati Rasila dari atas hingga bawah lantas tersenyum simpul. "Selamat bekerja, Dame." 

Rasila hanya angguk kepala saat Duka Agneto meletakkan tangan kiri di atas bahu kanannya kemudian setelah itu Duke Agneto pergi sementara dari kejauhan, Gaia hanya memperhatikan Duke Agneto yang melakukan tindakan sama yang dilakukan pada Rasila pada beberapa kesatria yang lain. Koridor ini memang dekat dengan kamp pelatihan pasukan kesatria jadi wajar jika para kesatria mudah dijumpai, tapi ada yang aneh dari Duke Agneto, itu pikir Gaia.

"Ah, jadi benar kamu bekerja sebagai dayang? Ya ampun, padahal kamu adalah penerus Keluarga Isra." 

Gaia tersentak. Sejak kapan Duke Agneto ada di belakangnya? Gaia harus merutuki diri karena terlalu sibuk memikirkan hal tak berguna.

"Salam, Duke Agneto." Gaia mengangkat sedikit gaun sambil membungkuk.

"Ternyata kamu tahu sopan santun, ya. Pemberian salam yang indah." 

"Tentu saja. Ini semua berkat guru etika saya, apa perlu saya merekomendasikannya untuk Lady Irian?" Gaia menguluk senyum.

Urat leher Duke Agneto menegang, beraninya seorang putri marquess menyinggungnya, tetapi Duke Agneto hanya mengembuskan napas karena Gaia mungkin akan segera sibuk karena ulahnya.

"Putri saya jauh lebih beretika. Dari pada itu, bukankah menjadi dayang seorang tiran cukup melelahkan?" 

"Tidak. Saya menikmatinya." 

"Tsk! Dia sangat menyebalkan seperti Abian!" maki Duke Agneto kemudian berkelebat dari sana, membiarkan Gaia yang menahan tawa di belakang sana.

"Ukh! Argh!" 

"Eh?" Gaia bergidik ngeri. 

"Ukh! Argh!" 

Erangan dan teriakan mulai bergema dalam istana, tidak lebih tepatnya tak jauh dari kamp pelatihan kesatria. Gaia langsung berlari mencari sumber suara sementara Duke Agneto menoleh sambil mengulum senyum.

"Mari kita lihat, apa benar dugaanku jika wanita itu bisa menyembuhkan kutukan." Duke Agneto mencetak seringai melihat Gaia kelimpungan saat mendapati beberapa kesatria meraung seperti hewan buas.

...BERSAMBUNG ......

Terpopuler

Comments

Ifarim

Ifarim

argioo🤣

2023-05-11

2

Anramu

Anramu

suka bgtt scene ini🥺

2023-05-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!